[Cerita ini hanyalah khayalan Author sahaja, maklum masih pemula.]
Mengisahkan tentang seorang pekerja keras yang rela mengorbankan segalanya demi menyelesaikan tugasnya. Namun, karena terlalu memaksakan diri, dia tewas di tengah-tengah pekerjaannya.
Namun takdir belum selesai di situ.
Dia direinkarnasi ke dunia sihir, dunia isekai yang asing dan penuh misteri. Sebelum terlahir kembali, sang Dewa memberinya kekuatan spesial... meskipun Rio sendiri tidak menyadarinya.
Tujuan Rio di dunia baru ini sederhana, ia hanya ingin melakukan perjalanan mengelilingi dunia, sesuatu yang tak pernah ia lakukan di kehidupan sebelumnya. Tapi tanpa disadarinya, perjalanan biasa itu akan membawanya ke takdir besar…
Di masa depan yang jauh, Rio akan berdiri sebagai sosok yang menentang Raja Iblis Abyron.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KHAI SENPAI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Janji sore yang tertinggal
Malam itu…
Rio perlahan membuka matanya. Pandangannya masih kabur, namun cahaya temaram dari lentera di sudut kamar sedikit membantu menjernihkannya.
"Aduh... aku... di mana?" gumamnya lemah.
Ia perlahan bangkit dari ranjang empuk yang asing baginya. Kamar itu sederhana tapi bersih dan rapi. Di atas meja kecil, tampak tumpukan buku yang tertata rapi. Angin malam menerpa dari jendela yang terbuka lebar, menampakkan langit yang dipenuhi bintang.
"Tunggu… bukannya tadi aku… ditusuk?" bisiknya pelan, teringat pada luka yang seharusnya ada di tubuhnya.
Tangannya bergerak menyentuh bagian perut. Tak ada luka. Bahkan rasa sakit pun telah lenyap sepenuhnya.
"Kok… luka aku udah gak ada?" ucapnya, matanya membelalak ringan.
Ia menoleh ke sekeliling. Hening. Kamar itu sunyi, dan Nero tak terlihat di mana pun.
Dengan hati-hati, Rio turun dari tempat tidur. Meski tubuhnya masih terasa lemah, ada ketenangan aneh yang menyelimuti dirinya… seolah ada seseorang yang telah menjaga dan merawatnya dengan lembut.
"Siapa yang menyelamatkanku...?" gumamnya, matanya menerawang.
Rio berjalan pelan ke jendela. Ia membuka daun kayunya perlahan. Udara malam yang sejuk langsung menyapa wajahnya. Langit bertabur bintang, dan angin sepoi-sepoi membelai rambutnya yang kusut.
"Ahh… gak penting sekarang," bisiknya sembari menatap bintang-bintang. "Yang penting aku harus pulang... pasti orang tuaku khawatir."
Ia menarik napas panjang, lalu dengan gerakan ringan, ia melompat keluar melalui jendela dan mendarat di atap rumah dengan cekatan. Meski tubuhnya belum sepenuhnya pulih, tekad untuk kembali pulang membuat langkahnya ringan.
"Maaf... sudah bikin kalian khawatir," gumam Rio dalam hati, mulai bergerak cepat di antara bayang-bayang atap dan pepohonan.
Namun saat melintasi hutan dalam perjalanan pulang, langkah Rio terhenti.
Di hadapannya... terbentang lubang besar di tanah, seperti bekas pertempuran hebat. Pepohonan sekitar hancur sebagian, tanah terbuka menganga dengan asap tipis yang masih mengepul. Aura sihir dan bekas ledakan menggantung di udara.
"Ngeri kali dah…" ucapnya, menggenggam topeng di pinggang dan menatap sekeliling dengan waspada. "Siapa yang bertarung di sini...?" pikirnya, namun ia segera menggeleng, menepis rasa penasaran.
Tanpa membuang waktu, Rio kembali bergerak cepat, menembus malam, menyusuri bayang-bayang seperti siluet yang tak tersentuh cahaya.
"Yang penting... aku harus sampai rumah. Mereka pasti cemas..." tekadnya.
Setibanya di depan rumahnya, Rio berdiri sejenak. Nafasnya masih sedikit memburu. Ia angkat tangannya, lalu mengetuk pintu perlahan. Tok tok tok.
Tak lama kemudian, pintu terbuka dengan cepat. Di baliknya, berdiri ibunya, Arleya, dan ayahnya, Akagami Zero. Wajah mereka seketika berubah, terkejut, cemas, dan lega bercampur menjadi satu.
"Rio!" seru ibunya, setengah marah, setengah menangis.
Rio hanya berdiri di ambang pintu, menatap mereka dengan senyum lelah namun lembut.
"Maafkan aku... Ayah, Ibu... karena telah mengingkari janji untuk pulang sore tadi," ucapnya pelan sambil menunduk.
Arleya mengepalkan tangan, wajahnya menegang sesaat. Namun dalam hitungan detik, air matanya jatuh dan ia langsung memeluk Rio erat.
"Dasar anak nakal! Tapi syukurlah... kau selamat..." isaknya dalam pelukan yang tak ingin dilepaskan.
Zero yang sejak tadi diam, akhirnya melangkah maju dan turut memeluk mereka berdua.
"Selamat pulang, Rio..." ucapnya singkat, namun mengandung lautan makna.
Malam itu... rumah kecil keluarga Akagami dipenuhi kehangatan dan cinta, meski dunia luar masih dilingkupi bayangan yang belum selesai.
Namun di sisi lain, di tempat Nero tinggal…
Langkah kaki bergema di lorong kayu yang sunyi. Nero berjalan perlahan sambil membawa segelas air.
"Rio, apa kau sudah sadar?" tanyanya sembari membuka pintu kamar dengan pelan.
Begitu pintu terbuka, matanya membelalak.
"Lah!? Kemana dia pergi!?" serunya kaget.
Ia melangkah masuk, menatap sekeliling ruangan yang kini kosong. Jendela terbuka lebar, tirainya melambai ditiup angin malam yang dingin. Tak ada jejak Rio, seolah bocah itu menghilang begitu saja.
Nero terdiam sejenak, lalu tersenyum tipis sambil menghela napas.
"Dasar… anak sama bapak… sama aja..."
🔥 Jangan lupa Like, Share, Vote, dan ikuti terus kisah novel ini sampai akhir. Karena ini… baru permulaan 😉
lanjut