Waren Wiratama, 25 tahun adalah seorang pencuri profesional di kehidupan modern. Dia dikhianati sahabatnya Reza, ketika mencuri berlian di sebuah museum langka. Ketika dia di habisi, ledakan itu memicu reaksi sebuah batu permata langka. Yang melemparkannya ke 1000 tahun sebelumnya. Kerajaan Suranegara. Waren berpindah ke tubuh seorang pemuda bodoh berusia 18 tahun. Bernama Wiratama, yang seluruh keluarganya dihabisi oleh kerajaan karena dituduh berkhianat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irawan Hadi Mm, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 13
'Sistem'
[Ting]
'Bisakah aku membuat para monyet itu menuruti apa yang aku katakan?'
[Tentu saja, pil penakluk binatang liar level 3. Ditukar dengan 7 batang emas. Aktif dalam 1 jam]
'Tukar'
[Penukaran berhasil]
[Ting]
Tanpa aba-aba, Warren segera menengadahkan tangannya dan muncullah sebuah pil berwarna hitam. Dengan sedikit semburan kehijauan.
Warren memasukkan pil itu ke dalam mulutnya. Dan menelannya. Segera setelah dia melakukan itu. Warren merasa tubuhnya panas. Tapi hanya sebentar saja, selanjutnya dia bahkan bisa mendengar suara-suara lain dari hutan ini. Bukan suara manusia saja.
Dia bisa mendengar suara burung dan monyet yang ada di atas dahan. Ternyata para monyet itu juga sedang memperhatikan dirinya dan rombongannya. Juga para pejuang yang ada di dekat pohon.
Mendengar para monyet bicara. Warren sedikit terkekeh. Salah satu dari binatang itu ada yang mengatakan kalau Simin memang terlihat seperti bagian dari mereka. Seperti monyet. Hanya saja penampilannya sangat jelek.
Bagaimana Warren tidak berusaha menahan tawa. Bahkan prajurit yang tadi bicara tidak baik pada keluarganya itu di bilang lebih jelek daripada monyet. Oleh monyet itu sendiri.
Warren segera memberitahu para mayat-mayat itu tentang apa yang ia inginkan. Warren mengatakan kepala semua monyet yang ada di atas pohon di sekitar tempat mereka berdiri untuk melemparkan mangga ketiga orang prajurit yang sombong itu.
Setelah salah satu monyet yang merupakan ketua dari kawanan itu menyetujui apa yang diinginkan oleh Warren. Warren segera menghampiri ibunya.
"Ibu, monyet itu terlihat marah. Ayo menjauh, ayo!" ucapnya sambil menarik Ibunya pergi menjauh dari pohon mangga itu.
Melihat Warren dan ibunya menjauh, Ketika Sari dan Dewi Lestari yang duduk di dekat pohon mangga juga segera menjauh.
Dan tak lama setelah itu, terdengar suara para monyet itu yang menyerbu semuanya dari pohon-pohon di sampingnya ke pohon mangga yang sedang dipancat oleh Simin.
"Hehh, apa itu?" tanya Simin yang merasa pohon mangga yang dia panjat itu berguncang.
"Simin, itu monyet-monyet melompat ke pohon mangga" kata Badrun.
Sementara Santo yang memegang pedang milik Simin, juga cambuk miliknya sendiri segera mengambil sikap waspada.
Karena dia bisa melihatnya dengan jelas. Semua monyet yang tadinya ada di pohon lain tiba-tiba saja langsung melompat ke pohon mangga itu secara bersamaan. Dan menurut Santo itu sesuatu yang sangat aneh, bisa dibilang itu fenomena yang belum pernah dilihat sebelumnya. Maka Santo pun bergegas menjauh dari pohon mangga.
Sayangnya apa yang dia lakukan itu terlambat. Para monyet itu bersuara sangat nyaring. Seperti saling sahut-sahutan satu sama lain. Dan ketika Santo melangkah mundur para monyet itu melemparinya dengan buah mangga yang mereka petik dari pohon.
Tidak hanya buah yang matang. Para monyet itu memetik semua yang mereka lihat dan ada di dekat mereka. Langsung saja di petik dan langsung dilemparkan ke arah Santo.
Bagh
Bugh
"Aduh" Santo mengaduh sakit.
Dan meskipun dia berusaha untuk melindungi kepalanya dengan kedua tangannya, justru kedua tangannya itu yang sakit bukan main karena dilempari buah mangga oleh para monyet itu.
Meski ukuran buah mangga itu memang tidak terlalu besar. Akan tetapi jika dilempar dari jarak yang jauh dan tinggi tentu saja jika mengenai tubuh akan terasa sangat sakit.
Bukan hanya Santo saja yang terus mengaduh kesakitan. Karena Badrun yang tadinya sudah mengambil ancang-ancang bersiap menangkap buah mangga yang akan dijatuhkan oleh Simin bahkan ditempuh lebih banyak buah mangga lagi oleh para monyet itu.
Bagh
Bugh
Badrun sampai terjatuh ke tanah.
"Aduh, ampun! ampun!"
Benar-benar seperti apa yang dikatakan oleh Sariman bahwa para prajurit yang mengawal rombongan pengasingan ini selain kepala prajurit Arga, yang lainnya hanya prajurit yang benar-benar tidak berguna.
Bisa dilihat diri apa yang terjadi sekarang ketika para monyet itu melempari mereka dengan buah mangga, hanya dengan buah mangga saja dan yang melemparnya adalah monyet. Mereka sampai meminta ampun seperti itu dan tidak berdaya. Benar-benar tidak berguna.
Brukkk
Simin lebih parah. Dia yang bahkan di timpuk dari jarak dekat oleh para monyet itu juga sampai terjatuh dari pohon.
Tak cukup disitu saja. Meski ketiganya sudah meringkuk menutupi kepala mereka dengan kedua tangan tetap saja para monyet yang ada di atas pohon mangga tidak berhenti.
Warren yang melihat itu bersorak senang. Dia melompat-lompat kegirangan dan bertepuk tangan. Dia sepertinya berusaha untuk mendalami perannya sebagai orang bodohh seperti yang ditertawakan oleh ketiga prajurit itu tadi.
"Hore, banyak mangga jatuh. Ajeng, banyak mangga. Kamu mau mangga kan? ayo kita kumpulkan!" kata Warren menarik tangan Ajeng.
Tapi, ketika Ajeng akan mengikuti Warren. Dengan cepat Ratna menghentikan keduanya.
"Wira, monyet-monyet itu masih melempari para prajurit. Bagaimana nanti kalau kalian terluka?" tanya Ratna.
Warren melihat ke arah para prajurit.
"Iya, Kak Ratna benar. Yang mereka lempari memang hanya para prajurit. Tempat yang jatuh manganya itu, tidak di lempari. Kita ambil saja yang jauh dari prajurit itu!" kata Warren dengan gaya kekanak-kanakannya.
Sebenarnya jika ada orang yang sangat peka mendengarkan apa yang baru saja diucapkan oleh Warren itu mereka pasti akan merasa kalau Warren tidak bodohh. Karena memang kalimat yang disampaikan oleh Warren itu cukup panjang dan tidak mungkin kalimat sepanjang itu dikatakan oleh seseorang yang bodohh.
"Ibu, Paman benar. Kita ambil yang jauh dari prajurit. Lihat itu, ada yang matang!" Ajeng menunjuk ke arah mangga yang jatuh jauh dari prajurit dan warnanya kekuningan.
Wajah ceria Ajeng, akhirnya mengusir kekhawatiran Ratna.
"Benar juga, aku juga akan bantu ambil. Lumayan untuk bekal kita dalam perjalanan!" kata Ratna yang kemudian juga bergegas ke arah lain.
Para monyet itu masih sibuk melempari ketiga prajurit yang bahkan sudah tidak berdaya di tanah itu dengan buah mangga. Sampai pada akhirnya buah yang ada di pohon habis. Para monyet itu segera pergi.
Di saat itulah, kepala prajurit Arga datang.
"Ada apa ini?" pekiknya terkejut melihat ketiga anak buahnya tergeletak di tanah babak belur.
Sementara nyonya Wulandari dan yang lainnya sedang memunguti mangga yang ada di tanah.
***
Bersambung...
lanjutkan di tunggu up berikut nya