Kehidupan Jansen, seorang pemuda biasa, berubah secara drastis ketika ia secara tak terduga mendapatkan sesuatu yang misterius bernama "System". Sistem ini memberinya kekuatan untuk mengubah takdir hidupnya dan membawanya ke jalan kesuksesan dan kebahagiaan.
Dengan bantuan sistem ini, Jansen berusaha untuk meraih impian dan cinta sejatinya, sambil menghadapi berbagai rintangan yang menguji keteguhan hatinya.
Akankah Jansen mampu mengatasi tantangan-tantangan ini dan mencapai kehidupan yang ia inginkan, ataukah ia akan terjebak dalam keputusasaan karena kekuatan baru yang ia miliki?
Jansen mendapatkan beberapa kemampuan dari sistem tersebut, seperti kemampuan bertarung, peningkatan kecepatan dan kekuatan, serta kemampuan untuk mempelajari teknik baru lebih cepat. Sistem tersebut juga memberikan Hansen akses ke pengetahuan yang luas tentang dunia, sejarah, dan berbagai aspek kehidupan, yang membantu Jansen dalam menghadapi berbagai tantangan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jenos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 35
Jansen sedang duduk di ranjang kamarnya, melamun sambil menatap langit yang cerah melalui jendela. Pikirannya terasa berat, seolah ada beban yang tak kunjung hilang.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar di atas
ranjang , mengagetkan dirinya dari
lamunannya.
Jansen menatap ponselnya dan menemukan nama Lorenza, la sedikit bingung mengapa gadis ini menghubunginya. Dengan rasa penasaran, ia pun menjawab, "Halo Lorenza, ada apa?"
Lorenza terdiam di ujung sana, entah mengapa, tampaknya dia memikirkan sesuatu. "Lorenza Panggil Jansen lagi, kali ini dengan nada yang
lebih tinggi.
Mendengar suara yang lembut itu, Lorenza tersenyum sejenak sebelum akhirnya berkata, "Ah, aku hanya merindukanmu!" Ujarnya, kemudian tiba-tiba ia memutuskan sambungan telepon tanpa memberi kesempatan Jansen untuk berkata apa-apa. Jansen menatap layar ponsel dan tersenyum simpul, merasa ada semburan harapan yang menyelimuti hatinya, la bergumam dalam hati, "apakah aku ditakdirkan memiliki
banyak wanita yang mencintaiku
Namun, senyumnya segera pudar saat ia menyadari betapa rumitnya hidup ini. Sejenak, ia kembali tenggelam dalam lamunan dan kegelisahan hatinya, mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menghantui pikiran.
Tak lana ia tertidur siang
Jansen baru maja bangun dari tidur
ketika pintu kontrakannya diketuk oleh seseorang. Dalam keadaan setengah terjaga, is bergegas menuju pintu dengan hanya mengenakan
celana panjang tanpa baju. Setelah
membuka pintu, ia terkejut melihat
seorang gadis cantik yang berdiri
didepan pintu.
Jansen terkejut melihat seorang
gadis cantik berdiri di depan
rumahnya, la mengenakan gaun
sederhana berwarna pastel yang
menambah kesan anggun di wajahnya.
Mata gadis itu menatap tajam
tubuh setengah telanjang Jansen,
seakan mencermati setiap detil otot
yang terbentuk di tubuh pria itu.
Cari siapa tanya Jansen, merasa
penasaran dengan kehadiran gadis
cantik ini.
Apakah kamu Jansen?" tanya
gadis itu, masih dengan tatapan
tajamnya.
"Benar, aku Jansen! Siapa, ya?"
Jansen merasa bingung karena ia tidak
mengenal gadis ini.
"Aku Lita, anaknya Bu Widya di
sebelah. Aku hanya mau minta tolong.
Bisakah?" ucap Lita dengan suara
lembut.
"Tolong apa?" tanya Jansen, yang
mulai merasa penasaran dengan
maksud kedatangan Lita.
Pipa air di kamar mandiku bocor,
bisakah kamu memperbaikinya?" ujar
Lita sambil menunjukkan ekspresi
khawatir di wajahnya.
Jansen, yang sebenarnya merasa
malu karena berpenampilan tidak
sopan di depan Lita, akhirnya
mengangguk dan bersedia membantu
memperbaiki pipa air yang bocor. Tapi
ia berbalik badan dulu, mengambil
pakaian di kamar
Jansen mengikuti Lita dari
belakang dan tidak bisa menahan decak
kagum saat menatap keindahan yang
tersaji di depan matanya. Memang
benar pepatah lama, jangan berjalan di
belakang wanita, akan sulit
menjaga mata. "Apakah tidak ada
saudara laki-laki di rumah?" tanya
Jansen, berusaha mengalihkan
perhatiannya dari kecantikan Lita
sekaligus menghentikan keheningan
yang menyelimuti mereka sejak
memasuki pagar rumah besar di
samping rumah kontrakannya.
"Aku anak tunggal, jawab Lita
pendek, suaranya lembut seperti
alunan seruling di hutan yang sunyi
Kok sepi? Jansen bertanya lagi,
matanya menelusuri lingkungan
sekitar, tapi tidak menemukan siapa
pun. Ada perasaan tak nyaman yang
mengganjal di dadanya.
ibu dan Ayah sedang pergi keluar,
mereka yang menyuruhku untuk
meminta bantuan padamu balas Lita,
suaranya melengking seperti ayunan
dahan pohon yang digerakkan angin
malam.
Owhh" ujar Jansen singkat,
mencoba merasakan getaran kehadiran
lain di sekitar mereka. Tak ada.
Perasaan tak nyaman itu tetap
menggelayut di dadanya saut Jansen
mengikuti Lita ke kamarnya, aroma
wangi menyegarkan seperti bunga
bakung di hutan rimba langsung
menyergap hidungnya.
"Apakah tidak masalah?" tanya
Jansen dengan gugup, matanya
membulat. la khawatir ini adalah
jebakan batman yang telah diatur
sedemikian rupa, dan tak ingin lengah
walau sedetik pun. Dengan hati-hati la
mengaktifkan kamera di ponselnya,
just in case
"Tidak masalah. Periksa saja dulu,
lalu katakan apa yang diperlukan agar
aku membelinya," ujar Lita, suaranya
kembali menyentuh kalbu seperti
nyanyian seribu malam yang penuh
dengan kenangan yang indah.
Jansen membuka pintu kamar
mandi dengan hati-hati, matanya
langsung tertuju pada ponselnya yang
tergeletak di atas wastafel dengan
kamera video yang masih menyala. Dia
dapat melihat bahwa air terus
merembes dari pipa yang bocor,
semakin membanjiri lantai kamar
mandi. Rembesan air itu cukup besar,
menyembur kesana-kemari seperti air
mancur mini yang tak terkendali
Dengan sigap, Jansen melepaskan
bajunya hingga hanya memakai celana
panjang. Dia lantas memeriksa situasi
pipa yang bocor, mencoba menemukan
titik awal kebocoran dan berpikir keras
tentang cara terbaik untuk
memperbaikinya. Setelah beberapa
menit berpikir, Jansen mendapatkan.
ide cemerlang.
Jansen pun keluar dari kamar
mandi, menemui Lita yang sedang
menonton televisi di ruang tamu.
"Apakah kamu memiliki alat pemotong
pipa dan juga lem?" tanyanya dengan
nada serius
Lita menatapnya dengan ekspresi
terkejut, namun segera mengangguk
dan berkata, "Akan aku ambilkan!"
Lita mengamati tubuh atletis
Jansen yang tanpa mengenakan
pakaian atas. Otot-otot lengan dan
perut terlihat jelas membentuk
beberapa roti sobek.
"Tubuhnya sangat bagus dan dia
juga cukup tampan, gumam Lita
sambil mengambilkan alat
pertukangan milik Ayahnya dari
gudang. Berkat petunjuk Ayahnya, Lita
dengan mudah menemukan alat yang
diminta oleh Jansen.
Saat Lita membawa alat-alat
tersebut ke dalam kamar, ponselnya
berdering. Ia mengangkatnya dan
mendengar suara Indira, sahabatnya, di
ujung sambungan. Lita, malam ini ulang tahun Iren. Jangan lupa bawa pacarmu. Kami sudah janji sebelumnya untuk mengenalkan dia pada kami ujar Indira dengan
semangat.
Lita tampak berpikir sejenak, menimbang-nimbang sesuatu. Wajahnya terlihat bingung dan ragu. "Baiklah," jawabnya dengan suara
sendu, menyetujui permintaan Indira.
Dia pun terpikir dengan Jansen,
"Sepertinya dia memang cocok jadi
pacar Sewaan! Bahkan beneran pun
sepertinya juga cocok" Wajahnya
memerah memikirkan. "Ah, mengapa
aku menjadi gila!" la menepuk jidatnya
sendiri atas kebodohannya.
Setelah menutup sambungan, Lita
menyerahkan alat pertukangan kepada
Jansen dan meliriknya sekilas,
memikirkan bagaimana caranya untuk
meminta Jansen agar bisa
menemaninya dan berpura-pura
menjadi pacarnya.
Jansen sedang serius
memperbaiki pipa di kamar mandi
yang bocor. Ia berkonsentrasi
penuh
untuk memotong pipa dengan rapi agar
sambungan menjadi erat dan tidak
bocor lagi. Lita yang penasaran dengan
kerjaan Jansen, berdiri di depan pintu
kamar mandi.
Kamu akan basah kalau berdiri di
sana ujar Jansen tanpa mengangkat
wajahnya dari pekerjaannya,
memperingatkan Lita agar menjauh.
"Aku memang sudah basah! balas
Lita tanpa sadar, membuat Jansen
langsung menghentikan gerak
tangannya dan menoleh ke arah Lita.
Ekspresi wajahnya menunjukkan
kebingungan karena saat ini Lita belum
terkana air dari pipa yang sedang
diperbaiki
Pikiran Jansen mulai meloncat.
kemana-mana, membayangkan hal-hal
yang membuat Lita basah
Menyadari ucapan yang keluar dari
mulutnya, Lita langsung menutup
mulutnya dan menunduk malu,
kemudian bergegas keluar dari kamar
mandi menuju ruang tamu.
"Apa yang aku katakan, apa yang
aku pikirkan! Huh," gumam Lita sambil
menghela napas panjang, merasa malu
dan kesal pada dirinya sendiri.
Tak lama kemudian, Jansen
melangkah keluar dari kamar mandi
dengan celana yang basah, walaupun
kini dia telah mengenakan bajunya.
"Sudah selesai" ucap Jansen ringan.
kok cuma sebentar?" Lita
menanyakan dengan rasa penasaran
"Memangnya perlu banyak waktu
untuk membetulkan itu?" Jansen
memutar bola matanya, sedikit
kebingungan dengan pertanyaan Lita
yang terdengar konyol itu.
Lita sendiri ikut merasa bingung.
mengapa dirinya bisa menanyakan hal
aneh seperti itu. Namun, ia segera
menyusun kembali ekspresi wajahnya
serius sebelum berkata, "Ngomong
ngomong, bisakah aku meminta
bantuan sekali lagi?"
"Apa itu? Tanya Jansen, sedikit
waspada. "Asal jangan melanggar
sesuatu yang berbau hukum."
Lita menarik napas dalam-dalam
dan mengeluarkan
suara yang lembut.
"Aku ingin pergi ke pesta, tapi harus
membawa pacar. Aku tidak punya.
jadi Maukah kama menjadi pacar
Pura-pura? Aku akan membayar untuk itu!"