Harusnya, dia menjadi kakak iparku. Tapi, malam itu aku merenggut kesuciannya dan aku tak dapat melakukan apapun selain setuju harus menikah dengannya.
Pernikahan kami terjadi karena kesalah fahaman, dan ujian yang datang bertubi-tubi membuat hubungan kami semakin renggang.
Ini lebih rumit dari apa yang kuperkirakan, namun kemudian Takdir memberiku satu benang yang aku berharap bisa menghubungkan ku dengannya!
Aku sudah mati sejak malam itu. Sejak, apa yang paling berharga dalam hidupku direnggut paksa oleh tunanganku sendiri.
Aku dinikahkan dengan bajingan itu, dibenci oleh keluargaku sendiri.
Dan tidak hanya itu, aku difitnah kemudian dikurung dalam penjara hingga tujuh tahun lamanya.
Didunia ini, tak satupun orang yang benar-benar ku benci, selain dia penyebab kesalahan malam itu.~ Anja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atuusalimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 7, part 2
Bukan hal ini yang ia rencanakan dalam hidupnya. Harusnya, sekarang dia sedang mempersiapkan skripsi, fokus pada biaya siswa yang dikejarnya, paling tidak panik karena sosok misterius yang tak pernah absen menaruh coklat juga kata-kata manis itu barang kali sudah disadari oleh pria yang diam-diam dikaguminya sekarang.
Namun, dia masih duduk tanpa mengatakan satu patah katapun . Semua orang mengambil keputusan atasnya, sebagian orang terus menuduhnya. Dia ada saat orang-orang terus berdebat kemudian mengambil keputusan yang kata mereka baik untuknya.
Hal baik apa?
Duduk sebagai mempelai wanita dari pria yang sudah menghancurkannya?
Tidak ada lagi gaun panjang yang ia impikan diatas altar merah, tidak juga malam pertama mendebarkan yang dinantikan sepasang pengantin. Ia bahkan tak tau bagaimana caranya dan sejak kapan akhirnya dia telah sah menjadi seorang istri dari pria yang seharusnya memanggilnya kakak ipar.
"Ini yang kamu mau kan? Ini yang sudah kamu rencanakan,kan? Bukankah seharusnya kamu bahagia, mengapa terus diam seperti ini, kenapa tak bersiap-siap untuk malam pengantin kita?" Tekan Reka dengan senyum melecehkan.
Kedua tangannya dicekal, tubuhnya dibaringkan dengan posisi Reka nyaris menindihnya.
"kamu sendiri yang memaksa masuk, aku harap kamu tak akan pernah menyesal!"
Pandangan Anja menemukan sepasang netra yang memenjarakannya dengan tatapan kelam,ia tak bereaksi namun dapat mendengar dengan sangat jelas bagaimana jantung Reka berdetak begitu keras.
"Beri tahu dimana aku harus menyentuhmu, ha?
Di sini?" Anja memalingkan wajahnya saat mulut Reka menyentuh permukaan kulit lehernya yang jenjang.
"Disini?" cemooh nya sambil beralih pada leher satunya lagi. Dengan tak tahu malu, pria itu terus memberi bekas dimana saja yang ia inginkan.
"Ayolah jangan pura-pura, ini kan maksud kamu tidak menolak pernikahan ini?" Ledeknya dengan nafas yang terus berjelajah diatas permukaan kulit putih itu.
Ini sudah tidak benar, pikir Reka begitu tangannya berhasil membuka tiga kancing kemeja wanita yang tadi siang dinikahinya. Matanya terpejam, berusaha mengusir bayangan halus yang terlanjur direkam oleh otak mesumnya.
Bukan seperti ini maksudnya, bagaimana dia bisa terpancing dengan apa yang diperbuatnya sendiri. Harusnya, dia sekarang terus fokus mempermainkannya, menakuti dan mengancamnya, memperingatkannya tapi... kenapa semuanya malah semakin tak terkendali, alam bawah sadarnya mulai menekan tombol peringatan.
Tapi dia juga lelaki normal, Reka mengutuk dirinya sendiri. Apa salahnya, wanita itu juga sudah ia nikahi dan dia bebas mau berbuat apapun terhadapnya, putusnya tiba-tiba mematahkan semua logika yang tersisa. Godaan itu terlalu berat jika tiba-tiba diakhiri begitu saja.
Diluar kendalinya, dia bermain sesuka hati, memberi bekas dimana saja yang ia inginkan, menyentuh sekaligus memaksa berciuman pada bibir lawannya yang gemetar.
kewarasannya kemudian kembali saat dia telah menyelesaikan semuanya.
Anja masih diam, tubuhnya yang polos meringkuk tanpa daya begitu Reka menarik selimut putih dan membungkus tubuhnya.
"Istirahatlah, kamu pasti lelah!"
Dia menghela napas, melirik Anja dengan pandangannya tanpa arah. Ia menyesal, tentu saja. Tapi, manusia mana yang mampu mengendalikan diri dibawah tekanan nafsu? Harunya tadi memang dia tidak mencari penyakit, paling tidak menghindari area paling sensitif. Jika sudah seperti ini? Siapa yang akan disalahkan?
Reka bangkit dengan perasaan yang diliputi rasa bersalah. Ia memunguti baju yang berceceran dilantai kemudian membersihkan diri. Ini sudah serius, pikiranya terus di bayang-bayang kelanjutan hubungan dalam pernikahannya ini.
Pintu kamar mandi tertutup.
Air mata Anja perlahan-lahan menetes, Ia memeluk lututnya dalam pembaringan kemudian mulai menangis tertahan.
Bukan hanya membenci pria itu, tapi sekarang dia membenci dirinya sendiri juga.
Reka sudah menyelesaikan ritual mandinya. Dia mematung, setelah tak ada hal yang dilakukan istrinya selain diam, sekarang juga ia dapat melihat bagaimana tubuh Anja bergetar menahan kesakitan.
semangat kak author 😍