NovelToon NovelToon
Salah Baca Mantra

Salah Baca Mantra

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Menikah dengan Musuhku / Preman
Popularitas:72.2k
Nilai: 5
Nama Author: Santi Suki

Dyah Galuh Pitaloka yang sering dipanggil Galuh, tanpa sengaja menemukan sebuah buku mantra kuno di perpustakaan sekolah. Dia dan kedua temannya yang bernama Rian dan Dewa mengamalkan bacaan mantra itu untuk memikat hati orang yang mereka sukai dan tolak bala untuk orang yang mereka benci.

Namun, kejadian tak terduga dilakukan oleh Galuh, dia malah membaca mantra cinta pemikat hati kepada Ageng Bagja Wisesa, tetangga sekaligus rivalnya sejak kecil. Siapa sangka malam harinya Bagja datang melamar dan diterima baik oleh keluarga Galuh.

Apakah mantra itu benaran manjur dan bertahan lama? Bagaimana kisah rumah tangga guru olahraga yang dikenal preman kampung bersama dokter yang kalem?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13

Ketika keluar dari ruang kepala sekolah yang merangkap ruang tata usaha, Galuh merasakan hembusan angin yang membawa aroma tanah basah. Suasana sekolah mulai sepi, hanya suara burung gereja yang hinggap di ranting pohon mangga terdengar riuh. Matanya tiba-tiba menangkap sosok kecil yang duduk meringkuk di bawah pohon jambu.

Seorang murid perempuan kelas enam, Siti, terlihat menangis pelan sambil memeluk perutnya. Tubuh mungilnya gemetar, wajahnya memerah bercampur pucat, keringat dingin bercucuran di keningnya.

"Siti! Kamu kenapa?" tanya Galuh dengan nada panik. DIa segera jongkok, tangannya menyentuh kepala anak itu yang terasa panas.

"Perutku sakit sekali, Bu ...." Siti merintih, suaranya parau, penuh kesakitan. Air mata menetes tak terbendung, membasahi pipinya yang kurus.

Galuh sontak merasa jantungnya terhimpit. Ia tidak bisa diam saja. Rasa sayangnya sebagai guru lebih mengalahkan rasa lelahnya setelah seharian mengajar. Tanpa pikir panjang, dia membopong tubuh mungil Siti.

Tubuh Siti terasa ringan, namun langkah Galuh berat karena terburu rasa cemas. Napasnya memburu, kakinya berlari sekencang mungkin menyusuri jalanan berdebu menuju puskesmas. Hatinya berdoa dalam diam, semoga muridnya tidak kenapa-kenapa.

"Bagjaaaaa ... cepat tolong muridku!" teriak Galuh begitu tiba di pelataran puskesmas. Napasnya tersengal, keringatnya bercucuran, tetapi dia tak peduli.

Bagja yang kebetulan sedang berdiri di dekat loket pengambilan obat menoleh. Wajahnya seketika berubah serius. Dia segera melangkah cepat menghampiri Galuh.

"Dia kenapa?" tanya Bagja sambil ikut menahan tubuh Siti.

"Perutnya sakit," jawab Galuh, suaranya masih terengah-engah.

Bagja membawa Siti ke ruang pemeriksaan. Dengan cekatan, dia memeriksa perut gadis kecil itu. Sesekali dia bertanya dengan suara lembut, dan Siti menjawab dengan anggukan atau gelengan, masih menahan rasa sakit.

Setelah memeriksa, Bagja menghela napas lega. "Siti sedang datang bulan. Ini pertama kali baginya," jelas Bagja, nadanya tenang, berusaha menenangkan Galuh. "Kamu tebus obat dulu, lalu belikan dia pembalut." Pria itu menuliskan resep dengan cepat.

Galuh menerima kertas itu, tetapi keningnya langsung berkerut. "Sejak kapan tulisan kamu jadi jelek begini? Sampai aku enggak bisa baca," gerutunya dengan wajah setengah jengkel. Dia merasa heran, dulu tulisan Bagja terkenal bagus dan rapi, seakan dicetak mesin.

"Sudah, yang penting petugas apotek mengerti," jawab Bagja, tak kehilangan senyumnya.

"Ih, masih mending tulisan si Jejen! Jelek-jelek juga masih bisa aku baca," balas Galuh sambil manyun. Dengan kesal, dia berbalik, meninggalkan ruang pemeriksaan.

Beberapa saat kemudian, setelah urusan selesai, Galuh mengantarkan Siti pulang. Motor RX King melaju pelan menyusuri jalan pedesaan. Angin siang menyibakkan poni Galuh yang awut-awutan. Sementara Siti duduk diam di belakang, masih lemas, namun berusaha tegar.

Rumah orang tua Siti akhirnya terlihat. Sebuah rumah kecil sederhana berdiri di tepi jalan setapak, berdinding bilik bambu, beratap injuk yang sudah agak usang. Aroma kayu bakar tercium samar dari dapur kecil di belakang rumah.

Begitu Galuh turun dari motor, beberapa anak kecil langsung mengerubunginya. Mata mereka berbinar penuh rasa ingin tahu. Mereka adalah adik-adik Siti yang kebetulan juga sekolah di SD Negeri Mulia I.

"Bu Galuh!" seru salah satu anak laki-laki berwajah ramah. Ia segera mencium tangan Galuh dengan penuh hormat. Gerakan itu diikuti adik-adik lainnya, membuat hati Galuh hangat seketika.

"Siti kenapa, Bu?" tanya seorang wanita tua yang keluar dari dalam rumah. Tubuhnya bungkuk, selendang lusuh menutupi rambut putihnya. Dialah nenek Siti. Wajahnya penuh garis kehidupan, namun matanya jernih dan lembut.

"Siti sedang sakit, Bu. Makanya aku bawa ke puskesmas. Ini obatnya," jawab Galuh sambil menyerahkan kantong plastik putih berisi obat.

Wanita tua itu menerima dengan kedua tangan bergetar. Matanya berkaca-kaca. "Terima kasih, Bu, sudah mau mengantarkan Siti ke rumah," ucapnya dengan suara lirih namun penuh ketulusan.

Galuh tersenyum kecil. Ada rasa puas yang tak bisa diungkapkan. Baginya, kebahagiaan anak-anak itu sudah lebih dari cukup untuk membalas setiap peluh dan pengorbanannya.

***

Kartu undangan sudah selesai dicetak. Tumpukan amplop berwarna krem gading itu menebarkan aroma khas kertas baru. Galuh memegang setumpuk undangan dengan kedua tangan. Sementara Bagja, dengan santai menyelipkan beberapa di balik map. Sisa undangan lain diambil alih oleh Pak Dhika—ayah Galuh—yang tampak begitu bersemangat.

"Pak, ini tidak salah tamu undangan sampai 1500 orang?" tanya Galuh, matanya melotot. Tangan mungilnya hampir gemetar memegang tumpukan undangan yang setara tebalnya dengan satu dus mie instan.

"Enggak. Bapak undang orang-orang yang dekat saja. Ini belum kerabat kita dan kerabat keluarga Bagja," jawab Pak Dhika enteng sambil menyeruput teh panas.

Galuh melongo. Mulutnya terbuka, tetapi tak ada kata yang keluar. Baginya, angka sebanyak itu sudah mirip daftar hadir konser penyanyi papan atas, bukan pesta pernikahan.

"Enggak kebayang nanti orang yang datang pas pernikahan. Bisa-bisa kakiku bengkak karena lama berdiri," gumam Galuh, wajahnya muram seperti muridnya yang baru dapat PR segunung.

Bagja hanya terkekeh. Dia membayangkan Galuh yang mengenakan kebaya, berdiri berjam-jam sambil senyum kaku di pelaminan.

Waktu pernikahan tinggal sebulan lagi. Namun, persiapan sudah hampir rampung. Kabar bahagia itu pun sudah tersebar ke seantero kecamatan. Tak hanya jadi bahan gosip ibu-ibu di warung, tetapi juga jadi topik hangat di warung kopi bapak-bapak.

Untuk memeriahkan acara, banyak kesenian tradisional rakyat akan digelar. Semalam suntuk selama tiga malam, kampung itu bakal berubah seperti pasar malam. Ada pengajian dan ceramah sehari sebelum siraman. Acara siraman dilaksanakan sore hari, lalu malamnya wayang golek menghibur warga hingga dini hari. Malam terakhir akan ditutup dengan jaipongan dan bobodoran.

Sebenarnya Galuh dan Bagja sama sekali tidak menginginkan pesta sebesar itu. Mereka hanya berharap acara sederhana, cukup siang hari selama dua hari. Apalagi sempat ada usulan hiburan sampai seminggu penuh.

Tentu saja itu membuat Galuh hampir pingsan membayangkan dirinya jadi "maskot desa" selama tujuh hari. Dia sampai mengancam akan kabur begitu ijab kabul selesai dan Bagja dengan setia mengangguk-angguk seperti bodyguard yang siap mendukung aksinya.

"Itu undangan buat siapa? Kok, dipisah!" tanya Bagja sambil menunjuk ke arah bawah tas milik Galuh. Matanya menyipit curiga, seolah sedang menginterogasi tersangka kasus pencurian ayam.

"Oh, itu mau aku antarkan ke anak-anak SMA DUA," jawab Galuh santai, bibirnya tersenyum.

Bagja langsung paham siapa yang dimaksud. Anak-anak SMA DUA itu adalah geng sahabat Galuh di masa putih abu-abu, teman-teman yang sering bikin heboh di mana pun mereka berada. Namun, saat mata dia iseng melirik ke arah bufet, alisnya mendadak naik. Ada dua lembar undangan yang tertulis nama Pak Lukas dan Max.

Jantung Bagja langsung berdegup. Rahangnya mengeras. Dia mendengus seperti banteng yang hendak menyeruduk.

"Awas saja kalau setelah menikah kamu masih menjalin hubungan dengan Max," bisiknya tajam di telinga Galuh. Suaranya rendah, tapi penuh tekanan.

Galuh tercekat. Bibirnya langsung terkatup rapat, seperti ditempeli lem kertas. Da tak berani membalas hanya menelan ludah berkali-kali.

"Apa Bagja cemburu, ya?" batin Galuh, antara heran sekaligus geli. Ada rasa aneh yang merambat ke dadanya.

1
Nar Sih
ya ampun galuh ...kmu itu perempuan tpi kayak laki laki tingkah mu
Nar Sih
mantra mu bnr,,manjur ya galuh bukti nya si bagja langsung teegila,,pda mu
Nar Sih
wah..galuh mantra mu bnr,,manjurr
Nar Sih
hahaha galuh bingung nih mantra nya slh tempat😂
Nar Sih
maaf kak bru bisa lanjut 🙏
sryharty
jangan bilang itu tamu nya si calon uget2 ya kan san
sryharty
noh Bagja senjata makan tuan kan dengan ledekan kamu,, ternyata kamu juga baca mantra juga buat memikat Galuh,, wkwkwk
Esther Lestari
Untung ada tamu datang jadi Bagja terselamatkan🤣
Esther Lestari
Oalah mantra karangan Bagja ternyata😂😂
Sugiharti Rusli
beruntung kamu sekarang bisa terlepas dari intimidasi sang istri dok, entah siapa yang jadi penyelamat kamu dengan ketukan pintunya tuh🤭🤭🤭
Sugiharti Rusli
yah begitulah dua orang ini, kadang saling beradu argumen tapi kadang juga suka melakukan hal" konyol tanpa sadar😅😅
Sugiharti Rusli
apalagi si Bagja sudah menertawai sang istri dengan seperti tawa ledekan tadi, eeh ternyata dia juga sama pernah percaya sama tuh buku kuno😉😉😉
Susi Akbarini: lho katanya pas smp...

😀😀😀😍😙
total 2 replies
Sugiharti Rusli
yah pada akhirnya mereka satu sama sih yah, hanya ga mau mengaku saja tuh walo sudah ketahuan satu sama lain
Sugiharti Rusli
eeh ternyata aa dokter ketahuan juga pernah mengamalkan buku mantra tersebut yah🤭🤭🤭
Sugiharti Rusli
kata Galuh kita mereka yang katanya berpendidikan dan seorang guru bisa mempercayai buku itu yah🤔🤔🤔
🌸Santi Suki🌸: 😩😩 orang kampung kebanyak begitu. Tidak lihat pendidikan.
🤔🤔 zaman sekarang juga masih ada yang begitu 🤭
total 1 replies
Sugiharti Rusli
sebetulnya aslinya itu buku mantra betulan atau hanya sekedar buku kuno saja yah🙄
Sugiharti Rusli
apa yang nanti akan kamu akui Luh kalo suami kamu tahu dan malah jadi bahan ledekannya tuh🙈🙈🙈
Sugiharti Rusli
apalagi kamu beneran mengamalkan mantra yang tertera di dalamnya ke Bagja, walo tidak sengaja sih dulu😅😅😅
Sugiharti Rusli
waduh plot twist dunk yah, kalo buku itu milik suamimu sendiri Luh😁😁😁
Ita rahmawati
sm² mantrain dong 🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!