Di era teknologi yang melesat bak roket, manusia telah menciptakan keajaiban: sistem cerdas yang beroperasi seperti teman setia. Namun, Arcy, seorang otaku siswa SMA kelas akhir, merasa itu belum cukup. Di puncak gedung sekolah, di bawah langit senja yang memesona, ia membayangkan sistem yang jauh lebih hebat—sistem yang tak hanya bergantung pada teknologi, tetapi juga pada kekuatan energi spiritual, sebuah sistem cheat yang mampu merajut takdirnya sendiri. Mimpi itu, terinspirasi oleh komik-komik isekai kesukaannya, membawanya ke petualangan yang tak terduga, sebuah perjalanan untuk mewujudkan sistem impiannya dan merajut takdir dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Evolved 2025, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan
Arcy melihat orang yang terikat di tiang penyangga. Arcy menduga, orang ini mungkin ingin menculiknya. Dia harus melakukan sesuatu.
META menampilkan berita-berita trending dari berbagai media di panel sistem. Spekulasi liar tentang fenomena cahaya bermunculan. Ada yang bilang itu pertanda kiamat, ada yang mengaitkannya dengan alien, bahkan ada yang percaya itu adalah proyek rahasia pemerintah.
Fenomena ini menjadi perhatian dunia, sampai membuat keluarganya ikut menjadi sorotan media.
Arcy mengendus ringan, "Aku tahu, META. Aku tahu."
"Tuan, saya sarankan Anda bergabung dengan organisasi Merdeka. Organisasi rahasia yang mengawasi negara dari balik bayangan. Dengan bergabung, Anda akan mendapatkan banyak keuntungan."
Arcy dalam hatinya tertawa sinis, "Oh, yah?"
"Tuan, dunia ini lebih kompleks dari yang Anda kira. Organisasi Merdeka bisa membantu Anda memahami dan mengendalikan situasi."
Arcy berpikir, bergabung dengan organisasi berarti berada di bawah kendali orang lain. Kebebasannya akan terenggut. Tapi, dia juga sadar, banyak hal yang belum dia ketahui tentang dunia ini. Mungkin, dengan bergabung, dia bisa mendapatkan jawaban.
Arcy bergumam, "Tujuanku adalah membantu orang yang ditindas, membuat dunia yang damai. Tapi, apakah aku bisa melakukannya sendirian?"
Arcy duduk di sofa, berhadapan dengan Elis, Rina, dan Yuan.
Ia lalu berkata dengan serius, "Aku ingin bergabung dengan organisasi Merdeka."
Mereka semua terkejut. Elis bertanya, "Apa maksudmu, Arcy?"
"Aku… aku adalah seorang Awakener!"
Rina dan Yuan saling pandang, tak percaya.
Selama ini mereka berinteraksi dengan Arcy, tak sekalipun mereka merasakan adanya energi spiritual yang terpancar dari tubuhnya. Rina, dengan pengalamannya sebagai seorang petarung yang sensitif terhadap energi, merasa ada yang janggal.
'Mungkinkah Arcy menyembunyikan kemampuannya dengan sangat baik, ataukah ada hal lain yang tidak dia ketahui?'
Yuan mendekat, menatap Arcy dengan rasa ingin tahu. "Benarkah?"
"Um." Arcy mengangguk dengan canggung.
Elis dengan nada serius berkata, "Organisasi Merdeka tidak menerima orang begitu saja. Ada seleksi yang ketat."
Rina menyilangkan tangan di dada, menatap Arcy dengan skeptis. "Merdeka tidak menerima orang lemah. Persaingannya terlalu keras. Aku tidak merasakan energi spiritual dalam dirimu. Kau tidak akan bisa masuk. Usahamu akan sia-sia."
Arcy mengepalkan tangan. "Aku akan membuktikannya. Beri aku waktu. Aku akan menunjukkan pada kalian bahwa aku layak bergabung dengan Merdeka."
Elis menghela napas, "Baiklah. Tapi jangan gegabah. Ini tidak mudah loh."
"Hum." Arcy mengangguk mengerti dengan mata yang penuh tekad.
Di tempat lain, di rumah mewah ala eropa, tampak seorang pria duduk di kursi dengan wajah serius sambil telunjuknya mengetuk-ngetuk meja pelan.
"Bagaimana bisa gagal?! dan berakhir ditangkap oleh Yuan?!"
Seorang bawahan berdiri gemetar di hadapannya.
"Maafkan saya, Tuan. Saya tidak menyangka Elis akan meminta Yuan menjaga temannya."
Pria itu berdiri, memandangi kota dari balik dinding kaca, lalu berkata dengan dingin, "Arcy… kau membuat kesalahan besar dengan menarik perhatianku.”
***
Malam itu, Arcy berendam di air penyembuh ditemani Elis disampingnya.
Elis menatap Arcy dengan tatapan lembut namun tegas. "Tubuhmu sudah membaik. Tapi jangan terlalu memaksakan diri. Aku tahu kamu ingin membuktikan dirimu, tapi kesehatanmu lebih penting. Jangan lupakan itu."
Arcy tersenyum tipis. "Terimakasih."
Aroma harum masakan sudah tercium sampai ke kamar mandi.
Elis mengajak Arcy makan malam.
"Aku masak kari ayam kesukaanmu," kata Elis sambil tersenyum.
Arcy tersenyum senang. "Wah, pas banget! Perutku sudah keroncongan dari tadi."
Mereka lalu pergi ke dapur.
Arcy duduk di meja makan yang rapi. Di atas meja, Elis menyajikan sepiring nasi putih hangat, semangkuk kari ayam yang mengepul, beberapa mangkok sayur dan beberapa potong buah segar.
Sambil menikmati hidangan, mereka mengobrol santai. Arcy bercerita tentang pengalamannya hari ini, dan tentang rasa penasarannya terhadap Elis.
Elis mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali memberikan komentar atau pertanyaan yang membuat percakapan semakin hidup.
"Kadang aku merasa seperti sedang hidup di dalam anime atau komik-komik Asia yang sering kubaca," kata Arcy tiba-tiba. "Ada kekuatan super, organisasi rahasia, dan orang-orang dengan masa lalu yang misterius."
Elis tertawa kecil. "Mungkin memang begitu. Dunia ini memang penuh kejutan."
Arcy menatap Elis dengan rasa ingin tahu. "Ngomong-ngomong, apa kekuatanmu sebenarnya? Aku tahu kamu bisa menyembuhkan luka dengan cepat, tapi apa ada kekuatan lain yang kamu sembunyikan?"
Elis terdiam sejenak, lalu menghela napas. "Kekuatanku... tidak hanya menyembuhkan. Aku juga bisa memberikan penyakit pada orang lain."
Arcy terkejut. "Maksudmu... kamu bisa membuat orang sakit?"
Elis mengangguk. "Tapi aku tidak pernah melakukannya. Aku hanya menggunakan kekuatanku untuk menyembuhkan."
"Kenapa kamu tidak pernah memberitahuku tentang ini?" tanya Arcy.
"Karena kekuatan itu harus dirahasiakan," jawab Elis. "Mengungkap kekuatan sama saja memberitahu kelemahan. Semakin sedikit orang yang tahu, semakin aman kita."
Arcy mengangguk mengerti. Ia tahu, di dunia yang penuh bahaya ini, rahasia adalah senjata yang ampuh.
"Aku mengerti," kata Arcy. "Aku tidak akan membocorkan rahasiamu pada siapa pun."
Elis tersenyum. "Terima kasih."
Mereka melanjutkan makan dengan tenang. Kari ayam yang lezat dan percakapan yang hangat membuat suasana makan malam semakin menyenangkan. Malam itu, mereka merasa semakin dekat dan semakin memahami satu sama lain di apartemen Elis yang nyaman.
***
Keesokan harinya, saat Elis sedang tidak ada di apartemen. Arcy mengamati sekeliling ruangan. Tidak ada foto yang terpajang, tidak ada jejak personal yang kentara. Semua tertata rapi, nyaris tanpa cela.
Elis telah merawatnya, dorongan untuk membantu muncul dalam dirinya. Ia ingin melakukan sesuatu, setidaknya membersihkan sedikit debu yang mungkin ada.
Matanya tertuju pada keranjang pakaian kotor di sudut ruangan. Di antara tumpukan kain, ia melihat seragam sekolah yang tampak lusuh. Sebuah nama tertera jelas di sana, "Sekar"
Arcy mengerutkan kening. Ia tidak pernah melihat Elis membawa teman ke apartemennya, hanya dia seorang.
Ia juga melihat baju olahraga yang sama persis dengan miliknya. Kebingungan mulai menyelimuti benaknya. Nama Sekar juga terasa tidak asing.
Kilasan memori tiba-tiba menyeruak. Arcy teringat kejadian beberapa hari yang lalu, saat ia melihat seorang gadis dikerubungi dan diolok-olok oleh sekelompok siswa. Tanpa pikir panjang, ia menghampiri mereka dan membubarkan kerumunan itu. Ia membawa gadis yang tampak ketakutan itu menjauh dari mereka.
Gadis itu bernama Sekar yang merupakan teman sekolahnya. Arcy berusaha menghiburnya, mengajaknya ngobrol dan berjalan-jalan di sekitar sekolah. Ia ingin Sekar tahu bahwa ia tidak sendirian.
Kembali ke waktu sekarang, Arcy dilanda rasa penasaran yang kuat.
'Mengapa Elis memiliki pakaian Sekar? Mungkinkah ada hubungan antara Elis dan gadis yang pernah ia tolong itu? Ia juga ingin tahu bagaimana kabar Sekar sekarang. Apakah dia masih dibuli? Apakah dia baik-baik saja?'
Arcy kemudian mengingat kejadian saat ia dihajar preman bayaran. Ia tidak menyangka anak perempuan pembuli itu malah menyewa preman untuk memukulinya. Kejadian itu membuatnya sedikit trauma.
Ia merasa sudah waktunya untuk meminum pil jiwa dan memberi mereka pelajaran.