NovelToon NovelToon
Teka-teki Forensik

Teka-teki Forensik

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Fantasi / Misteri
Popularitas:769
Nilai: 5
Nama Author: sintasina

Detektif Arthur dihantui oleh kecelakaan mengerikan yang merenggut ingatannya tentang masa lalunya, termasuk sosok seorang gadis yang selalu menghantuinya dalam mimpi. Kini, sebuah kasus baru membawanya pada Reyna, seorang analis forensik yang cerdas dan misterius. Semakin dalam Arthur menyelidiki kasus ini, semakin banyak ia menemukan kesamaan antara Reyna dan gadis dalam mimpinya. Apakah Reyna adalah kunci untuk mengungkap misteri masa lalunya? Atau, apakah masa lalu itu sendiri yang akan membawanya pada kebenaran yang kelam dan tak terduga? Dalam setiap petunjuk forensik, Arthur harus mengurai teka-teki rumit yang menghubungkan masa lalunya dengan kasus yang sedang dihadapinya, di mana kebenaran tersembunyi di balik teka-teki forensik yang mengancam kehidupan mereka keduanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sintasina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hukuman dari Inspektur Jaxon

Arthur dan Noah masih terlibat pertengkaran kecil di sudut ruangan, sesekali diselingi oleh kata-kata sindiran dan saling ejek. Inspektur Jaxon dan Reyna mengamati mereka berdua, mengeluarkan napas panjang. Ketegangan di ruangan terasa semakin pekat.

Inspektur Jaxon akhirnya angkat bicara, suaranya agak tegas namun bukan marah. "Cukup, kalian berdua!" Perkataannya langsung membuat Arthur dan Noah terdiam, menoleh ke arah Inspektur Jaxon.

"Kalian dengar? Besok siang kita akan mengadakan rapat untuk semua detektif di divisi ini," kata Inspektur Jaxon, suaranya sedikit lebih lembut. "Kita akan membahas kasus ini secara menyeluruh. Kabarkan pada detektif yang lain."

Arthur mengangkat satu alisnya, menunjukkan rasa ingin tahunya. "Kenapa kita harus mengadakan rapat? Bukankah kita sudah membahasnya berkali-kali?"

Inspektur Jaxon menjawab dengan tenang, "Kasus ini semakin rumit, Arthur. Kita butuh strategi dan rencana yang lebih terarah. Kita perlu kerja sama tim yang solid."

Setelah penjelasan Inspektur Jaxon, Arthur dan Noah mengangguk. Mereka mulai menghubungi detektif lain melalui ponsel masing-masing, memberitahukan tentang rapat darurat yang akan diadakan besok siang. Suasana tegang sedikit mereda, diganti dengan kesibukan mereka mempersiapkan rapat esok hari.

Inspektur Jaxon kembali ke mejanya, melanjutkan pekerjaannya. Reyna berjalan ke sofa dan duduk di sana. Ia menghela napas panjang, kelelahan tampak jelas di wajahnya. Jam sudah menunjukkan hampir pukul dua pagi, dan ia belum tidur sama sekali. Penyelidikan yang panjang dan menegangkan telah menguras seluruh tenaganya.

Arthur, yang memperhatikan Reyna dari kejauhan, seolah-olah menyadari kelelahan Reyna. Ia berjalan mendekati sofa dan meletakkan beberapa baju yang telah digulung rapi di atas sofa, sebagai pengganti bantal. "Istirahatlah," katanya, suaranya datar, tanpa menunjukkan emosi yang berarti. Ia hanya menunjukkan kepedulian dengan caranya sendiri.

Noah, yang melihat interaksi antara Arthur dan Reyna, juga ikut mendekat. Ia melepas mantel panjangnya dan mengulurkan mantel tersebut kepada Reyna. "Pakailah mantel ini untuk jadi selimut," katanya, suaranya lembut, menunjukkan rasa perhatiannya. Gerakannya cepat dan tanpa basa-basi.

Belum sempat Reyna mengambil mantel yang diulurkan Noah, Arthur dengan cepat mengambil mantel tersebut. Ia melemparkan mantel itu tepat ke wajah Noah. "Noah," kata Arthur, suaranya terdengar tegas, "Bukankah seharusnya kau pulang sekarang? Kau kan punya kasus lain yang harus diselidiki." Arthur berusaha menyembunyikan kekesalannya, namun nada bicaranya cukup tajam.

Noah, yang merasa kesal karena mantelnya dilempar ke wajahnya, berusaha meraih mantel itu. "Oh, sayang sekali, Arthur," katanya, dengan senyum yang tampak palsu dan lebih cenderung sinis. "Tapi aku ingin tetap di sini." Ia menatap Arthur dengan tajam, seolah menantang. Ketegangan di antara Arthur dan Noah kembali terasa, menambah suasana mencekam di ruangan tersebut.

Arthur tertawa, tapi tawa itu sinis dan dingin. "Ah, sayang sekali, Noah," katanya, "Di sini tidak cukup lagi menampung orang. Kau lebih baik pulang saja."

Noah masih mempertahankan senyum sinisnya, kini tampak lebih menantang. "Tidak masalah, kawan," katanya, "Aku tidak apa-apa tidur di lantai."

Mata Arthur berkedut. Ia mendekat ke arah Noah dan mencekram kedua bahu Noah dengan cukup kuat. "Oh, tapi, kawan," katanya, suaranya pelan namun mengancam, "Aku tidak ingin tubuhmu sakit nanti ketika bangun." Gerakannya menunjukkan niat untuk mengusir Noah.

Noah, tidak tinggal diam, langsung membalas dengan mencekram kedua bahu Arthur. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan apa pun, kawan," katanya, suaranya sedikit lebih keras, "Aku ini kuat, kau tahu." Ia menatap Arthur dengan tatapan menantang.

Arthur tertawa sinis dan getir. "Ku-at, ya?" katanya, suaranya terdengar seperti mengejek. "Tapi bulan lalu kau selalu mengeluh kakimu sakit karena berlari mengejar pelaku di kasus perampokan itu." Ia melepaskan cengkramannya, menunjukkan seolah-olah ia peduli, padahal sebenarnya ia hanya ingin menyindir Noah.

Noah terdiam sejenak, memperhatikan Arthur yang masih mengejeknya. Kemudian, ia tertawa, suara tawanya terdengar agak mengejek. "Hahaha," katanya, "Aku hanya berakting saat itu, kawan." Ia masih mempertahankan senyumnya, tampak sangat percaya diri.

Arthur tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa mengejek. "Wah, aktingmu keren sekali," katanya, nada suaranya penuh sindiran, "Seperti nyata. Kau pasti bisa menjadi aktor."

Noah tersenyum lebih lebar, menunjukkan giginya yang putih. "Tentu saja," katanya, suaranya terdengar sedikit sombong, "Tapi aku memilih untuk menjadi detektif daripada aktor."

"Wah, mulia sekali," ejek Arthur, tawanya terdengar mengejek. Ia masih belum puas menggoda Noah. Ketegangan di antara mereka mereda sedikit, diganti dengan suasana yang lebih ringan, namun masih terasa sedikit ketegangan di antara mereka berdua. Reyna hanya bisa menggelengkan kepalanya, lelah dengan pertengkaran kecil di antara kedua temannya itu.

Tiba-tiba, suara perut berbunyi cukup keras. Itu suara perut Reyna. Ia baru menyadari bahwa ia belum makan malam sama sekali. Pipinya sedikit memerah karena malu.

Arthur dan Noah langsung menoleh ke arah Reyna. Mereka berdua berkedip beberapa kali sebelum Arthur mulai menggoda Reyna. "Wah, wah… seperti ada yang lapar," katanya, suaranya terdengar mengejek. Ia sengaja menggoda Reyna untuk membuatnya kesal.

Noah juga ikut-ikutan menggoda Reyna. "Apa ini? Apa tuan putri kelaparan?" katanya, suaranya terdengar sedikit menggoda. "Apa perut kecil itu perlu diisi, hm?" Ia menatap Reyna dengan ekspresi usil.

Reyna menatap mereka berdua dengan wajah datar, namun terlihat jelas rasa kesalnya. Tanpa bicara banyak, ia mengambil tumpukan pakaian yang tadi ia gunakan sebagai bantal, kemudian melemparkannya ke arah Arthur dan Noah. "Diam, kalian!" katanya, suaranya terdengar sedikit keras.

Noah tertawa sambil mengangkat kedua tangannya ke atas sebagai tanda menyerah. "Baiklah, baiklah…" katanya, "Jangan marah-marah. Itu akan membuatmu cepat tua." Ia berusaha untuk menenangkan Reyna, namun kata-katanya malah membuat Reyna semakin kesal.

"Yah, wajahnya memang sudah tua," kata Arthur dengan nada mengejek, menambah kekesalan Reyna. Ia memang sengaja menggoda Reyna.

Reyna, yang sudah kehabisan kesabaran, berdiri dengan cepat. Ia meraih rambut Arthur dan menariknya dengan cukup kuat, membuat Arthur mengerang kesakitan. Melihat kejadian itu, Noah tertawa lebih keras. Namun, tawanya terhenti ketika Reyna tiba-tiba meraih rambutnya juga dan menariknya dengan kekuatan yang sama. Kini, Arthur dan Noah merasakan akibat dari godaan mereka kepada Reyna. Suasana ruangan berubah menjadi lebih ramai dan sedikit kacau, diselingi oleh teriakan dan tawa.

Inspektur Jaxon, yang sedari tadi mendengar pertengkaran kecil di antara ketiganya, menghela napas panjang. Ia berbalik menghadap mereka, menunjukkan ekspresi datar namun sedikit jengah.

Loncatan Waktu

Arthur dan Noah kini tampak sibuk menyalakan api di dalam sebuah kaleng bekas, usaha mereka untuk membuat makanan bagi Reyna sebagai hukuman atas perbuatan mereka tadi. Asap mengepul tipis dari kaleng tersebut, menandakan api sudah menyala. Mereka tampak canggung dan tidak terbiasa memasak, gerakan mereka terlihat kikuk.

Reyna, duduk santai di sofa, menikmati pemandangan di depannya. Ia menyaksikan kedua detektif itu berusaha memasak dengan ekspresi tenang dan sedikit geli. Hukuman yang diberikan Inspektur Jaxon tampaknya cukup efektif untuk membuat mereka berdua jera. Suasana tegang sebelumnya kini berganti menjadi lebih ringan, meskipun sedikit kacau.

1
Legato Bluesummers
Gak kepikiran sama sekali kalau cerita ini bakal sekeren ini!
Sâu trong em
Cerita yang menghanyutkan.
SugaredLamp 007
Gak bisa berhenti! Pagi siang malam cuma baca ini terus!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!