NovelToon NovelToon
Jadi Istri Om Duda!

Jadi Istri Om Duda!

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama / Duda
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Galuh Dwi Fatimah

"Aku mau jadi Istri Om!" kalimat itu meluncur dari bibir cantik Riana Maheswari, gadis yang masih berusia 21 Tahun, jatuh pada pesona sahabat sang papa 'Bastian Dinantara'

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galuh Dwi Fatimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Truth or Dare

Beberapa staf mulai mengajak semua orang bermain game ringan “Truth or Dare” versi kantor. Yang terpilih harus menjawab jujur atau menjalani tantangan kocak.

Riri, sialnya, ikut kena giliran. “Riri, Truth or Dare?” tanya MC dengan gaya usil.

“Uh… Truth deh,” jawab Riri hati-hati.

“Oke. Siapa pria yang paling bikin kamu salah tingkah di kantor?” tanya MC disambut sorakan riuh.

“Jawab jawab jawab!”

Riri menatap sekitar, mencoba mencari jawaban aman. Tapi semua orang sudah punya jawaban di kepala. Bahkan Rico dari kejauhan mengangkat tangan dan menunjuk ke arah Bastian sambil tertawa.

“Bukan aku ya?” teriak salah satu staf cowok iseng.

Riri panik. “Aduh… gimana sih pertanyaannya… ya banyaklah yang bikin salah tingkah…” katanya ngeles.

MC mendekat. “Jawab dengan jujur atau minum air kelapa satu ember!”

Riri mendesah pasrah. “Ya… mungkin… Pak Bastian,” ucapnya pelan.

Sorakan meledak.

“WOOOOOOO!”

“Jujur juga akhirnya!”

“Pak Bastian, karyawannya ada yang salting Pak.!”

Bastian mengangkat tangan tenang sambil tersenyum tipis. “No comment,” jawabnya singkat. Tapi wajahnya sedikit memerah, membuat suasana semakin heboh.

Riri menunduk, menutupi wajahnya dengan kedua tangan. “Ya ampun malu banget…” gumamnya pelan.

Bastian menoleh dan berkata lembut, “Santai saja. Itu cuma permainan.”

“Iya, Pak… tapi semua orang jadi godain saya sekarang,” keluh Riri.

“Kalau mereka godain kamu. itu berarti kamu populer,” balas Bastian santai.

---

Beberapa saat kemudian, MC mengumumkan sesi bebas, jalan-jalan keliling pantai, ngobrol santai, atau menikmati snack yang sudah tersedia.

Riri berdiri dan berjalan ke pinggir pantai, mencari udara segar. Angin malam menyapu rambutnya, dan langit penuh bintang. Ia menghela napas panjang.

“Sendirian?” suara Bastian terdengar lagi di belakang.

“Eh, Pak… iya. Cuma lagi menikmati suasana aja.”

Bastian berdiri di sampingnya. Mereka berdua diam sejenak, hanya mendengar suara ombak. Suasananya tenang… tapi ada getaran aneh di dada Riri.

“Gathering pertama kamu lumayan heboh ya,” ujar Bastian tiba-tiba.

“Iya, Pak. Saya nggak nyangka bisa… jadi pusat perhatian begini,” Riri terkekeh malu.

“Kadang hal tak terduga justru bikin acaranya jadi jauh lebih berkesan,” balas Bastian.

Tatapan mereka bertemu sesaat. Riri cepat-cepat berpaling, tapi wajahnya memanas. Di belakang mereka, api unggun masih menyala terang.

___

Sinar matahari pagi menembus tirai tipis kamar penginapan. Suara ombak yang berdebur pelan terdengar jelas dari jendela. Riri menggeliat malas, tapi begitu ingat hari ini mereka akan full kegiatan di pantai, ia langsung bangun dengan semangat.

“Ri! Cepetan siap-siap! Nanti kita telat!” teriak Rico dari luar kamar hotel.

“Iyaaa! Sabar, aku baru bangun!” balas Riri setengah panik.

Beberapa saat kemudian, Riri keluar dengan outfit pantai sederhana, celana pendek selutut, kaus putih oversize, dan topi lebar. Ia tidak menyangka beberapa rekan kerjanya langsung bersiul jahil.

“Wihhh… Riri versi beach girl!” goda Tami, seniornya di divisi Humas.

“Apaan sih kalian!” Riri menutupi wajahnya malu-malu.

Di sisi lain, Bastian baru saja turun dari jeep hitamnya dengan kemeja putih tipis yang digulung sampai siku dan celana chino. Kacamata hitam menggantung di kerah bajunya. Seketika, beberapa karyawan perempuan heboh sendiri.

“Gila… Pak Bastian kayak model majalah!” bisik Tami.

Riri ikut melirik sekilas, dan entah kenapa dadanya jadi berdebar tak jelas. Tapi ia buru-buru mengalihkan pandangan.

___

Permainan Pantai kembali Dimulai.

“Semua karyawan dibagi ke dalam tiga kelompok untuk lomba-lomba pantai!” teriak panitia lewat pengeras suara.

Riri dan Rico ternyata masuk tim yang sama lagi… dengan Bastian juga.

“Serius…?!” Riri melotot ke Rico.

“Yap. Selamat Ri, kamu satu tim lagi sama Pak Bos , Jangan gugup ya,” bisik Rico sambil nyengir jahil.

Lomba estafet air menggunakan spons pun di mulai.. Para peserta harus mengisi ember belakang hanya dengan cara membawa air di spons dari laut.

“Riri, kamu barisan depan,” perintah panitia.

“Apa?! Kenapa aku yang di depan?!”

“Karena kamu paling ringan, jadi gampang lari,” sahut Rico asal.

Bastian berdiri di barisan terakhir — posisi yang akan menentukan kemenangan tim.

Ketika peluit dibunyikan, Riri berlari ke laut sambil membawa spons. Ia menekannya ke air, lalu berlari kembali. Namun…

“WAHHH!!”

Kakinya terpeleset pasir basah, tubuhnya miring ke samping—dan sebelum jatuh, Bastian dengan refleks menangkapnya dari belakang.

Pelukan kilat itu bikin seluruh tim langsung bersorak.

“Uuuuuuuuuhhhh!!!!”

Riri buru-buru berdiri tegak, mukanya memerah seperti udang rebus.

“Ma…maaf, Pak! Saya gak sengaja—”

Bastian menahan senyum, “Kamu emang ahli bikin keributan ya.”

“Bukan salah saya, pasirnya yang licin!”

“Yaudah, kamu fokus. Kita belum menang,” ucapnya tenang tapi tatapan matanya bikin jantung Riri makin kacau.

Setelah permainan pertama selesai,

Kali ini tiap tim harus membuat istana pasir raksasa dalam waktu 20 menit. Riri, Rico, dan beberapa karyawan sibuk membentuk bagian dasar. Bastian duduk agak menyamping, memperhatikan dan sesekali memberi arahan seperti arsitek profesional.

“Riri, sisi kananmu miring. Kalau begini terus, bentengnya bisa ambruk,” ujar Bastian sambil mendekat.

“Yaudah sini bantuin! Kritik doang bantuin engga!” tantang Riri setengah sebal.

Bastian mengangkat alis, lalu jongkok di sampingnya dan ikut membentuk dinding pasir. Posisi mereka kini sangat dekat, bahu hampir bersentuhan.

“Begini caranya, tekan perlahan…” katanya sambil menggenggam tangan Riri dan mengarahkannya membentuk lekukan pasir.

Riri terdiam sesaat. Sentuhan itu sederhana… tapi membuat waktu seolah melambat sepersekian detik.

“Paham?” tanya Bastian.

“Eh… i-iya,” jawabnya terbata-bata.

Rico dari jauh berbisik ke Tami, “Lihat tuh, ini bukan lomba pasir, ini lomba bikin baper.”

---

Setelah rangkaian acara hari itu selesai.

cara pantai hari itu ditutup dengan sesi santai di tepi pantai. Semua karyawan duduk lesehan di atas tikar panjang, menikmati kelapa muda sambil menunggu matahari tenggelam.

Riri duduk agak di pinggir, menikmati angin laut yang terasa hangat. Tiba-tiba, seseorang duduk di sampingnya — Bastian.

“Kamu kelihatan menikmati sekali hari ini,” ucapnya pelan.

“Eh, Pak… iya, seru juga ternyata gathering begini, aku pikir bakal ngebosenin” jawab Riri dengan gugup.

“Biasanya kamu serius terus di kantor,” lanjutnya dengan nada ringan.

“Ya… kalau di kantor gak serius kan nanti aku salah. Nanti Pak Bastian marah” gumam Riri sambil tersenyum kecil.

Bastian menatapnya sejenak, lalu berkata, “Kamu gak perlu terlalu takut. Kamu punya potensi besar di Perusahaan. Dan… kalau kamu jatuh lagi saya udah terbiasa nangkep kamu,” ujarnya setengah bercanda.

Riri spontan menoleh cepat, wajahnya memerah. “Pak!”

Bastian tertawa kecil — suara yang jarang didengar karyawan. Matahari tenggelam di belakang mereka, mewarnai langit dengan oranye keemasan… dan entah kenapa, momen itu terasa lebih dari sekadar gathering kantor biasa.

1
Grindelwald1
Wah, mantap!
Galuh Dwi Fatimah: terimakasih!!
total 1 replies
Niki Fujoshi
Capek tapi puas baca cerita ini, thor! Terima kasih sudah membuatku senang.
Galuh Dwi Fatimah: Terimakasih kak, semoga harimu selalu menyenangkan
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!