Tepat di hari pernikahan, Ayana baru mengetahui jika calon suaminya ternyata telah memiliki istri lain.
Dibantu oleh seorang pemuda asing, Ayana pun memutuskan untuk kabur dari pesta.
Namun, kaburnya Ayana bersama seorang pria membuat sang ayah salah paham dan akhirnya menikahkan Ayana dengan pria asing yang membantunya kabur.
Siapakah pria itu?
Sungguh Ayana sangat syok saat di hari pertama dia mengajar sebagai guru olahraga, pria yang berstatus menjadi suami berada di antara barisan murid didiknya.
Dan masih ada satu rahasia yang belum Ayana tahu dari sang suami. Rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tria Sulistia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Cium Tangan
Asih tak pernah menduga sebelumnya, tujuan utama Jodi menikahkan Ayana dengan Elang hanya untuk membuat Ayana menyesal. Bagi Asih, pernikahan adalah sesuatu hal yang sakral dan tidak boleh dijadikan permainan.
Tapi nyatanya sang suami begitu tega pada anak semata wayang mereka hanya karena terobsesi menjadi mertua dari pria kaya raya bernama Samsul.
Setelah Samsul pergi dari rumah, Asih menghampiri Jodi yang kini duduk di kursi depan televisi.
"Pa, kamu tega sama Ayana. Padahal Papa tahu sendiri kalau Ayana nggak mau menikah sama Samsul."
Jodi menekan remote untuk mengganti channel TV sambari melirik sekilas pada Asih.
"Aku melakukan ini juga untuk kebaikan Ayana, Ma. Ayana itu anak kita satu-satunya, aku mau hidup Ayana dan masa tua kita terjamin," jelas Jodi.
"Dengan cara menikahkan Ayana dengan Samsul? Memangnya tidak ada lagi pria kaya raya selain Samsul, Pa?" Asih mencecar pertanyaan dengan nada geram.
"Lah terus siapa lagi?" Jodi balik bertanya sembari mengangkat bahu. "Selagi ada pria kaya yang mau menikahi Ayana, kenapa tidak?"
"Papa!" pekik Asih geram.
Percuma berbicara dengan Jodi yang hanya akan membuat Asih semakin geram. Lantas dia pun melesat masuk ke dalam kamar, berjalan mondar-mandir memikirkan cara agar rencana Jodi gagal.
Kemudian dia berhenti di depan cermin besar yang ada di salah satu sudut kamar.
"Maafkan Mama, Pa. Kali ini Mama nggak sejalan dengan pemikiran Papa," ucap Asih menatap bayangannya sendiri.
*
*
*
Pagi hari, ketika Ayana sudah siap berangkat ke sekolah untuk mengajar, dia keluar kamar dan mendapati Elang yang sedang memasak mie instan.
Ayana menghela nafas seraya menghampiri Elang. Dilihatnya mie instan kuah dengan taburan bubuk cabe sudah siap tersaji di meja dapur.
"Kamu mau?" tawar Elang begitu melihat Ayana berdiri di sampingnya.
Bukannya menjawab tapi Ayana malah balik bertanya, "Kamu tiap hari makan mie instan? Kamu tahu nggak sih kalau keseringan makan mie instan itu nggak baik buat kesehatan?"
Elang mengangkat bahu santai. "Mau bagaimana lagi, habis enak sih."
Kemudian Elang membawa mangkuk ke ruang tamu dan memakan mie di sana. Ayana yang melihat Elang hanya bisa menggelengkan kepala dan memilih untuk segera berangkat.
"Lang, aku berangkat dulu ya?" pamit Ayana meraih gagang pintu.
"Lho, nggak bareng?"
Ayana berdecak, memutar badan menatap Elang lalu menghela nafas panjang.
"Ya enggak lah, Lang. Nanti orang-orang pada curiga kalau kita keseringan berangkat bareng."
Elang manggut-manggut. Kemudian bertanya lagi, "Nggak cium dulu?"
Seketika Ayana terdiam saat dia membuka pintu rumah, kembali dia membalikkan badan dan melihat Elang yang sudah mengulurkan tangan kanan.
"Sebelum berangkat, cium tangan suami dulu dong," ucap Elang menyeringai tipis. "Mau jadi istri sholehah kan?"
"Harusnya kamu yang cium tangan aku," kata Ayana juga mengulurkan tangan. "Kamu lupa, aku ini guru kamu."
"Tapi aku juga suami kamu, Ay. Kamu yang harus cium tangan aku."
"Nggak mau. Kamu yang cium tangan aku!" ujar Ayana bersikukuh.
"Begini saja deh. Dari pada ribut, mending kita saling cium bibir," Elang semakin melebarkan senyumannya. "Bagaimana mau pilih cium tangan atau cium bibir?"
Ayana memutar bola mata malas. Dengan terpaksa, dia berjalan mendekat, meraih tangan Elang dan melabuhkan kecupan di punggung tangan suaminya.
Tepat saat Ayana menunduk, Elang juga mencium puncak kepala Ayana. Membuat sesuatu di dalam diri Ayana bergetar merasakan kelembutan ciuman Elang.
"Jangan cari-cari kesempatan ya, Lang!" kata Ayana ketus setelah dia melepas tautan tangan Elang.
Pemuda yang memakai seragam putih abu-abu itu hanya cengengesan tak peduli pada raut garang Ayana.
"Semangat mengajar, Sayang," teriak Elang saat melihat Ayana pergi dari rumah.
Setelah memastikan Ayana telah pergi jauh dari rumah, Elang langsung mengambil ponsel di dalam tas sekolahnya. Lalu dia mencari kontak seseorang yang selalu diandalkan saat Elang butuh bantuan.
"Belikan aku satu unit sepeda motor sport! Aku tunggu sore nanti," kata Elang pada seseorang di seberang sana.
Lalu dia mematikan panggilan dan melanjutkan sarapan paginya.
Sementara itu, di depan gerbang sekolah tampak seorang pengemudi ojek online menghentikan sepeda motornya untuk menurunkan seorang penumpang wanita.
Setelah melakukan transaksi, si penumpang wanita pun berjalan melewati gerbang.
Namun mendadak tubuh wanita membeku kala manik matanya melihat sosok wanita paruh baya yang sangat dikenalnya sedang mengobrol dengan satpam sekolah.
"Mama?" pekik Ayana tercengang.
"Ayana," sapa Asih merentangkan tangan untuk dapat memeluk putrinya.
Lantas dua wanita berbeda generasi itu saling bercipika-cipiki sebagai mana biasanya mereka bertemu. Ayana dan Asih saling tatap dengan masing-masing memasang raut wajah yang berbeda.
Ayana tentu saja tercengang melihat sang ibu datang ke sekolah untuk bertemu dengannya. Bahkan bisa dipastikan jika Asih sudah menunggu Ayana sejak pagi buta, setelah Ayana melihat botol air mineral yang sudah habis setengahnya ada di dekat tempat Asih duduk.
Sedangkan Asih sendiri memasang wajah bahagia sebab dapat melepas kerinduanya dengan Ayana.
Asih terpaksa berbohong pada Jodi kalau dia hendak pergi ke pasar. Padahal niat Asih sebenarnya adalah ingin bertemu putrinya.
"Mama sudah nunggu Aya dari tadi? Kenapa nggak nanti siang saja pas Aya pulang mengajar, Ma?"
Asih mengulum senyum memandang Ayana. "Mama nggak punya waktu selain pagi-pagi. Kamu tahu sendiri Papa kamu melarang mama buat ketemu kamu."
Ayana mengangguk kepala paham. "Mama ada perlu apa, Ma?"
"Ini Mama ada sesuatu buat kamu. Tolong diterima ya?" Asih memberikan sebuah kotak persegi yang diterima Ayana dengan kening mengerut bingung.
Ayana menatap sang ibu dan kotak di tangannya secara bergantian lalu bertanya, "Ini apa, Ma?"!
"Ada deh tapi dibukanya nanti saja kalau sudah ada di rumah."
"Oke, Ma. Ayana masuk dulu ya? Nanti kapan-kapan Mama main ke rumah Elang dong, Ma," kata Ayana menggelayut manja di lengan Asih.
"Iya, nanti Mama main ke sana. Ya, sudah sana kamu masuk."
Ayana mengangguk dan melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan dengan sang ibu.
Sesaat Asih terdiam memandang punggung Ayana yang perlahan menjauh. Asih sudah membulatkan tekad untuk membuat Ayana dan Elang saling jatuh cinta. Supaya Jodi tak bisa memisahkan Ayana dari Elang.
Setelah itu, Asih berbalik badan untuk berniat pulang supaya Jodi tidak curiga. Namun, tepat saat itu, Asih menabrak seorang murid laki-laki yang tampak berjalan terburu-buru.
Asih dan si murid itu sama-sama menundukan kepala untuk meminta maaf.
"Maaf, Bu. Saya tidak sengaja."
"Iya, tidak apa-apa. Lain kali lebih hati-hati ya?"
Si murid itu mengangguk dan langsung melesat pergi. Tapi sejenak Asih mengernyitkan dahi kala seperti pernah melihat pemuda yang menabraknya tadi.
Asih berusaha mengingat-ingat. Lalu dia terperangah dan menutup mulutnya yang menganga menggunakan telapak tangan.
"Pemuda tadi kan suami Ayana. Tapi kok dia pakai seragam sekolah. Atau jangan-jangan…"