Kayla lahir dari pernikahan tanpa cinta, hanya karena permintaan sahabat ibunya. Sejak kecil, ia diperlakukan seperti beban oleh sang ayah yang membenci ibunya. Setelah ibunya meninggal karena sakit tanpa bantuan, Kayla diusir dan hidup sebatang kara. Meski hidupnya penuh luka, Kayla tumbuh menjadi gadis kuat, pintar, dan sopan. Berkat beasiswa, ia menjadi dokter anak. Dalam pekerjaannya, takdir mempertemukannya kembali dengan sang ayah yang kini menjadi pasien kritis. Kayla menolongnya… tanpa mengungkap siapa dirinya. Seiring waktu, ia terlibat lebih jauh dalam dunia kekuasaan setelah diminta menjadi dokter pribadi seorang pria misterius, Liam pengusaha dingin yang pernah ia selamatkan. Di tengah dunia yang baru, Kayla terus menjaga prinsip dan ketulusan, ditemani tiga sahabatnya yang setia. Namun masa lalu mulai mengintai kembali, dan cinta tumbuh dari tempat yang tak terduga…
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 Napas Kecil yang Menggetarkan
Jam menunjukkan pukul 23.18.
Kayla baru saja keluar dari ruang visit pasien VIP. Ia melepas masker dan meregangkan lehernya yang kaku. Hari itu terlalu panjang — dua pasien operasi, satu pengantar rawat inap, dan… empat cangkir kopi yang sudah tak berasa.
Baru saja ia ingin duduk di kursi staf, suara dari speaker rumah sakit menyentak:
"KODE MERAH. IGD. PASIEN ANAK KRITIS. BUTUH BANTUAN DOKTER MUDA SEKARANG."
Refleks, Kayla berlari. Jas putihnya berkibar di lorong yang sunyi.
Ruang IGD
Seorang anak laki-laki usia sekitar 7 tahun terbaring di ranjang darurat. Tubuhnya lemas, napasnya cepat dan tidak beraturan.
Seorang dokter senior memberi instruksi cepat, “Anak ini masuk dalam keadaan sesak berat, suhu tubuh drop, dan jantung berdebar tak teratur. Riwayat penyakit jantung bawaan, belum operasi.”
Kayla mendekat, mengenakan sarung tangan dan masker.
Matanya terpaku pada wajah anak itu.
Anak itu membuka mata setengah dan bergumam lemah, “Mama… sakit…”
Kayla menahan napas. Suara itu kecil.
Tapi menikam lebih dalam dari semua ucapan marah pasien manapun.
“ Siapa namamu?” Kayla membungkuk pelan.
“Re… Reyhan…” jawab anak itu pelan
“Reyhan kuat, ya? Sekarang Kakak akan bantu kamu supaya napasmu enak lagi, ya…” ujar Kayla
Anak itu mengangguk pelan, lalu batuk keras.
Tiga jam berlalu.
Reyhan sudah ditransfer ke ruang PICU (perawatan intensif anak). Kayla duduk di kursi kecil di sampingnya, sambil mencatat kondisi.
Suster menyentuh lengannya, “Dokter Kayla, istirahat dulu. Sudah hampir jam tiga pagi.”
Kayla menggeleng pelan. “Aku tetap di sini. Kalau dia bangun dan ketakutan, siapa yang dia kenal selain kita?”
Suster menatapnya. “Kamu suka anak-anak, ya?”
Kayla terdiam. "Aku suka… Tapi aku takut. Karena mereka kecil, rapuh, dan aku takut gagal menyelamatkan mereka."
Reyhan membuka mata sedikit. Tangannya mencari-cari dalam gelap.
Kayla langsung memegangnya. “Ini Kak Kayla. Reyhan masih di rumah sakit. Aman, ya…”
Reyhan menggenggam erat. “Kalau aku mati… Mama aku nanti nangis gak, Kak?”
Pertanyaan itu menghantam dada Kayla seperti pukulan tak terlihat.
“Reyhan gak akan mati. Karena Kakak ada di sini, dan semua dokter di sini sayang sama Reyhan.” jawab Kayla pelan
Reyhan mengangguk kecil. “Kalau aku sembuh… Kakak temani aku main layangan ya…”
Kayla menahan air mata. “Janji.”
Dua hari kemudian
Reyhan membaik.
Ia duduk di ranjang, mengenakan masker oksigen kecil, dan menggambar di kertas gambar yang dibawakan Kayla.
“Ini Kak Kayla. Aku gambar Kakak jadi malaikat.” ujar Reyhan pelan
“Wah, rambut Kakak keriting banget di gambar ini.” ujar Kayla
“Emang kayak mi instan, Kak.” jawab Reyhan
“Hahaha!” tawa mereka pun terdengar
Tawa mereka memenuhi ruang perawatan. Kayla bahkan tak sadar, beberapa dokter lain memandangi mereka sambil tersenyum haru dari balik kaca.
Malam itu, Kayla kembali ke ruang staf. Ia duduk di depan cermin kecil di loker, melepas masker pelan-pelan.
Lalu ia membuka jurnal kecilnya dan menulis:
"Hari ini Reyhan bilang aku malaikat. Tapi aku bukan. Aku cuma manusia yang tak ingin kehilangan anak kecil yang baru saja mengenal harapan."
"Mungkin… Aku memang harus jadi dokter anak"
"Karena di dunia yang keras, anak-anak butuh seseorang yang bisa menyentuh luka mereka — tanpa membuatnya tambah sakit."
...----------------...
Sore itu, hujan mengguyur pelan atap rumah Pak Albert.
Kayla duduk di ruang tamu sambil memegang secangkir teh melati. Pak Albert, seperti biasa, duduk di kursi rodanya sambil memandangi taman basah.
"Jadi," katanya membuka percakapan, "katanya kamu mulai ngelirik spesialis anak?"
Kayla tersenyum kecil. “Dengar dari siapa, kek?”
“Kalau cucu ku satu-satunya mulai senyum sendiri setelah dari ruang PICU, ya aku curiga.” jawab kakek Albert
Kayla terkekeh. “Mereka... istimewa, kek. Anak-anak itu... punya cahaya sendiri.”
“Dan kamu punya cara menyalakan cahaya mereka.” kakek Albert menatap tajam. “Kamu punya tangan penyembuh, Kay.”
Kayla terdiam. Lalu berkata pelan, “Tapi aku takut…”
“Takut gagal?” tanya kakek Albert
Kayla mengangguk. “Anak-anak... terlalu murni. Saya takut kalau saya membuat satu kesalahan saja, luka mereka akan terus dibawa seumur hidup.”
Pak Albert menarik napas dalam.
“Dengar, Kayla. Ketakutan itu tanda kamu manusia. Tapi pilihanmu untuk tetap melangkah meski takut... itu yang membuatmu istimewa.” jelas kakek Albert
Setelah dari rumah kakek Albert Kayla melakukan video call dengan Cika, Lala, dan Rina.
Mereka bertiga sudah menunggu di layar.
Cika: “Kamu beneran mau jadi dokter anak?”
Kayla: “Masih mikir. Tapi Reyhan... dia banyak mengubah cara pandangku.”
Lala: “Kamu bukan cuma cocok jadi dokter anak. Kamu lahir untuk itu.”
Rina: “Aku gak percaya takdir, tapi aku percaya kalau luka masa lalu kamu... memang disiapkan untuk nyembuhin anak-anak seperti Reyhan.”
Kayla tertawa sambil mengusap matanya yang basah.
Kayla:“Kenapa kalian selalu tahu cara bilang hal yang bikin aku nangis?”
Tiga hari kemudian.
Sore yang cerah, Kayla mendapat pesan singkat:
Dari: Ibu Reyhan
“Dokter Kayla, kami ingin mengundang ke rumah. Reyhan punya kejutan untuk Kakak.”
Kayla pun datang. Rumah sakit menuju kamar saat mengetuk pintu, Reyhan sendiri yang membukakan.j
“Dokteeer!” serunya, langsung memeluk Kayla.
“Ih, Reyhan udah sehat bener, ya? Nanti Kakak cek beneran nih, sehat gaknya.” ujar Kayla
“Masuk dulu!” ibu Reyhan menyajikan teh dan kue kukus.
“Reyhan memberikan kertas besar yang digambar dengan krayon warna-warni. Ia menyerahkan pada Kayla dengan senyum lebar.
Di tengah gambar itu ada sosok perempuan dengan jas putih, dan anak kecil di pangkuannya. Di atasnya tertulis:
“Kak Kayla, Dokter Hati Anak-anak”
Kayla tak bisa berkata-kata. Air matanya menetes satu per satu.
“Ini Reyhan gambar sendiri?” tanya Kayla
“Reyhan pengen Kak Kayla terus jadi dokter. Supaya banyak anak bisa senyum kayak Reyhan.” ujar Reyhan
Kayla memeluk Reyhan erat. “Makasih, Reyhan… ini hadiah terbaik sepanjang hidup Kakak.”
Saat pulang, Kayla duduk di angkot sambil memegang gambar Reyhan di pangkuannya.
“Ibu…Hari ini aku diberi gelar oleh anak kecil yaitu ‘Dokter hati anak-anak.’ Bukan gelar akademik.Tapi aku merasa… akhirnya aku tahu siapa aku.
Aku bukan anak yang tak diinginkan lagi.
Aku... adalah cahaya kecil bagi mereka yang pernah merasa gelap.”
Bersambung
mantap 👍
kl orng lain,mngkn g bkln skuat kayla....
ank kcil,brthan hdp s luarn sna pdhl dia msh pnya sseorng yg nmanya ayah.....
😭😭😭
mudah dipahami
mna pas lg,jdinya ga ara th jd nyamuk....😁😁😁.....
Liam niat bgt y mau pdkt,smp kayla prgi kmna pun d ikutin....blngnya sih kbetulan.....tp ha pa2 lh,nmanya jg usaha....smngtttt....
trnyta ank yg d buang,skrng mlah jd kbnggaan orng lain....slain pntr,kayla jg tlus....skrng dia pnya kluarga yg syng dn pduli sm dia....