Menikah Dengan Laki Laki Tengil

Adit Pov.

Aku termenung di balkon kamarku memikirkan segala hal yang sudah terjadi dalam hidupku selama kurang lebih sepuluh tahun ini.

Dadaku terasa sesak setiap kali teringat bagaimana keluargaku sendiri seperti mencampakkan diriku selama ini.

Bagi kalian mungkin aku lebay, tapi kalian tidak merasakan jadi aku. Hidup tanpa kehadiran keluarga selama sepuluh tahun, itu bukan yang mudah untuk aku lalui.

" Haruskah aku maafkan mereka?." Aku tertunduk lesu karna ego dan hati kau seperti berperang di dalam sana. Di lubuk hatiku yang paling kecil aku tidak tega melihat mami dan kaka elis menangis melihat sikapku, tapi egoku mengatakan mereka pantas mendapatkan kebencianku.

" Sebaiknya aku segera mandi dan pergi dari sini." Aku memilih segera masuk ke dalam kamar dan membersihkan badanku yang terasa lengket karna aku baru saja selesai olahraga sore.

Tidak butuh waktu lama untukku membersihkan diri. sekarang aku sudah keluar dari kamar mandi dan segera menuju walk in closet untuk memakai pakaian.

Waktu sudah hampir magrib ketika aku turun ke lantai satu. Oh ya sekarang aku sedang berada di kediamanku sendiri. Rasanya aku sudah terlalu lama menginap di rumah papa Ahmad jadi aku memilih untuk pulang ketika mami dan papi sudah pulang terlebih dahulu.

" Pi, bagaimana caranya supaya Adit gak benci lagi sama kita?."

Aku memilih menghentikan langkahku begitu mendengar suara mami yang bergetar menahan tangis. Hatiku sebenarnya tidak tega melihat mami terus menangis sejak kepulangan beliau waktu itu. Namun untuk memaafkan aku belum bisa melakukannya.

" Sabar sayang, Mungkin Adit cuma butuh waktu saja untuk mendamaikan pikirannya. "

Papi terus berusaha menenangkan mami setiap kali beliau menangis. Aku memilih berdiam diri di tempatku sekarang sambil mendengarkan percakapan mami dan papi.

" Kita salah pi hiks, semua salah kita."

Mami sesegukan di dalam. pelukan papi. Aku menundukkan kepala ku merasa bersalah atas tangisan mami.

" Iya mi, ini memang salah kita, tidak seharusnya kita meninggalkan Adit sendirian waktu itu, seharusnya kita membawa dia juga bersama kakaknya."

Hatiku bergetar mendengar suara parau papi. Laki laki yang biasa terlihat begitu tegar dan berwibawa kini terlihat begitu kacau hanya karna diriku.

" Adit."

Aku terlonjok kaget mendengar suara lembut seorang perempuan yang kini sedang berdiri di belakang tubuhku.

Aku menatap perempuan itu dengan datar. Sebenarnya aku sangat ingin memeluknya seperti dulu. Aku ingin bermanja kepadanya seperti dulu sebelum dia di bawa pergi oleh mami dan papi, namun lagi lagi egoku mengurungkan niatku untuk memeluknya.

"Gue tau, lo mungkin sakit hati dengan sikap mami dan papi selama ini bahkan mungkin gue juga ikut andil dalam rasa sakit lo itu."

Aku tidak bereaksi dengan kata kata kak elis. Sakit hati?, itu sudah pasti. Mereka bahkan tidak tau apa aja yang sudah aku lalui selama bertahun-tahun tanpa mereka.

" Gue mohon dit, setidaknya kalo lo emang belum bisa maafin papi sama gue, tolong jangan sakitin hati mami."

Aku mengalihkan tatapan ku sejenak mendengar kak elis memohon sambil mengeluarkan air matanya.

"Setidaknya demi mami aja dit, gue mohon.". Ucap kak Elis sambil menangkup kan kedua tangannya penuh permohonan.

" Apa perlu gue berlutut sama lo, gak papa asal lo mau bicara sama mami."

Aku terkejut melihat kak Elis benar benar berlutut di hadapanku.

" Apa yang lo lakukan?." Aku berdesis melihat kak Elis bersimpuh di bawah kakiku. Rasanya aku benar-benar tidak pantas di perlakuan seperti itu.

" Gue mohon Ditt." Kak Elis tidak peduli dengan perkataanku , Dia terus memohon sambil berlutut dan menatap aku dengan mata sembabnya.

Aku tidak tau harus berbuat apa, sehingga tanpa memperdulikan kak Elis yang masih dalam. posisi berlutut , Aku segera pergi meninggalkan dia untuk melanjutkan tujuanku yang sebelumnya.

" Adit kamu mau kemana, ini udah senja nak."

Aku kembali menghentikan langkahku begitu mendengar suara mami yang masih sedikit parau karna baru selesai menangis.

" Aku ada urusan, tidak usah menungguku mungkin aku tidak akan pulang." Aku menjawab pertanyaan mami tanpa membalikkan badanku

Setelah itu aku langsung berlalu keluar meninggalkan rumah tanpa mempedulikan panggilan papi yang memanggil namaku.

Aku melajukan motorku dengan kecepatan tinggi. Tanpa terasa air mataku mengalir mengingat semua hal pahit yang aku lalui selama bertahun-tahun.

Aku mengingat bagaimana dulu aku di culik oleh pamanku sendiri yang bernama Burhan. Dia adalah adik dari papi dan juga papa Ahmad namun dia tidak menyukai kami karna tidak Terima dengan warisan yang dia Terima.

Bukan sekali dua kali aku hampir bersada di penghujung maut karna di culik, entah oleh om Burhan maupun oleh pesaing bisnis papi.

Bahkan luka luka bekas pukulan mereka masih membekas di beberapa bagian tubuhku, dan saat saat itu mami dan papi tidak pernah ada di sampingku. Hanya papa, mama dan juga bang Ardiy dan bang Andre yang akan selalu ada sejak dulu.

Jika mengingat semua itu rasanya sangat sulit untuk memaafkan mereka semua, karna rasanya tidak adil sakit hatiku hanya di balas dengan rasa maaf.

Kurang lebih satu jam, Aku akhirnya mengentikan motorku di depan sebuah cafe yang bernama love cafe. Aku bergegas masuk dan berjalan menuju meja kasir.

" Bos, akhirnya lo datang juga." sapa karyawan yang berada di balik meja kasir.

" Iya, gue mau ngecek pemasukan dan pengeluaran untuk bulan ini." Ucapku kepada karyawan itu.

Yahh cafe yang saat ini aku pijak adalah cafe yang aku bangun sendiri tiga tahun lalu. Cafe ini adalah hasil kerja kerasku sendiri.

Aku sangat bangga kepada diriku sendiri karna cafe yang aku bangun selalu ramai setiap harinya.

Selain cafe, aku juga punya restoran makanan nusantara di samping cafe ini. Dan itu punyaku bersama bang Andre, karna kami berdua yang mengumpulkan modal. untuk membangun restoran tersebut.

" Ya udah , gue naik dulu ke atas, suruh joe nanti mengantarkan laporan keuangan ke ruangan gue."

Karyawan bagian kasir itu mengangguk mendengar perintah ku. Dan aku segera naik ke lantai dua di mana ruangan ku berada.

Aku bersantai sambil menikmati es coffe yang di sajikan oleh salah satu karyawan di cafe sambil menunggu kedatangan joe.

Tidak lama kemudian joe akhirnya datang dan aku segera mengecek laporan bulanan dan syukurnya tidak ada kendala selama sebulan ini.

Aku cukup bersyukur karna love cafe tidak terlalu banyak masalah selama tiga tahun ini. Kadang hanya masalah kecil saja yang masih bisa aku selesaikan sendiri.