Ketika Tuan Muda punya perasaan lebih pada maid sekaligus sahabatnya.
Gala, sang pangeran sekolah, dipasangkan dengan Asmara, maidnya, untuk mewakili sekolah mereka tampil di Festival Budaya.
Tentu banyak fans Gala yang tak terima dan bullyan pun diterima oleh Asmara.
Apakah Asmara akan terus melangkah hingga selesai? Atau ia akan mundur agar aman dari fans sang Tuan Muda yang ganas?
Happy Reading~
•Ava
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bravania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Grateful
Asmara menikmati makan siangnya ditemani Sebastian. Mereka sesekali tertawa karena jokes yang diceritakan si pemuda behel.
Kalian menanyakan dimana Gala? Dia sedang ada di taman belakang melaksanakan hukuman dari Pak Vino, guru kedisiplinan yang terkenal garang itu.
"Gala benar-benar dihukum?"
Tanya Sebastian saat sudah menghabiskan makanannya.
"Ya. Hahaha. Dia itu bodoh sekali, tak hati-hati. Bagaimana bisa dia melempar bola basket sampai mengenai kepala Pak Vino yang galak itu? Hahahaha."
"Kau tak berniat membantunya?"
"Oh.. itu.. sebenarnya aku ingin. Tapi dia langsung menyuruhku ke kantin saat aku menawarkan bantuan."
"Dia tak ingin kau kelelahan, Asmara."
"Tapi dia juga pasti-"
"Huh.. lelah."
Yang dibicarakan baru saja duduk dan menenggak minuman milik Asmara tanpa ijin.
"Minumanku..."
Nada suaranya memelas. Namun saat akan memarahi Gala, ia batalkan karena melihat sang sahabat penuh dengan keringat di dahinya.
"Sudah selesai?"
"Iya."
"Ku pikir akan lebih lama."
"Heh! Kau bahagia melihatku dihukum seperti ini?!" Gala menatap Asmara tak terima.
"Hahaha. Salahmu sendiri. Bagaimana bisa bolanya salah sasaran? lucu sekali."
"Ck. Ish. Aku lelah. Kau tak berniat membelikan minum untukku?"
"Haruskah? Kau bahkan baru saja menghabiskan hampir sebotol minumanku. Bukankah kau yang harus membelikan ku minuman?"
Asmara berkedip-kedip polos. Dan akhirnya Gala lah yang beranjak dari duduknya. Namun belum sempat melangkah, Asmara sudah menahannya.
"Hahaha. Aku bercanda. Kau duduk saja! Biar ku belikan."
Asmara berdiri dari duduknya setelah Gala duduk lagi.
"Kau mau ku belikan juga Bastian?"
Ah, iya. Masih ada Sebastian di sana. Jadi Asmara juga menawarinya.
"Tidak perlu."
Asmara pun meninggalkan dua pemuda itu. Gala jelas menatap Sebastian dengan tatapan datar dan dingin andalannya.
"Kau, apa yang kau lakukan di sini?"
"Kenapa? Aku hanya menemani Asmara makan."
"Kau tahu aku tak pernah suka kau dekat dengan Asmara. Jadi jangan mendekatinya lagi!"
"Aku juga tahu kau juga menyukainya. Yah.. mungkin memang dia diciptakan bukan untukku."
Sebastian tersenyum simpul melihat Gala yang masih menatapnya datar.
"Ini."
Asmara menyodorkan sebotol air dingin tepat di depan wajah Gala. Niatnya agar Gala berhenti menatap Sebastian seperti itu.
Saat Asmara duduk, Sebastian berdiri.
"Eh, mau kemana?"
"Aku ke kelas dulu. Guruku sekarang sangat galak dan tak suka muridnya terlambat."
Sebastian menyempatkan mengusak puncak kepala Asmara sebelum pergi.
"Kau bilang apa saja padanya?"
Asmara menatap Gala penuh curiga.
"Menyuruhnya untuk tidak mendekatimu."
Dugh
Botol air mineral melayang ke dahi Gala setelah ucapan tanpa rasa bersalahnya itu keluar. Sudah jelas jika pelakunya adalah oknum bernama Asmara.
"Sudah ku bilang, kan? Kami hanya berteman. Jangan berlebihan menanggapi pertemanan kami."
Asmara menolehkan wajahnya tak ingin menatap Gala.
"Baiklah, baiklah. Aku minta maaf. Aku akan mencoba untuk bersikap biasa."
Gadis itu masih diam.
"Hei, jangan marah padaku. Aku sudah minta maaf dan berniat belajar agar terbiasa melihat dia."
Gala menggenggam tangan kanan Asmara.
"Maaf, okay?"
Asmara perlahan mau menatap Gala.
"Maaf diterima. Tapi kau janji, kan, tak akan bersikap kasar padanya lagi?"
"Aku akan mencoba."
Senyum manis terbit si bibir si freckles membuat Gala gemas dan reflek mencubit pipi Asmara yang sedikit gembil.
"Ish. Sakit."
"Hahaha. Maaf. Oh, iya. Aku baru ingat. Nanti aku ada rapat dengan anggota klub basket."
"Oh. Kalau begitu-"
"Kau harus menungguku."
Sepertinya Gala sudah tahu jika Asmara berniat pulang sendiri dan ia sudah pasti tak akan membiarkan gadis itu melakukannya mengingat kejadian 'penculikan' kemarin-kemarin.
"Tunggu aku! Aku janji hanya sebentar."
Rengutan tak terima menjadi jawaban untuk Gala.
"Setelah itu kita ke toko buku membeli novel terbaru Rick Riordan yang kau ceritakan semalam."
Binar antusias muncul begitu saja di sepasang manik karamel itu.
"Benar?"
Gala hanya mengangguk.
"Yess! Tapi benar ya? Hanya sebentar?"
"Aku janji."
Senyum Asmara mengakhiri istirahat mereka siang itu sebelum kembali ke kelas setelah mendengar bel berbunyi tiga kali tanda kelas berikutnya dimulai.
~•~
Asmara berjalan sendirian. Ia memutuskan mengelilingi sekolah untuk menghabiskan waktu 45 menit yang dijanjikan oleh Gala.
Saat sampai di hall sekolah, Asmara terpikir untuk pergi ke ruang tari. Ia bisa menunggu Gala sambil berlatih memperbaiki kekurangannya saat latihan kemarin.
Dengan senyum terkembang, Asmara melangkahkan kakinya ke ruangan penuh cermin itu.
CKLEK
"Oh??"
Asmara terdiam kaget saat melihat... 4 gadis sedang melakukan pemanasan di dalam ruang tari.
"Asmara? Ada apa?"
Kesadarannya kembali saat seorang gadis bersurai sebatas punggung menyapanya.
"Marissa? Itu.. ah, aku minta maaf. Ku kira ruang tari kosong."
Asmara mengenal gadis itu. Ia Marissa Lee teman sekelasnya.
"Ini bukan jadwalmu dan Gala berlatih, kan?"
"Eh? Tunggu, tunggu. Maksud kalian, ini jadwal kalian ber-"
"Ayo, latihan!"
Ucapan Asmara terpotong seruan seorang gadis yang baru saja keluar dari ruang ganti.
"Nada?"
"Oh. Hai, Asmara."
"Kalian ikut tampil di Festival Budaya?"
"Iya. Kau tidak tahu?"
Asmara menggeleng pada Marissa. Mungkin ia terlalu fokus pada latihannya sampai tak tahu siapa saja yang mewakili sekolahnya tampil di salah satu Event terbesar di kotanya itu.
Lagi pula, dari awal Pak Bayu memang memisah latihan masing-masing kelompok perwakilan agar mereka bisa fokus berlatih.
Nada mendekati Asmara. Ia melambaikan tangannya di depan wajah Asmara karena pemuda itu terlihat melamun.
"Kau baik-baik saja?"
Asmara menatap Nada.
"Jadi.. ini alasanmu menolak saat ku minta menggantikan aku dulu?"
Senyum simpul tercetak di bibir Nada diikuti raut tak paham keempat temannya.
"Yah.. bisa kau lihat sendiri."
"Aku jadi merasa tak enak padamu." Asmara tertunduk malu.
"Tidak apa-apa. Toh aku menolak permintaanmu."
"Terimakasih untuk itu."
Tawa terdengar dari gadis Rahayu itu.
"Mau melihat kami berlatih?"
Asmara mengangguk antusias. Ia menurut saat Nada membawanya duduk di sofa.
Musik mulai terdengar dan kelima gadis itu mulai menggerakkan tubuh mereka mengikuti irama.
Asmara tanpa sadar mulai menilai. Mereka berlima memiliki power yang kuat dan hampir sama rata. Belum lagi vokal masing-masing orang. Tak butuh waktu lama bagi Asmara untuk jatuh cinta pada performance dari kelima gadis yang dilihatnya itu.
Saat musik berhenti, Asmara reflek bertepuk tangan dengan semangat.
Ia duduk di dekat Nada yang sudah duduk meluruskan kakinya. Keempat temannya jadi ikut duduk dan membentuk lingkaran kecil dengan kaki yang juga diluruskan.
"Kalian hebat! Bagus sekali! Aku jadi tak sabar melihat kalian di panggung nanti."
"Kami pun sangat penasaran dengan penampilanmu dan Gala."
Gadis yang menjadi center di awal dan akhir penampilan tadi menimpali. Namanya Claretta Anastasha. Sepertinya Asmara pernah melihat gadis itu di kelas Gala.
"Aku jadi gugup. Padahal masih dua minggu lagi."
"Hahaha. Kita harus semangat dan menampilkan yang terbaik untuk sekolah kita."
Yang lain merespon ucapan Marissa dengan berteriak 'ya' membuat Asmara tertawa karenanya.
"Oh, ya. Tadi Nada bilang soal penolakan. Apa ada sesuatu diantara kalian?"
Si leader di grup -Alina - menatap Nada dan Asmara bergantian.
"Iya. Kami juga ingin tahu."
Asmara tersenyum menanggapi rasa penasaran dari gadis-gadis berbakat itu.
"Jadi, sebenarnya..."
Dan Asmara pun mulai menceritakan tentang ia yang pernah meminta Nada untuk menggantikannya. Dari awal sampai selesai. Juga tentang alasannya sampai meminta Nada untuk menggantikannya.
"Kau pasti menyesal jika Nada menerimanya dulu."
Marissa memberi tanggapan pertama setelah cerita Asmara selesai.
"Iya. Lagipula, untuk apa mengurusi orang seperti mereka. Haters ada untuk jadi motivasi kita agar terus belajar, bukan untuk membuat kita menyerah."
"Oh! Claretta, tumben ucapanmu bijak sekali."
Ucapan seorang gadis berambut ponytail barusan membuat yang lain tertawa juga berhasil membuat Claretta merenggut tak terima.
"Ayo, latihan lagi!"
Keempatnya berdiri masih sambil sesekali tertawa setelah mendengar Nada bicara.
"Aku jadi ingin ikut menari dengan kalian."
"Ayo!"
Valina, si gadis ponytail, menyaut celetukan Asmara.
Ia menarik Asmara untuk ikut berdiri. Ia mengajari Asmara gerakan di bagian reff. Tak butuh waktu lama untuk Asmara bisa mengikuti gerakan itu dengan baik.
Tanpa sadar, keempat gadis yang lain memandang takjub Asmara. Tak salah Pak Bayu menunjuk Asmara untuk meramaikan perwakilan sekolah mereka di festival nanti. Kemampuan menarinya tak perlu diragukan lagi.
Setelah dirasa Asmara cukup menguasai gerakan, keempatnya bergabung dan mulai menarikan bagian reff itu bersama.
Mereka menarikannya beberapa kali. Bahkan Asmara bisa menghafal hampir setengah dari gerakan mereka.
"Ehem! Sudah selesai, Nona-nona?"
Keenam orang yang baru saja berhenti menari itu menoleh ke arah pintu ruang tari.
"Oh? Kau sudah selesai?"
"Hai, Gala."
Kelimanya memberi salam yang hampir bersamaan dan dibalas anggukan serta senyum tipis oleh Gala.
"Kau bilang 45 menit?"
"Ini jam berapa, manis?"
Seketika muncul suara-suara batuk buatan dari para gadis. Pipi Asmara merona tanpa ijin. Ia melirik jam di atas pintu ruang tari.
"Hehe. Aku tak tahu jika ini sudah lebih dari satu jam."
"Ayo, pulang!"
Asmara mengangguk. Ia menoleh pada teman-teman barunya.
"Aku pulang dulu. Terimakasih sudah mengajariku. Kalian sangat menyenangkan."
"Besok main lagi bersama kami ya?"
Asmara mengangguk penuh semangat.
"Aku pergi dulu."
Asmara melambaikan satu tangannya yang tidak digenggam Gala. Menurut saja saat si Tuan Muda terus menggandengnya menuju halaman depan sekolah.
Ia diam-diam tersenyum saat tatapannya tak sengaja fokus pada genggaman tangan mereka.
"Kenapa senyum-senyum sendiri, hm?"
Asmara tersadar saat Gala berhenti berjalan. Mereka sudah sampai ternyata.
"Tidak, aku hanya merasa bersyukur saja."
Meski Gala tak tahu Asmara bersyukur untuk apa, ia tak bisa mencegah tangannya yang sudah mengusak pelan kepala orang yang dicintainya itu.
"Mungkin memang Tuhan ingin mengajariku agar tak menyerah dengan cara mempertemukan ku dengannya juga denganmu. Thanks God for send me that person. And also, you." -Asmara