Entah kesalahan apa yang Malea lakukan, sehingga dia harus menerima konsekuensi dari ibunya. Sebuah pernikahan paksa, jodoh yang sang ayah wariskan, justru membawanya masuk dalam takdir yang belum pernah ia bayangkan.
Dia, di paksa menikah dengan seorang pengemis terminal. Tapi tak di sangka, suatu malam Malea mendapati sebuah fakta bahwa suaminya ternyata??
Tak sampai di situ, dalam pernikahannya, Malea harus menghadapi sekelumit permasalahan yang benar-benar menguras kesabaran serta emosionalnya.
Akankah dia bisa bertahan atau memilih berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Draft
Entah apa yang salah dalam diriku, atau entah kesalahan apa yang aku perbuat pada teman-temanku sehingga mereka justru melirikku dengan senyum seakan mengejek.
Ketidaksukaannya padaku jelas sekali tergambar di wajah mereka.
Tapi aku nggak peduli, tujuanku ke sini adalah ingin tahu seberapa anjloknya prestasi dari perusahaan yang pernah mempekerjakanku. Aku ingin menertawakannya sekaligus mensyukurinya. Bahkan bila mau, aku akan mendoakan perusahaan itu tutup total.
Tapi ya aku nggak tega, biar bagaimana pun sekarang pemimpinnya kan sudah ganti, ku harap kebijakan ataupun aturan di sana bisa lebih baik lagi di tangan pemimpin yang baru, supaya tidak ada karyawan lain yang bernasib sama seperti diriku.
Mendesah lirih, tiga pria tiba-tiba menghampiriku.
Aku lupa namanya, tapi aku ingat betul wajah-wajah pria itu.
"Malea kan?"
"Iya" Sahutku sambil mengulas senyum canggung.
"Apa kabar?" Tanya Eko, nama yang masih ku ingat dari ketiga pria yang menghampiriku.
"Baik"
"Masih ingat kita kan?"
"Ingat, tapi rada-rada lupa nama" Kami saling berjabat tangan secara bergantian.
"Ah.. Payah kamu Malea, kita kan pernah di hukum lari lapangan tiga putaran gara-gara nggak pakai dasi pas upacara, masa lupa"
Lagi-lagi aku menerbitkan senyum tipis.
"Aku Emil Le. Emil. Ingat, kan?"
"Iya" Sahutku seraya menganggukkan kepala.
"Kalau sama aku, ingat nggak?"
"Maaf, lupa" Aku tersenyum kaku.
"Yah, payah. Masa lupa Le. Aku Afif, anak IPS 2 yang suka nemenin Rajendra ngapelin kamu ke kelasmu"
"Ah, iya. Sekarang ingat"
"Ngomong-ngomong Belinda nggak kelihatan, atau belum datang?" Tanya Eko setelah kami bernostalgia masa-masa SMA.
"Dia nggak bisa datang"
"Kenapa?"
"Dia kan menetap di Kanada"
"Wah, jadi belinda di Kanada?" Seru Emil seperti takjub. "Kirain di sini saja"
"Enggak" Balasku. Merasa aneh kenapa malah aku di kelilingi teman-teman pria. Lebih aneh lagi bukan hanya tiga pria, tapi lebih dari lima.
"Hey, kalian para pria, jangan deketin Malea, dia tuh sudah punya suami, sudah menikah dia"
"What!! Malea, kamu sudah menikah?"
"Ya sudah, dan suaminya itu seorang pengemis, awas jangan deket-deket, nanti ketularan miskin"
"Pengemis?" Para pria terkejut bukan main, mereka saling melempar pandangan satu sama lain.
Merasa terpojok, aku pun segera menangkis tuduhan Nelly. Teman yang paling diam setiap kali di tanya sama guru.
"Jangan sembarangan berucap, Nelly. Mentang-mentang suamimu bekerja di perusahaan Argantara, nggak usah sombong dan nggak usah sok paling tahu"
"Loh, memang benar kok. Semua sudah pada tahu, nggak perlu di sembunyikan lagi, Malea"
Aku menelan ludahnya dengan getir.
"Benar, suamimu pengemis, Malea?" Tanya salah satu pria yang masih menampilkan raut kaget.
"Suamiku memang bukan menejer, dokter, TNI, atau seseorang yang memiliki pangkat, dan kedudukan tinggi, tapi juga bukan pengemis. Meskipun dia hanya kuli, tapi kami bahagia, kami saling mencintai satu dama lain" Dustaku, tersenyum kecut dalam hati. Miris, sebenarnya!
"Ckkk... Bahagia? kalau kamu bahagia, seharusnya bawa dong suamimu kayak kita-kita"
"Malea, kamu ada uang nggak? Nanti selesai acara ini kita mau bahas soal Arisan berlian, kalau kamu mau ikut boleh, syaratnya harus punya uang banyak. Terus yang dapat arisan itu, nanti harus tlkatir kita makan. Eh tapi kan kamu nggak mampu, iya. Nggak usah ikutan deh. Ini khusus buat yang tajir melintir" Celetuk Velisaa. Dari kalimatnya aku tahu betul kalau itu sebuah hinaan.
Lagi-lagi aku menyalahkan Arga atas semua ini. Coba aku nggak menikah dengannya, pasti aku nggak akan di hina seperti ini. Pasti juga aku masih bekerja di Otomotif techno.
"Kalian para pria, sekali lagi aku ingatkan, jangan deketin istri pengemis ya, nanti bisa-bisa kalian di peras" Ucapan Velisa ke dua kalinya mampu memantik emosiku.
"Heh, Veli!! Memangnya sudah sekaya apa kamu, sampai seangkuh ini? Roda itu berputar, camkan itu baik-baik. Mungkin sekarang kamu di atas, tapi suatu saat, keangkuhanku itu akan menjatuhkan serendah-rendahnya"
"Berani kamu mengancamku?"
"Kenapa tidak? Memangnya kamu siapa?"Aku tersenyum miring.
Terpancing emosi, tamparan Veli pun seketika mendarat di pipiku.
"Veli, kamu jangan kasar, Vel. Ini tempat umum, kita datang untuk bernostalgia, bukan untuk berdebat" Kata Emil. "Mau suami Malea seorang pengemis kamu tidak boleh menghina. Toh belum tentu benar kan. Kalau suami Malea mengemis? Kamu tahu dengan mata kepalamu suami Malea sedang meminta-minta? Kamu ada bukti begitu?"
"Aku memang tidak memiliki bukti, mau percaya atau enggak, suami Malea itu pria paling miskin di kota ini, paling hina karena mengemis, padahal kalian tahu sendiri bahwa mengemis itu di larang, tahu kan sudah ada undang-undangnya. Barang siapa yang memberikan sumbangan pada pengemis, mereka akan kena pidana. Jadi buat kalian jangan sekali-kali memberi uang pada pengemis"
"Jaga mulut kamu Vel!" Geram Eko, seperti tak terima. Teman perempuanku makin tak suka ketika ada banyak teman pria yang mendukungku.
"Jangan di ambil hati perkataan Nelly dan Velisa Le, mereka itu sinting" Kelekar Afif, tak segan membelaku .
"Kamu ngatain aku sinting?" Velly sepertinya naik pitam. "Jangan lupa jika suamiku adalah orang yang paling berpengaruh di perusahaan tempat kamu bekerja, Afif. Sekali jentik, kamu bisa kehilangan pekerjaan detik itu juga"
"Dan buat kamu. Malea?" Sepasang mata Veli menatapku tajam. "Aku tahu kamu sedang melamar pekerjaan di Argantara group, aku pastikan kamu tidak akan di terima"
"Tidak masalah kalau tidak di terima. Lagi pula aku juga sibuk, lebih memilih stay di rumah menjadi wanita manja"
"Halah, suami pengemis saja belagu" Cicit Nelly. Mereka begitu mungkin karena dendam. Mereka tak pernah berhasil menyontek saat sekolah dulu.
semangat kak author
di tunggu up nya lg
masih pengen di peyuk2 kan sama Arga
hormon bumil tuh Dede utunya masih pengen di manja2 sama ayah nya,,
kebat kebit ga tuh hati kmau