NovelToon NovelToon
Misteri 7 Sumur

Misteri 7 Sumur

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Rumahhantu / Mata Batin / Hantu
Popularitas:595
Nilai: 5
Nama Author: Artisapic

Setelah mendapatkan air sumur pertama, kedua, ketiga, keempat , kelima, dan keenam, tinggal ketujuh....konon di sumur inilah telah banyak yang hanya tinggal nama.....mengerikan !

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB XIII JALAN BUNTU

     Malam itu masih di sekitar sumur kanugrahan, Kundil menjelaskan kembali permasalahan tadi. Sementara orang-orang yang mendengarkan semakin penasaran akan cerita dari Kundil. Sabdo kembali bertanya.

     " Jadi Badranaya dan Badranala itu kakak adik, apakah mereka punya saudara yang lain ki sanak ?" tanya kundil.

    " Punya, yaitu seorang adik yang bernama Badra Kencana, nah....adiknya ini yang menyuruh kedua kakaknya untuk ke bumi ini," jelas Kundil.

    Setelah mereka saling bercengkrama, dan sumur pun sudah jadi, maka mereka segera meninggalkan tempat itu untuk kembali ke kampung tadi. Dalam perjalanan itu kedua trisula dibawa oleh Sabdo sedangkan kerisnya oleh salah satu warga. Sesampainya di kampung itu mereka menemui Sanjaya, lalu menyerahkan ketiga keris tadi kepada Sanjaya.

    Kembali di malam itu Sanjaya memberi jamuan untuk Sabdo dan Kundil. Mereka menikmati jamuan itu sambil bercerita tentang pembuatan sumur tadi dari awal sampai akhir juga cerita penemuan pusaka tadi kepada Sanjaya dan para warga.

    Setelah menceritakan semuanya, Sabdo dan Kundil berpamitan namun dilarang oleh Sanjaya agar mau menerima tanah untuk membangun tempat istirahat. Tetapi Sabdo dan Kundil menolaknya dengan alasan akan melanjutkan perjalanan ke dusun Manswapati, maka keesokan harinya mereka berpamitan.

    Di jalam menuju daerah Manswapati itu, banyak arah dan jalur, namun nanti di ujung jalan akan menemui jalan buntu. Setelah memilih jalan yang disepakati berdua, maka perjalanan kembali dilanjutkan.

    " Semoga tidak bertemu jalan buntu ya ki sanak, karena akan ada masalah lagi," kata Kundil.

    " Semoga saja ki sanak," jawab Sabdo.

      Mereka berdua akhirnya melalui hamparan sawah dengan jalan sedikit menanjak, lalu di ujung sana tampak sebuah warung yang berdiri tanpa bangunan lain. Begitu sudah dekat, terlihat seorang kakek duduk di serambi sambil menikmati kawungnya. Sabdo dan Kundil akhirnya memberi salam lalu memilih tempat duduk.

    " Ada kopi hitamnya kek, buatkan dua gelas ya," kata Sabdo.

    " Ada ki sanak, iya....duduk saja dulu," jawab kakek sambil mempersilahkan duduk.

    Lalu kakek itu membuatkan kopi dua gelas dan menyuguhkan kopi itu kepada Sabdo dan Kundil, kemudian kakek tadi meneruskan hisap kawungnya. Sambil menikmati kopi itu, Sabdo dan Kundil saling mengobrol.

    " Tadi kita di kampung itu, mengenal Sanjaya, dan menurut ki sanak bahwa dia itu keturunan Lurah, tapi kenapa justru daerahnya dikuasai oleh orang lain," kata Sabdo.

    " Betul, dan kini mereka justru kembali memiliki daerah itu lagi," sambung Kundil.

     " Justru itu kembalinya Sanjaya berarti ia akan menjadi terkenal lagi dan bisa memimpin daerah itu," kata Sabdo.

    " Iya, tapi siapa pelindungnya, saya kawatir kalau terjadi penyerbuan di situ maka tidak ada pemimpinnya," sambung Kundil.

    " Saya yakin ada panglimanya, apalagi yang berhasil menewaskan penunggang kuda waktu di warung, ia kayaknya bukan orang sembarangan," kata Sabdo.

     Mereka asyik mengobrol kejadian di kampung itu dari awal sampai akhir, membuat kakek penunggu warung jadi ikut mengobrol juga. Dengan sedikit bicara ia berkata.

    " Terus gimana lanjutannya," kata kakek tadi.

    " Oooh kakek dengar juga rupanya," kata Kundil.

    " Mungkin kakek kenal juga sama orang-orang di kampung itu ya," kata Sabdo sambil bertanya.

    " Begini ki sanak, saya ini dulu di kampung itu, hanya karena ada penyerbuan dari daerah lain, saya akhirnya keluar dari situ dan akhirnya hidup di sini," kata kakek.

    " Kakek kenal dengan Sanjaya dong," kata Kundil.

    " Kenal sih tidak , waktu itu Sanjaya masih kecil, jadi saya belum mengenal betul, apalagi dia kan anak Lurah," kata kakek.

    Mereka melanjutkan obrolannya hingga datang seorang pemuda dari jalan belakang warung, Sabdo dan Kundil kaget melihat sosok pemuda itu adalah Sanjaya, begitupun dengan Sanjaya, ia terperanjat melihat Kundil dan Sabdo di situ. Mereka saling tunjuk.

    " Hah.....Sanjaya...kamu mau kemana, tanya Sabdo.

    " Ini bapakku Sabdo, Kundil, beliau ini seorang Lurah, hanya karena penyerbuan dari mereka itu, bapakku di sini untuk bersembunyi, beliau ini Lurah Wirata," kata Sanjaya.

    Kemudian mereka saling berpelukan, antara Sanjaya dan Lurah Wirata. Sementara itu, Sabdo dan Kundil membayar kopi dan makanan, namun kakek tadi alias Lurah Wirata menolaknya dan Sanjaya tersenyum melihat semua itu. Lalu beberapa saat kemudian, muncul beberapa orang dari warga kampung tadi. Mereka kemudian membuat gubuk serta memindahkan warung itu, dan setelah semua barang sudah pindah, maka dibangunlah sebuah tempat persinggahan.

     Sementara Sabdo dan Kundil meneruskan perjalanan ke arah yang lain dikarenakan jalan yang ia lalui tadi adalah jalan buntu.

    Perjalanan mereka menuju Manswapati kini telah tiba di persimpangan. Setelah menanyakan kepada orang-orang yang bertemu di tempat itu , akhirnya dari persimpangan itu mereka memilih jalan ke kanan. Sabdo dan Kundil menyelusuri jalan itu hingga bertemu dengan hamparan luas dengan semak-semak di tepi jalan. Beberapa langkah menyelusuri jalan itu, banyak masyarakat berlalu lalang sambil membawa hasil bumi. Begitu memasuki gang kecil, mereka menjumpai warung kecil, terlihat seorang nenek sedang menyuguhkan secangkir kopi kepada seorang pembeli. Nenek itu berpenampilan sedikit menarik, dengan rambut diikat dan berpakaian seperti seorang pendekar, membuat Sabdo dan Kundil menjadi penasaran. Akhirnya mereka memesan kopi.

" Apakah ki sanak akan masuk ke kampung ini ?" tanya perempuan itu.

" Iya nyi...kenapa ya?" jawab Sabdo sambil bertanya.

" Hati-hati ki sanak, banyak penyamun di sini," kata perempuan itu.

" Ooooh....terus sekarang masih sering berbuat onar nyi" kata Kundil.

" Masih, apalagi pas akhir bulan, ada saja warga yang disiksa bahkan ada juga yang meninggal," kata perempuan itu.

Sabdo dan Kundil akhirnya mengerti juga permasalahan di kampung itu, mereka akan mencari siapa yang melindungi penyamun-penyamun itu. Sambil bercerita, pemilik warung itu menjelaskan lokasi dan tempatnya, bahkan secara gamblang tentang penyamun itu.

Setelah mendengarkan penjelasan itu, mereka melanjutkan perjalanan untuk menemui ketua adat di situ. Sambil berjalan di gang kampung itu mereka melihat banyak warga yang sedang menumpuk hasil bumi di teras rumah.

" Kang....di sini saja menumpuknya, nanti bisa marah tuh si pembajak itu," kata seorang perempuan.

" Iya....nanti di angkut kalau mereka datang," kata pria yang sedang menumpuk karung.

" Sampai kapan ya kang, hasil bumi kita tiap panen selalu ludes di bawah mereka, padahal kita disini menggarap tanah sendiri," kata perempuan itu.

" Nanti juga ada yang membela kita Nyi," kata pria itu.

Sabdo dan Kundil mendengar percakapan mereka, dan semua jelas serta sama dengan cerita si pemilik warung tadi. Sabdo dan Kundil akhirnya melanjutkan perjalanan untuk menemui ketua adat. Setelah mencari alamat ketua adat, Sabdo dan Kundil memasuki jalan menuju ke rumah adat yang posisinya berada di tengah-tengah kampung.

Setelah mereka sampai di depan rumah itu, mereka melihat ada beberapa orang sedang marah-marah di hadapan seorang kakek yang duduk sambil menunduk.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!