NovelToon NovelToon
KARENA MEMBUKA MATA BATIN

KARENA MEMBUKA MATA BATIN

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Iblis / Mata Batin / Kutukan / Tumbal
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Archiemorarty

JANGAN ABAIKAN PERINGATAN!

Sadewa, putra seorang pejabat kota Bandung, tak pernah percaya pada hal-hal mistis. Hingga suatu hari dia kalah taruhan dan dipaksa teman-temannya membuka mata batin lewat seorang dukun di kampung.

Awalnya tak terjadi apa-apa, sampai seminggu kemudian dunia Dewa berubah, bayangan-bayangan menyeramkan mulai menghantui langkahnya. Teror dan ketakutan ia rasakan setiap saat bahkan saat tidur sekali pun.

Sampai dimana Dewa menemukan kebenaran dalam keluarganya, dimana keluarganya menyimpan perjanjian gelap dengan iblis. Dan Dewa menemukan fakta yang menyakiti hatinya.

Fakta apa yang Dewa ketahui dalam keluarganya? Sanggupkah dia menjalani harinya dengan segala teror dan ketakutan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 22. MARAH

Suasana mencekam itu seketika terguncang oleh suara derap langkah cepat dari luar rumah. Pintu kayu yang tadi terayun kini terhempas keras, membuat semua orang di dalam ruangan menoleh serentak.

Sosok tinggi berwajah keras dengan sorot mata penuh bara berdiri di ambang pintu. Dialah Ayah Sadewa. Wajahnya berlumur debu perjalanan, napasnya terengah, namun yang paling mencolok adalah sorot matanya, marah bercampur khawatir.

"Apa yang kalian lakukan?!" suaranya menggelegar, bagai petir yang memecah malam. "Kenapa rumahku jadi porak-poranda begini?! Mana ibumu, Sadewa?!"

Sadewa tercekat, mulutnya terbuka tanpa suara. Ia hanya bisa memeluk tubuh ibunya lebih erat, seolah takut kehilangan yang tersisa.

Ayahnya melangkah maju, tatapannya menyapu ruangan, kaca pecah, perabot hancur, noda darah, dan anak-anaknya yang ketakutan. Pandangannya berhenti pada tubuh istrinya yang terkulai di pelukan Sadewa. Wajahnya mendadak pucat, lalu seketika merah padam.

"Apa yang terjadi pada ibumu?!" bentaknya, kali ini lebih tajam.

Naras, yang sejak tadi tergeletak pingsan, mulai sadar. Dengan susah payah ia bangkit, wajahnya masih pucat pasi, namun matanya memandang ayah mereka dengan campuran takut dan bingung.

"Ayah?" panggil Naras dengan suara serak, "Ibu ... Ibu bukan seperti biasanya."

Ayah menoleh cepat, menatap Naras dengan sorot tajam."“Bicara yang jelas! Apa maksudmu?!"

Dian yang masih gemetar di sisi Sadewa akhirnya angkat suara. Tubuhnya masih menggigil, tangannya meremas ujung kain, namun kata-kata itu keluar dengan terbata.

"Ibu kerasukan, Yah. Matanya merah, suaranya bukan suara Ibu. Dia ... dia menyerang kami."

Naras menambahkan dengan napas terputus-putus. "Ibu menjerit lalu tubuhnya seperti dikendalikan sesuatu, aku mencoba menahannya, tapi aku terhempas. Mbok Sukma juga. Kami tidak berdaya."

Air mata Dian mengalir, wajahnya menengadah ke arah ayah mereka. "Makhluk itu, dia bilang akan mengambil Sadewa dan kalau tidak, Ibu yang akan mereka bawa. Lalu sukma Ibu ... ditarik pergi."

Hening mencekam jatuh setelah kata-kata itu. Hanya suara angin yang meraung di luar rumah.

Ayah Sadewa terdiam, wajahnya mendadak pucat pasi. Tangannya bergetar ketika menatap tubuh istrinya yang tak bergerak di pelukan putra bungsunya. Perlahan, ia melangkah maju, lututnya goyah, lalu jatuh berlutut di sisi Sadewa. Dengan tangan kasar namun kini gemetar, ia meraih tubuh istrinya.

"Istriku," panggilnya, suaranya pecah. "Bangunlah, jangan tinggalkan aku."

Ayah Sadewa, mengguncang tubuh perempuan itu, berharap ada reaksi, namun hanya napas tipis yang keluar, tanpa suara, tanpa tatapan. Mmbuatnya takut, membuat darahnya serasa berhenti mengalir.

"Tidak, ini tidak mungkin," seru ayah Sadewa yang berubah panik. "Katakan padaku kalian bohong! Katakan padaku ini hanya mimpi buruk!"

Sadewa yang masih memeluk ibunya menatap ayahnya dengan mata bengkak. "Ayah, makhluk itu benar-benar membawa Ibu. Aku ... aku nggak bisa berbuat apa-apa."

Ayah menatap putranya dengan wajah campuran marah dan ketakutan. "Kenapa kamu biarkan ini terjadi, Sadewa?! Kamu anak laki-laki, kamu seharusnya melindungi ibumu!"

Kata-kata itu menusuk dada Sadewa lebih dalam dari belati. Air matanya jatuh lebih deras, tubuhnya terguncang. "Aku sudah mencoba, aku sudah memanggilnya, tapi Ibu tidak bisa kembali."

Arsel yang berdiri di belakang akhirnya angkat bicara, suaranya tenang namun penuh wibawa. "Pak, jangan salahkan Sadewa. Ini bukan kesalahannya. Makhluk itu sudah mengincarnya sejak lama. Tubuh istri Anda dijadikan wadah, dan sukma beliau ditarik ke perbatasan."

Ayah menoleh cepat, matanya merah. "Kalian siapa?! Kenapa kalian ada di rumahku?! Kalian membawa malapetaka ini, bukan?!"

Tama maju selangkah, menahan nada keras ayah Sadewa dengan suara tegas. "Kami di sini justru untuk melindungi Sadewa. Kalau bukan karena kami, mungkin seluruh rumah ini sudah habis. Percayalah, kami ingin menyelamatkan istri Anda."

Ayah terdiam, rahangnya mengeras. Matanya menatap tubuh istrinya lagi, lalu suara parau keluar dari bibirnya. "Mereka ... benar-benar membawa jiwanya?"

Arsel menunduk pelan. "Ya. Tapi tubuhnya masih hidup. Itu artinya ada kesempatan. Jika kita bisa menjemput kembali sukmanya, dia bisa diselamatkan."

Ayah mendekap tubuh istrinya erat-erat, wajahnya terkubur di bahu yang dingin. Air matanya jatuh membasahi kain lusuh yang dikenakan istrinya. Pria keras itu, yang jarang sekali menunjukkan kelemahan, kini menangis terbuka di hadapan anak-anaknya.

"Istriku, maafkan aku ... aku tidak ada di sini saat kau butuh aku, maafkan aku," ucap ayah Sadewa lirih.

Naras menunduk, matanya berkaca-kaca. Dian kembali menangis terisak, tubuhnya merunduk di sudut. Sadewa hanya bisa terdiam, hatinya perih mendengar ayahnya menangis.

Arsel menatap ke arah Tama dengan sorot mata penuh arti. Keduanya tahu, waktu mereka tidak banyak. Jika sukma itu terus ditahan di perbatasan terlalu lama, tubuh yang kosong ini akan menjadi beku, dan kesempatan untuk menyelamatkan Ibu Sadewa benar-benar hilang.

Namun bagaimana cara menjelaskan semua itu kepada seorang ayah yang baru saja kehilangan istrinya di depan mata?

Suasana hening yang dipenuhi tangisan itu tiba-tiba pecah oleh suara aneh dari luar rumah. Angin yang tadinya berhembus pelan kini berubah menjadi raungan panjang, mengguncang dinding bambu rumah mereka. Lonceng angin yang tergantung di beranda berdering liar, seolah diguncang tangan tak kasat mata.

"Arsel," bisik Tama, matanya menyipit menatap pintu yang masih terbuka. "Mereka belum pergi."

Arsel menoleh cepat, tatapannya penuh kewaspadaan. Ia dapat merasakan hawa pekat yang merayap masuk, lebih dingin dari udara malam. Bayangan hitam bergerak di sela pepohonan, menyusup semakin dekat.

Ayah Sadewa yang masih mendekap tubuh istrinya mendongak, wajahnya basah oleh air mata.

"Apa lagi ini?!" seru ayah Sadewa, parau, tercampur marah dan takut.

Arsel berdiri tegak, tubuhnya seolah menjadi benteng di hadapan keluarga itu. "Makhluk yang membawa sukma istri Anda belum puas. Mereka akan kembali, dan kali ini mereka datang untuk Sadewa, atau anggota keluarga yang lain."

Kata-kata itu membuat Sadewa terlonjak kecil. Ia memeluk tubuh ibunya lebih erat, namun tubuh itu dingin, hampa, hanya raga tanpa jiwa.

Ayahnya bangkit berdiri, wajahnya masih murka, namun di baliknya jelas ada kegoyahan. "Kalian bicara apa?! Sukma istriku ... makhluk perbatasan? Itu semua omong kosong!" Ia menggeleng keras, seakan menolak kenyataan. "Yang aku tahu, istriku terbaring tak sadarkan diri dan kalian semua di sini bicara tentang hal-hal gila!"

Tama melangkah maju, menatap tajam ke mata Ayah Sadewa. "Pak, dengarkan baik-baik. Istri Anda masih bisa diselamatkan, tapi waktunya tidak banyak. Tubuhnya akan membeku jika sukmanya terlalu lama ditahan. Satu-satunya jalan adalah menghadapi mereka, memaksa mereka mengembalikannya."

Ayah terdiam, rahangnya mengeras. Ia ingin membantah, tapi di telinganya masih terngiang kata-kata anak-anaknya, Naras yang bilang ibunya berubah, Dian yang menangis menyebut sukma ibunya ditarik pergi. Dan kini tubuh yang ia peluk memang terasa aneh: ada napas, ada hangat samar, tapi kosong.

Lalu terdengar lagi suara dari luar. Kali ini lebih dekat. Seperti derap kaki banyak orang, namun tidak wajar, karena bunyinya seolah kering, seret, bercampur erangan panjang. Dari celah dinding bambu, bayangan-bayangan gelap tampak bergerak, tubuh mereka tinggi, berpunuk, dengan mata merah yang menyala di kegelapan.

Dian menjerit dan menutupi wajahnya. Naras memeluk adiknya dengan tubuh masih lemah, namun jelas sama ketakutannya.

Arsel menghunus keris yang terselip di pinggang, cahaya tipis dari logamnya berkilat menembus remang. "Mereka datang."

Sadewa merasakan jantungnya berdentum keras. Telinganya berdenging, tubuhnya bergetar, tapi entah dari mana, ada semacam keberanian yang merayap ke dalam dadanya. Ia menatap ayahnya yang berdiri kaku dengan rahang mengeras.

"Ayah, aku nggak mau kehilangan Ibu. Tolong, jangan tolak kata mereka. Kita harus melawan," kata Sadewa.

Ayah menatap putranya lama, wajahnya diliputi badai emosi. Marah, takut, bimbang, sekaligus cinta yang tak terucap. Lalu, di luar, suara raungan semakin keras, bayangan semakin dekat, dan pintu rumah mulai bergetar seakan hendak dihancurkan.

Pria keras itu akhirnya menggertakkan gigi, lalu berdiri di samping Arsel. "Kalau benar mereka ingin istriku, aku tidak akan tinggal diam. Tunjukkan padaku bagaimana caranya."

Arsel menoleh sekilas, lalu mengangguk. "Pegang teguh niatmu. Jangan gentar ketika mereka menampakkan wujud aslinya. Yang aku minta adalah, tolong jaga raga kami di sini sedangkan kami akan masuk ke alam mereka bersama Sadewa."

Tama mengangkat tangannya, membuat lingkaran dengan abu dupa yang ia ambil dari wadah di sudut ruangan. Asap tipis mengepul, menciptakan batas samar di lantai.

"Semua duduk di dalam lingkaran ini. Apa pun yang terjadi, jangan sampai keluar," perintah Tama yanh kini membuat pagar gaib untuk mereka.

Ayah Sadewa menatap lingkaran itu dengan kening berkerut, namun ia menuruti, menarik Naras, Dian, Mbok Sukma, dan Sadewa ke dalamnya, sambil tetap memegang tubuh istrinya yang terkulai.

Lalu pintu depan rumah terhempas keras, terbuka lebar. Angin hitam menyapu masuk, membuat api lampu minyak hampir padam. Di ambang pintu berdiri sosok-sosok tinggi dengan tubuh berbalut kabut gelap, wajahnya samar, hanya mata merah yang berkilat tajam.

Suara mereka bergema, bukan keluar dari mulut, melainkan langsung menusuk ke dalam kepala semua orang yang ada di sana.

"Serahkan anak itu. Kalian sudah berjanji."

Sadewa menggigil, namun ia meraih tangan ayahnya, memeluk erat. Ayahnya menatap makhluk itu dengan sorot marah, lalu menunduk menatap anaknya. Untuk pertama kalinya, Sadewa melihat ketakutan yang begitu nyata di mata ayahnya, namun juga tekad yang sama besarnya.

Arsel mengangkat tangannya, seketika sekitar bergetar seolah menolak kegelapan. "Jika kalian ingin anak ini, kalian harus melewati kami dulu. Kalian hanya makhluk hina yang selalu menjerumuskan manusia."

Suara makhluk-makhluk itu bergemuruh, seperti tawa yang menggema dari dasar gua.

Ayah Sadewa mengepalkan tangan. "Apa pun yang harus kulakukan, aku akan melakukannya. Demi istriku. Demi anak-anakku."

Dan malam itu, untuk pertama kalinya, ia bukan hanya seorang ayah yang penuh murka, tapi seorang pejuang yang rela menantang kegelapan demi keluarganya.

Sampai sebuah kebenaran akan menghancurkan hati Sadewa kelak.

1
Deyuni12
Arsel 🥺
Deyuni12
lanjuuuuuut
Deyuni12
semakin menegangkan
Miss Typo
semangat kalian bertiga, semoga bisa 💪
Miss Typo: baru 2 bab 😁✌️
total 1 replies
Deyuni12
lagi akh 😅😅
Miss Typo
kok aku jadi terhura nangis lagi nangis mulu 😭
Deyuni12
lagiiiiiii
Deyuni12
ada kabut apa sebenarnya d keluarga dewa sebelumnya,masih teka teki n masih samar,belum jelas apa yg terjadi sebetulnya.
ikutan emosi,kalut,takut n apa y,gtu lah pokoknya mah
Deyuni12: kasih tau aku y kalo udah ketahuan 😄
total 2 replies
Deyuni12
orang yg tidak d harapkan malah pulang, hadeeeh
Archiemorarty: Ndak kok /Slight/
total 3 replies
Miss Typo
belum tau siapa orang yg bikin Dewa jadi tumbal, dari awal aku pikir ayahnya tapi dia gak percaya hal begituan, atau kakek neneknya dulu atau siapa ya??? 😁
Miss Typo: masih mikir 😁
total 2 replies
Miss Typo
saat kayak gitu malah ayahnya mlh pulang ke rumah, bikin geram aja tuh orang 😤
Miss Typo: geram sm ayahnya Dewa 😤
total 2 replies
Deyuni12
bacanya menguji adrenalin
Deyuni12
semangat dewa
Deyuni12
huaaa
ternyata bener kn jadi tumbal
Deyuni12: hayoo sama siapa hayooo
total 2 replies
Deyuni12
masa iya dewa d jadikan tumbal sama leluhurnya..hm
Deyuni12
what!!!
kenapa si dewa ini
Deyuni12: hayooo othor,kamu apain itu dewaaaa
total 2 replies
Miss Typo
tiap baca tegang tapi juga penasaran,,, semangat Dewa Arsen dan Tama
Miss Typo
semoga kamu kuat kamu bisa Dewa bersama Arsen dan Tama
Miss Typo
kuat Sadewa kuat, kamu pasti bisa
Miss Typo
dari awal dah menduga jadi tumbal tapi okeh siapa?
apa ayahnya Dewa???
Miss Typo: kalau othor mh jelas nulis banyak, sedangkan diriku komen dikit aja typo mulu, makanya nama disini Miss Typo hehe
total 7 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!