"Apakah kamu pernah mencintaiku sebagai seorang wanita?" langkah laki-laki didepannya terhenti, tapi tak kunjung membalik badannya
"Tidak" jawaban singkat yang membuat sang wanita menunduk menahan isak tangis. Jawaban yang sudah ia duga, tapi tetap membuatnya sakit hati
Belasan tahun hanya cintanya yang terus terpupuk, keajaiban yang ia harapkan suatu hari nanti tak kunjung terjadi. Pada akhirnya, berpisah adalah satu-satunya jalan atas takdir yang tak pernah menyatukan mereka dalam rasa yang sama.
"Selamat jalan Kalanza, aku harap kamu bahagia dengan pilihan hatimu"
Dari sahabat sampai jadi suami istri, Ishani terlalu berpikir positif akan ada keajaiban saat Kalanza tiba-tiba mengajaknya menikah, harapannya belasan tahun ternyata tak seindah kisah cinta dalam novel. Kalanza tetaplah Kalanza, si laki-laki keras kepala yang selalu mengatakan tak akan pernah bisa jatuh cinta padanya.
"Ishani, aku ingin melanggar janji itu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Bahagia
"Seandainya tidak menikah denganku, maka laki-laki itu sungguh beruntung memilikimu Ishani"
"Laki-laki mana?" Ishani balik bertanya
"Laki-laki yang akan menjadi suamimu. Padahal dulu aku kira Hans serius untuk mengejarmu, tak kusangka laki-laki itu sangat br*ngs*k"
"Mengejar mimpi itu bukan tindakan kurang ajar Kalan, aku pun akan melakukan hal yang sama"
"Ada namanya hubungan jarak jauh Ishani, kenapa harus sampai putus?" Kalan sepertinya kesal karena Ishani malah membela mantan pacarnya
"Mungkin tidak akan maksimal, lagipula menurutku belajarnya juga akan terganggu, disisi lain harus memikirkan tugas kuliah tapi disisi lain terbebani oleh masalah hati. Lagipula Hans juga sempat kok mengajakku untuk kuliah disana, karena jurusan fashion designnya juga sejalan dengan apa yang aku mau"
"Lantas kenapa kamu menolak?"
"Karena aku ingin terus berada didekatmu"
Kalimat itu tak mungkin Ishani ucapkan secara langsung
"Karena ayah tidak mengizinkan" itu bukan alasan sebenarnya, tapi juga bukan kebohongan. Kalau Ishani mau, ia bisa saja melawan ayahnya untuk mengizinkan, bahkan bisa pergi tanpa izin sama sekali karena hubungan mereka yang memang sedang tak baik-baik saja
"Bagaimana hubunganmu dengan Sh...Randi" Ishani langsung memutar lidahnya, ia memang sangat penasaran tentang hal itu. Tapi lebih baik tidak mengungkitnya untuk saat ini, bahkan bila perlu tak usah diungkit lagi. Biar itu jadi kenangan yang terkubur dan semoga tak bangkit lagi
"Randi? Baik-baik saja. Apa dia mengatakan sesuatu?"
"Tidak, tapi sepertinya aku ingin bicara lebih dekat dengan istrinya"
"Bicara tentang apa?"
"Ini masalah wanita, kamu tak perlu tau" Kalan mendengus
"Aku akan ke Rumah Randi hari minggu, besok papa dan mama kesini karena sekarang masih di Singapura. Apakah kamu sudah memberitau ayah dan ibu?"
"Aku akan memberitahunya nanti" Kalan menghela nafas, ia tak memaksa karena tau luka apa yang pernah mereka beri untuk istrinya
"Felis terus mengeong dari tadi malam, apa tidurmu bisa nyenyak?"
"Kalau aku bilang terganggu lalu kamu akan membuangnya?"
"Bukan begitu maksudku, mungkin kita bisa buatkan rumah di halaman untuknya"
"Dia ada diruang tamu saja suaranya tidak terdengar di Kamar Kalan. Kamu lupa ruangan itu kedap suara?"
"Apa tidak apa-apa memelihara kucing saat sedang hamil begini?"
"Dia bersih, selalu diperiksa setiap bulan. Kamu juga tau sudah lama sekali dia bersamaku"
.
"Ishani, ini kabar paling menggembirakan setelah sekian lama" Mama Reta memeluknya dengan heboh
"Apa yang kamu inginkan? Jangan sungkan untuk meminta pada mama, jika kamu ngidam dan Kalan menolak menuruti, telpon mama biar mama yang urus anak itu"
"Aku mengerti mama" perasaan hangat meliputi hatinya, Ishani benar-benar beruntung punya mertua sebaik itu
"Mama, mana mungkin aku seperti itu" Kalan membela diri tak terima, Ishani padahal belum meminta apapun padanya
"Asal sudah saja. Lihat saja sekarang, badan istrimu sangat kurua begini padahal sedang hamil, apa kamu tidak bisa memenuhi nutrisinya?"
"Aku memang sering mual saat cium bau makanan Ma, tapi untungnya masih bisa tertelan"
"Aduh mama tidak bisa bayangkan bagaimana menyakitkannya harus seperti itu. Kamu tau? Selama mama mengandung tiga anak-anak itu malah papa kamu yang dapet ngidamnya. Impas kan?. Orang bilang karena cinta suami lebih besar"
"Ma, itu kan cuma kata orang. Tak mungkin hanya karena itu ngidamnya bisa pindah" Kalan membantah perkataan mamanya, tak percaya sama sekali dengan itu
"Tapi bener kok, cinta papa ke mama itu lebih besar. Jangan bilang kamu tidak mencintai istrimu?" Nada ibunya penuh dengan ancaman, Ishani dengan cepat mengalihkan topik untuk menghindari pembahasan ini
"Mama mau minum apa?"
"Tidak perlu repot-repot sayang, itulah gunanya Kalanza di rumah ini" Mama Reta mengelus lengan menantunya untuk memintanya kembali duduk
"Kalan, buatkan minuman cepat" suaranya langsung berubah begitu meminta sang putra yang melakukannya. Tapi Ishani yang langsung panik, ia tidak tau apakah sosok Kalanza bisa membedakan gula dan garam atau setidaknya bisa merebus air sampai matang
"Biar aku saja Ma, aku takut Kalan tidak tau tempat gula dan segala macemnya"
"Temani istri kamu" Laki-laki itu dengan cepat meluncur memegang tangan istrinya, padahal dapur mereka hanya terpisah kaca buram dari ruang tamu
"Kamu jangan terlalu pikirin perkataan mama" Ishani pikir Kalan diam sedari tadi karena marah dengannya yang lebih dibela mertuanya daripada ia sebagai anak kandung mereka
Kalanza tertawa ringan tapi kemudian menggeleng
"Dari dulu aku tak pernah memasukkan ke hati perkataan mama padaku, aku tau dia menasihatiku walaupun nadanya seperti itu. Tapi benar apa yang dikatakan mama, kamu terlalu kurus, kita akan periksa ke dokter besok sebelum ke Rumah Randi untuk meresepkan obat yamg cocok"
"Katanya itu adalah hal yang biasa. Nanti bisa berhenti seiring bertambahnya usia janin"
"Iya, aku juga sudah browsing di internet sejak mengetahui hal ini"
"Tapi kita harus tetap periksa agar kesehatan kalian bisa tetap dipantau" ucap Kalan sambil memasukkan tiga sendok gula dalam cangkir dan langsung diambil alih oleh Ishani untuk dikurangi.
"Kalan, apakah kamu bahagia?" Ishani bertanya, setelah hampir empat bulan pernikahan itu ia beranikan dirinya bertanya. Ia ingat cita-citanya dari dulu adalah menjadi orang yang bahagia. Tapi apakah sekarang itu sudah terwujud?
"Bahagia, aku seperti merasa mendapat peran baru yang luar biasa"
"Aku mengerti"
"Aku sempat mengira kamu akan marah, memukulku, membentakku dan memintaku menggugurkannya saat kamu tau aku hamil. Itu sebabnya aku menangis ketika pulang dari rumah sakit"
"Mana mungkin aku tega melakukan itu Ishani. Dari dulu aku tak pernah bisa memarahimu, apalagi sekarang status kita adalah suami istri, aku punya tanggung jawab lebih besar terhadapmu. Bukan hanya janjiku pada ayahmu, tapi juga janjiku padamu dan diriku sendiri bahwa aku akan selalu menjagamu dan tidak membiarkanmu menangis. Itu sebabnya aku sempat merasa gagal kemarin"
Ishani tak bisa menahan diri untuk tak memeluk laki-laki itu, biarlah ia lakukan ini. Sesuatu yang sering mereka lakukan dari dulu saat sedih atau bahagia. Saling memeluk seolah berbagi rasa lewat sentuhan fisik. Dulu tanpa ragu ia selalu memeluk Kalanza, tapi sejak berpacaran dengan Shala ia tak pernah berani lagi melakukan itu apalagi ketika perempuan itu sendiri yang memintanya menjaga batasan. Ishani paham dan menjauh tapi justru Kalan yang sering memeluknya tiba-tiba seperti sebuah kebiasaan. Walau dibilang seperti adik kakak, siapa yang melihat juga pasti cemburu saat pacarnya berpelukan dengan perempuan lain
"Biarlah berjalan dulu seperti ini" Ishani mulai luluh dan tak lagi membentengi diri terutama hatinya, biarlah berjalan dulu, tapi sepertinya ia juga lupa kalau jalan itu punya tujuan diujung sana. Entah ujung yang diharapkan atau justru sebaliknya?
ingat istri dan calon anakmu.. nanti kamu menyesal