Aurelia Valenza, pewaris tunggal keluarga kaya raya yang hidupnya selalu dipenuhi kemewahan dan sorotan publik. Di balik wajah cantik dan senyuman anggunnya, ia menyimpan sifat dingin dan kejam, tak segan menghancurkan siapa pun yang berani menghalangi jalannya.
Sementara itu, Leonardo Alvarone, mafia berdarah dingin yang namanya ditakuti di seluruh dunia. Setiap langkahnya dipenuhi darah dan rahasia kelam, menjadikannya pria yang tak bisa disentuh oleh hukum maupun musuh-musuhnya.
Takdir mempertemukan mereka lewat sebuah perjodohan yang diatur kakek mereka demi menyatukan dua dinasti besar. Namun, apa jadinya ketika seorang wanita kejam harus berdampingan dengan pria yang lebih kejam darinya? Apakah pernikahan ini akan menciptakan kerajaan yang tak terkalahkan, atau justru menyalakan bara perang yang membakar hati mereka sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naelong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pernikahan aurel dan leo
Aku berdiri di depan cermin besar yang dipenuhi ukiran emas. Gaun putih sederhana terbalut di tubuhku. Tidak ada perhiasan berlebihan, tidak ada pesta glamor dengan ribuan undangan. Hanya keluarga inti. Itu permintaanku.
Aku menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan detak jantungku yang tak beraturan.
“Non...” suara lembut datang dari salah satu pelayan yang membantuku merapikan veil. “Anda benar-benar cantik hari ini. Semua orang pasti terpesona.”
Aku tersenyum tipis. “Cantik tidak menjamin kebahagiaan. Tapi hari ini... aku hanya ingin semuanya berjalan lancar, tanpa ada darah yang tumpah.”
Ya. Aku sengaja meminta pesta sederhana. Aku tahu Leonardo seorang mafia nomor satu di dunia. Kehadirannya selalu membawa bahaya. Jika pesta terlalu besar, terlalu mewah dan terbuka akan banyak peluang musuh untuk menyerang.
Dan aku tidak mau hari pernikahanku berubah menjadi ladang pembantaian.
Di Ruang Pernikahan
Hotel mewah itu berubah hening. Aula utama dihiasi bunga putih dan ungu, namun tanpa gemerlap berlebihan. Para pengawal berjaga di setiap sudut, mata mereka tajam dan tangan selalu dekat dengan senjata tersembunyi.
Aku melangkah perlahan ke altar, diiringi langkah kakekku, Giovanni. Tangannya yang tua namun masih kuat menggenggam tanganku erat.
“Kau yakin dengan pilihanmu, Aurel?” bisik kakek.
Aku menoleh sekilas, tersenyum samar. “Bukan pilihan, Kek. Tapi jalan yang memang harus aku tempuh.”
Giovanni menatapku lama, lalu mengangguk berat. “Kau memang cucu sejati Valenza.”
Di depan altar, Leo berdiri dengan setelan jas hitam elegan. Wajahnya datar, dingin, tak menunjukkan sedikit pun emosi. Tatapannya tajam menembus siapa pun yang berani menatapnya terlalu lama.
Saat aku mendekat, mata kami bertemu.
Dia tidak tersenyum.
Aku pun tidak.
Tapi di dalam hatiku, aku berkata: Mulai hari ini, aku akan menjadi bagian dari duniamu, Leo. Entah sebagai pasanganmu... atau lawanmu.
Pendeta mulai membacakan janji suci. Suaranya bergetar lirih, namun tegas.
“Apakah Leonardo Alvarone, dengan tulus menerima Aurelia Valenza sebagai istrimu, dalam suka maupun duka, dalam sehat maupun sakit, dan berjanji setia hingga maut memisahkan?”
Leo menatapku lama. Sunyi. Semua orang menunggu. Kemudian, dengan suara dalam penuh wibawa, ia berkata:
“Ya. Saya terima.”
Suara itu menggema, membuat tubuhku sedikit bergetar.
Pendeta melanjutkan. “Apakah Aurelia Valenza, dengan tulus menerima Leonardo Alvarone sebagai suamimu, dalam suka maupun duka, dalam sehat maupun sakit, dan berjanji setia hingga maut memisahkan?”
Aku menarik napas panjang. Semua mata tertuju padaku. Papa Andro, Mama Marcella, Bianca, Dante, Mommy Isabella, Daddy Ardiano dan tentu saja kakek Vittorio—semua menunggu jawabanku.
“Ya. Saya terima.”
Pendeta tersenyum, menutup kitabnya. “Dengan ini, saya nyatakan kalian sah sebagai suami dan istri.”
Tepuk tangan terdengar pelan, sederhana, tanpa riuh.
Leo mendekat, meraih tanganku, lalu menciumnya sekilas. Hanya sekilas, dingin, tanpa rasa. Tapi cukup untuk membuat semua orang lega.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Aku menunduk hormat pada keluarga. “Mommy, Daddy... izinkan aku beristirahat sebentar sebelum resepsi. Aku lelah.”
Isabella mengangguk lembut, matanya penuh kasih. “Tentu, sayang. Kau harus istirahat.”
kakek gio ikut menimpali. “Pergilah, Aurel. Tapi jangan terlalu lama.”
Aku mengangguk, tersenyum sopan. “Baik, Kek.”
Leo hanya diam, menatapku dengan tatapan malas. “Jangan buat masalah.” Itu saja katanya.
Aku hanya menunduk, pura-pura patuh.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Aku melangkah keluar aula, ditemani dua pengawal yang ditugaskan mengawalku. Lorong hotel itu panjang, hening, hanya suara langkah kaki kami yang terdengar.
Tiba-tiba, salah satu lampu di langit-langit berkelip. Perasaanku langsung tidak enak.
“Non, kita percepat langkah,” ucap salah satu pengawal.
Aku mengangguk, mempercepat langkah. Namun baru beberapa meter, tiga pria berpakaian hitam muncul dari ujung lorong. Wajah mereka tertutup masker.
“Berhenti!” salah satu pengawal berteriak sambil mengeluarkan *ist*l.
Tapi sebelum sempat menembak, sebuah suara sret! terdengar. *isa* kecil menancap di leher pengawal pertama. Darah memancar.
“Pak Dario!!” pengawal satunya berteriak, hendak melindungiku. Tapi peluru mengenai dadanya. Tubuhnya ambruk seketika.
Aku mundur, napasku tercekat. “Siapa kalian?!”
Salah satu pria bertopeng mendekat, suaranya serak. “Tidak perlu tahu, nona cantik. Bos kami hanya ingin bicara denganmu sebentar.”
Aku melotot. “Beraninya kalian menyerang di hari pernikahanku?! Kalian tahu siapa suamiku?!”
Mereka tertawa dingin. “Mafia nomor satu? Justru itu alasannya. Kau terlalu berharga untuk dibiarkan di sisinya.”
Aku mencabut jarum kecil tersembunyi dari gaunku. Namun sebelum sempat menyerang, kain hitam tebal menutup wajahku.
“Awhh!!” aku berteriak, tapi suara teredam. Tubuhku digotong kasar.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Sementara Itu, di Aula Leo sedang duduk bersama Enzo, asistennya.
“Bos...” Enzo berbisik. “Kenapa wajah Anda begitu dingin? Aurel istri sah Anda sekarang.”
Leo mengisap rokoknya, menatap kosong ke arah pintu. “Untuk apa punya istri kalau lemah tidak bisa bikin apa. Tidak ada gunanya.”
Tiba-tiba salah satu pengawal masuk dengan wajah panik. “Tuan Leo!! Ada masalah... nona Aurelia...”
Leo langsung berdiri, rokoknya jatuh. “Apa?!”
Pengawal itu menunduk, suaranya gemetar. “Nona Aurelia... dia diculik!”
Semua orang di aula sontak berdiri. Isabella menutup mulutnya dengan teriakan lirih. Giovanni menghentakkan tongkatnya dengan marah tapi ia masih tetap tenang. sedangkan Marcella dan kedua anaknya tersenyum puas.
“Apa katamu?! Aurelia diculik?!”
Leo mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras. Sorot matanya berubah mengerikan.
“Siapa berani menculik aurelia di hari pernikahanku...” suaranya rendah, namun penuh ancaman.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
sementara aurel dalam mobil tidak sadarkan diri.
"Gelap. Kain masih menutup mataku. Tubuhku diikat. Nafasku tersengal, dadaku naik turun cepat."
"Aku bisa mendengar suara mesin mobil. Mereka membawaku entah ke mana."
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Leo menghempaskan meja di aula, suara pecahannya menggema. Semua orang terdiam.
“Cari dia. Hidup atau mati. Aku tidak peduli siapa musuhnya... malam ini juga, Aurelia harus kembali padaku.”