NovelToon NovelToon
REVENGE

REVENGE

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Yatim Piatu
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Nona Jmn

Sejak kematian ayahnya yang misterius, Elina diam-diam menyimpan dendam. Saat Evan—teman lama sang ayah—mengungkapkan bahwa pelakunya berasal dari kepolisian, Elina memutuskan menjadi polisi. Di balik ketenangannya, ia menjalankan misi berbahaya untuk mencari kebenaran, hingga menyadari bahwa pengkhianat ada di lingkungan terdekatnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Jmn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jebakan

"Satu jam lagi kita bakal ada rapat," ucap salah satu detektif senior sambil membuka pintu ruang Tim Alaric. Ia hanya memberi pengumuman singkat, lalu menutup kembali pintu dan pergi.

Bayu meneguk kopinya pelan. "Rapat pagi-pagi begini, pasti ada kasus besar lagi."

Cakra bersandar di kursinya. "Atau jangan-jangan masih soal Mafia Velora kemarin?"

Alaric menatap mereka sekilas, lalu berkata dengan nada tenang tapi yakin, "Nggak. Pak Andra nggak mungkin langsung nyerang Evan lagi. Beliau pasti butuh strategi dan waktu buat siapkan bukti baru."

Semua mengangguk, seolah sepakat. Suasana ruang itu tenang, tapi tegang di bawah permukaannya. Valencia hanya terdiam, pandangannya menatap layar komputer kosong. Dalam kepalanya, bayangan Evan kembali muncul—wajahnya dingin saat pertemuan terakhir di pantai.

Waktu berlalu tanpa terasa. Tepat satu jam kemudian, mereka semua bergerak menuju ruang rapat. Ruangan besar itu sudah terisi penuh. Beberapa detektif senior duduk di barisan depan, sementara yang lain berdiri di sisi ruangan, menunggu kedatangan pemimpin mereka.

Krek!

Pintu terbuka. Langkah berat terdengar, dan sosok Andra masuk dengan berkas di tangannya. Tatapannya tajam seperti biasa, memancarkan wibawa seorang pemimpin yang tak suka main-main.

"Baik, semua sudah hadir," ucapnya tegas sambil menatap satu per satu. "Hari ini kita dapat tugas penting. Target kita bukan Evan... tapi seseorang yang punya koneksi besar ke jaringan narkoba lintas kota."

Semua menatap layar besar di depan. Foto seorang pria muncul—wajahnya tegas, dengan bekas luka samar di pelipisnya.

"Raden Wijaya," lanjut Andra. "Dia bandar narkoba yang sudah lama lolos dari pengawasan. Kita dapat informasi valid, dia akan berada di gudang dekat pelabuhan timur malam ini. Ini kesempatan kita.”

Bisik-bisik kecil terdengar dari beberapa detektif. Sementara itu, Valencia terpaku menatap layar. Bibirnya menegang, lalu perlahan melengkung membentuk senyum samar yang sulit diartikan.

Raden Wijaya.

Musuh Evan. Orang yang dulu menjerat banyak anak buah Evan hingga mati.

“Val, lo kenapa?” bisik Bayu yang duduk di sebelahnya.

Valencia hanya menggeleng pelan, matanya masih terpaku pada layar. “Nggak apa-apa,” jawabnya datar, tapi di dalam hatinya bergejolak.

Jika benar malam ini mereka akan menangkap Raden...

Maka Valencia punya alasan sendiri untuk memastikan misi itu berhasil.

Kali ini, dia yang akan membasmi Raden Wijaya.

•●•

Malam itu, pelabuhan timur diselimuti kabut tipis dan udara asin laut yang menusuk hidung. Lampu-lampu jalan berkelip redup, menciptakan bayangan panjang di antara tumpukan kontainer dan kapal kargo yang terdiam.

Deretan mobil hitam berhenti beberapa meter dari gerbang pelabuhan. Andra berdiri di depan barisan, menatap semua timnya dengan pandangan tajam.

“Kalian tahu misi malam ini,” ucapnya singkat. “Tangkap Raden Wijaya hidup-hidup. Tim Alaric bertanggung jawab di lapangan.”

“Siap, Pak!” jawab mereka serempak.

Beberapa menit kemudian, mobil Tim Alaric melaju pelan menyusuri jalan setapak menuju dermaga utama. Di dalam mobil, suasana tegang terasa.

“Bayu, Cakra, kalian tetap standby di sini. Pantau lewat komunikasi dan siap kalau kami butuh backup,” ujar Alaric sambil mengecek senjatanya.

“Siap, Kapten,” jawab Bayu mantap, sementara Cakra sudah menyalakan laptop untuk mengakses peta digital area pelabuhan.

Alaric menoleh pada Valencia. “Kita turun.”

Valencia mengangguk tanpa banyak bicara. Begitu keluar dari mobil, udara malam langsung menyambut dengan dingin. Sepatu boots mereka menapak pelan di atas lantai kayu dermaga, suara langkah disamarkan oleh angin laut.

“Sunyi banget,” gumam Valencia lirih.

“Terlalu sunyi,” sahut Alaric waspada. “Biasanya, kalau sepi begini… ada sesuatu yang disembunyikan.”

Mereka berdua bergerak hati-hati, menyusuri sisi pelabuhan hingga menemukan kapal kecil yang sudah lama terparkir di tepi. Dari atap kabin kapal itu, mereka bisa melihat area pertemuan yang lebih terbuka.

“Kita sembunyi di situ,” kata Alaric cepat.

Valencia mengangguk dan mengikuti, menaiki tangga besi berderit pelan. Mereka berdua berjongkok di atas kabin, memperhatikan setiap sudut dengan pandangan tajam.

Beberapa menit berlalu sebelum akhirnya suara mesin mobil terdengar.

Sebuah mobil mewah berwarna merah menyala berhenti di dekat gudang pelabuhan. Lampu depannya memantul di air laut yang tenang.

“Target muncul,” bisik Valencia, matanya menajam.

Dari mobil itu keluar seorang pria dengan jas hitam, rambut rapi ke belakang, dan senyum licin di wajahnya — Raden Wijaya.

“Dia sendirian?” gumam Alaric pelan.

Valencia mengerutkan dahi. “Nggak mungkin. Raden nggak pernah datang tanpa pengawalnya.”

Raden berjalan santai menuju seorang pria lain yang sudah menunggunya. Mereka berjabat tangan singkat, lalu Raden membuka koper dan memperlihatkan sesuatu di dalamnya — tumpukan uang dan paket putih yang mencurigakan.

Alaric mengangkat alat komunikasinya. “Target sedang transaksi. Tapi—”

Sebelum sempat melanjutkan, Raden menoleh perlahan ke arah mereka. Tatapan matanya tajam, seolah menembus gelap malam.

Lalu… senyum miring muncul di wajahnya.

Deg!

Valencia langsung tegang. “Sial… dia tahu posisi kita.”

Baru saja Valencia dan Alaric hendak berpindah tempat, suara langkah berat terdengar dari belakang.

Dari balik kapal, sekelompok pria bersenjata muncul — pengawal Raden. Mereka telah mengepung.

“Jebakan,” desis Alaric seraya menarik pistolnya.

“Sudah aku bilang!” sahut Valencia, matanya tajam.

Tanpa aba-aba, perkelahian pun pecah.

Suara peluru menyalak di antara hembusan angin laut, disusul teriakan dan suara logam kapal yang beradu keras. Valencia menangkis serangan salah satu pengawal dengan tendangan cepat, lalu berputar sambil menembak dua orang sekaligus.

Sementara itu, Alaric bertarung jarak dekat dengan lawan bersenjata pisau.

Mereka berdua bertahan dengan sisa tenaga, sementara di kejauhan, Raden menonton dari balik mobilnya dengan tatapan puas — senyum licin di wajahnya tak juga pudar.

1
Alfi Hidayati
cerita yg bgus..
bab slnjut ny thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!