 
                            Keputusan gegabah membuat Sekar harus menderita, suami yang ia terima pinangannya 5 tahun lalu ternyata tak membawanya ke dalam kebahagiaan. Sekar harus hidup bersama ibu mertua dan kedua iparnya yang hanya menganggapnya sebagai pembantu.
Sekar yang merasa terabaikan akhirnya memilih kabur dan menggugat suaminya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Ikuti ceritanya setiap episode. Aku mohon jangan di lompat. Terima kasih 🙏🏼
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian Kesembilan
Reno kembali sore harinya, ia melihat Sekar sedang menyuapkan makanan ke mulut Arya. Tampak di samping keduanya sebuah bungkusan plastik berwarna putih.
"Lihat 'kan dia sudah sehat!" kata Reno tersenyum kepada istrinya.
"Iya. Karena aku membawanya berobat!" ucap Sekar dengan ketus.
"Kamu punya uang?" tanya Reno.
"Sejak kapan aku punya uang?" Sekar balik bertanya.
"Ya, aku enggak tahu. Bisa saja kamu menyisihkan uang belanja dariku," kata Reno asal.
"Sayang, pergilah ke kamar. Bawa mainanmu!" Sekar meminta putranya yang sudah selesai makan dan minum obat meninggalkannya biar tak mendengar perdebatan kedua orang tuanya.
"Iya, Bu!" Arya dengan patuh melangkah ke kamar.
"Uang belanja yang Mas Reno berikan selalu kurang. Bagaimana bisa aku menyisihkannya?" Sekar berkata menyindir.
"Lalu kamu pakai uang siapa buat bawa Arya berobat?" tanya Reno.
"Biaya berobat Arya ditanggung keponakannya Pak Karman," jawab Sekar.
"Kenapa harus dia?" tanya Reno heran. Ia juga kenal dengan keponakan pedagang nasi uduk itu karena pernah sekali bertemu saat di warung.
"Karena dia bersedia mengantarkan Arya ke klinik," jawab Sekar lagi.
"Maksudku kenapa harus laki-laki itu?" tanya Reno.
"Jadi siapa? Mas Reno?" Sekar balik bertanya dengan menyindir.
"Bukan begitu, Sekar." Reno mencoba membela dirinya agar tak disalahkan istrinya.
"Kalau bukan para tetangga di sini yang membantuku, aku enggak tahu bagaimana kondisi Arya!" kata Sekar meninggikan nada suaranya.
"Arya 'kan sakitnya tidak terlalu parah," ucap Reno dengan entengnya.
"Oh, mau Mas Reno anak kita kena penyakit yang parah?" tanya Sekar dengan nada marah.
"Bukan begitu, Sekar." Jawab Reno.
Sekar yang tak mau memperpanjang memilih berlalu. Ia sangat kesal, suaminya tak pernah peduli dengan dirinya dan anaknya.
Malam harinya, Sekar masih mendiamkan suaminya. Hatinya begitu sakit, apalagi tadi suaminya memilih keluar rumah sebentar buat mengisi perut. Sementara Sekar dibiarkannya, Reno beranggapan jika Sekar sudah memasak.
***
Sekar melakukan rutinitasnya seperti biasanya setelah Reno memberikan uang belanja dengan meletakkannya di nakas.
Sarapan pagi telah tersaji di meja makan, Reno pun menyantapnya sebelum berangkat kerja.
Dari kemarin sore sampai pagi, Reno sama sekali tak menanyakan kondisi kesehatan putranya. Reno benar-benar sangat cuek, ia tak pernah menganggap anaknya ada.
Reno pun berangkat kerja tanpa berpamitan, Sekar tak mempermasalahkannya karena hampir sering suaminya begitu.
Di perjalanan menuju tempat kerjanya, Reno berpapasan dengan Ryan. Ia lalu meminta Ryan menghentikan laju kendaraannya.
"Apa kamu keponakannya Pak Karman?" tanya Reno dengan nada ketus.
"Iya," jawab Ryan tersenyum.
"Jadi, kamu yang membantu mengantarkan anakku berobat?" tanya Reno lagi.
"Iya," jawab Ryan lagi.
"Terima kasih sudah membantu mereka. Tapi, lain kali enggak usah menjadi pahlawan. Kami bisa melakukannya sendiri!" kata Reno dengan angkuhnya.
"Tidak ada yang di sini menjadi pahlawan, cuma saling membantu antar tetangga. Mas Reno sendiri juga sebagai seorang ayah di mana saat anak sedang sakit?" tanya Ryan menyindir.
"Itu bukan urusan kamu, aku berada di mana. Urus kehidupan masing-masing!" jawab Reno kesal.
"Ya, kalau Mas Reno enggak mau orang lain ikut campur makanya istri dan anak diurus!" singgung Ryan.
"Kenapa kamu malah menjadi mengaturku? Memangnya siapa kamu?" Reno mulai tersulut emosi.
"Jika Mas Reno tak menginginkan Sekar dan Arya lagi. Saya siap menggantikan posisi Mas Reno di dekat mereka!" Ryan berkata dengan senyuman seringai.
Reno mengepalkan tangannya, ia merasa geram mendengar perkataan pria yang ada dihadapannya.
"Saya lagi buru-buru, permisi!" Ryan menyalakan mesin motornya dan berlalu.
Sore harinya, Reno kembali ke rumah. Ia tak melihat keberadaan Sekar dan putranya. Ia pun lalu mencarinya di luar, ternyata Sekar sedang menemani Arya bermain dengan anak-anak tetangganya.
"Sekar, itu Reno!" kata Windi kepada Sekar yang tak melihat keberadaan suaminya.
Sekar mengikuti arah pandangan Windi. "Tumben sekali dia menyusul kami!" batin Sekar.
"Kami duluan, ya!" kata Sekar lalu mengajak Arya pulang.
Reno berjalan terlebih dahulu menuju rumah dan Sekar menyusul dibelakangnya.
"Kamu 'kan tahu kalau jam segini aku sudah sampai di rumah," kata Reno membuka percakapan setibanya mereka di rumah.
"Mas Reno biasanya tak pernah mencari kami," singgung Sekar.
"Ya, karena tidak ada orang di rumah. Biasanya ada ibu, Lala dan Lulu," kata Reno beralasan.
"Memangnya Mas Reno mencari kami, ada keperluan apa?" tanya Sekar.
"Tidak ada apa-apa," jawab Reno.
"Makan malam di meja. Seluruh pekerjaan di rumah ini sudah aku selesaikan," kata Sekar.
"Aku cuma mau tahu, apa laki-laki itu ada ke sini tadi siang?" tanya Reno.
"Laki-laki mana?" tanya Sekar balik.
"Enggak usah balik bertanya dan pura-pura tidak tahu," jawab Reno kesal.
"Aku memang tidak tahu," ucap Sekar.
"Siapa tahu dia mau ketemu dengan kamu," kata Reno menuding.
"Kami tidak memiliki hubungan apa-apa. Jadi, buat apa dia ke sini," ucap Sekar.
"Baguslah kalau begitu," kata Reno.
***
Esok paginya, Lastri dan 2 anak perempuannya pulang setelah pergi selama 4 hari ke rumah saudaranya.
Seperti biasanya, Sekar harus melayani ketiganya dengan baik. Mulai menyediakan teh hangat dan mencuci pakaian kotor yang tak sempat dicuci beberapa hari di sana.
"Apa lauk dan sayur yang kamu masak hari ini?" tanya Lastri kepada menantunya.
"Ya, seperti biasa tempe orek dan sayur bayam rebus," jawab Sekar sembari meletakkan teh hangat di meja.
"Bosan sekali tiap hari begitu!" sahut Lala dengan wajah cemberut.
"Uangnya cuma cukup beli tempe dan bayam!" ketus Sekar sambil melirik suaminya yang asyik menikmati sarapannya.
"Beli nasi tempat Pak Karman saja!" usul Lulu.
"Iya, Bu!" sahut Lala setuju dengan kakaknya.
"Jangan suruh Sekar yang beli!" kata Reno.
"Memangnya kenapa? Adikmu capek, apalagi perjalanan sangat jauh!" kata Lastri menjelaskan.
"Biar aku saja yang membelinya, Bu. Sekalian mau ajak Arya jalan-jalan pagi dan juga belanja beras!" ucap Sekar.
"Ini uangnya!" Lastri menyodorkan uang 20 ribu. "Seperti biasa, Lala pakai ayam goreng!" lanjutnya.
"Iya, Bu!" Sekar menerima uang itu dan melangkah keluar rumah sembari membawa putranya.
Setelah Sekar menghilang dari pandangan mereka, Lastri kemudian bertanya kepada Reno. "Kenapa kamu melarang Sekar yang membeli sarapan kami?"
"Aku tidak mau dia bertemu laki-laki itu," jawab Reno.
"Laki-laki siapa?" tanya Lastri lagi.
"Keponakannya Pak Karman?" tebak Lulu.
"Iya," jawab Reno.
"Memangnya kenapa dia?" tanya Lastri.
"Aku enggak mau dia mengganggu Sekar, Bu." Jawab Reno lagi.
"Kak Reno cemburu?" tanya Lulu.
"Aku enggak suka aja dia dekat-dekat dengan Sekar," jawab Reno kembali.
"Ya ampun, Reno. Memangnya ada yang mau dengan istrimu itu?" Lastri bertanya dengan tertawa meledek.
"Kak Sekar itu enggak ada menariknya. Tidak mungkin keponakannya Pak Karman suka dengannya. Kak Sekar beda dengan Kak Ayu," ucap Lulu juga tersenyum menghina.
"Kamu enggak usah cemburu dengan Sekar. Kalau perlu kamu ceraikan saja dia!" kata Lastri memberikan saran.