NovelToon NovelToon
Istri Rahasia Guru Baru

Istri Rahasia Guru Baru

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Cinta Seiring Waktu / Idola sekolah / Pernikahan rahasia
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: ijah hodijah

Gara-gara fitnah hamil, Emily Zara Azalea—siswi SMA paling bar-bar—harus nikah diam-diam dengan guru baru di sekolah, Haidar Zidan Alfarizqi. Ganteng, kalem, tapi nyebelin kalau lagi sok cool.

Di sekolah manggil “Pak”, di rumah manggil “Mas”.
Pernikahan mereka penuh drama, rahasia, dan... perasaan yang tumbuh diam-diam.

Tapi apa cinta bisa bertahan kalau masa lalu dari keduanya datang lagi dan semua rahasia terancam terbongkar?


Baca selengkapnya hanya di NovelToon

IG: Ijahkhadijah92

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ijah hodijah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ditegur Kepala Sekolah

“Hey! Kalian tahu, gak, kalau Emily sama guru baru itu lagi pacaran di sekolah?” seru Eva dengan nada penuh kemenangan, sengaja mengeraskan suara agar kantin yang padat mendengarnya.

“Serius? Gila! Kok bisa sih?” sahut salah satu siswi yang duduk di dekat jendela.

“Cieee, cinta lokasi!” yang lain ikut berseru, sebagian tertawa, sebagian langsung sibuk merekam suasana dengan ponsel diam-diam.

Beberapa murid mulai melongok ke arah pojok kantin, tempat Haidar dan Emily duduk berdua. Suasana berubah heboh, sebagian berbisik penuh rasa ingin tahu, sebagian lagi memicingkan mata penuh kecurigaan.

Emily langsung merasa seluruh tubuhnya membeku. Ia menatap Haidar tajam. “Kan udah saya bilang, Mas… Eh—Pak! Ini bikin masalah!”

“Tenang aja, cuma ngobrol,” ucap Haidar datar, seolah semua bisik-bisik dan lirikan itu tak berarti.

“Ngobrol? Bapak pikir mereka percaya?” Emily melirik ke sekeliling. “Dari cara mereka ngeliatin, kayak saya ini pelakor. Ini sekolah, bukan rumah kita!”

Haidar hanya mengangkat alis. “Kalau kamu nyaman, kita pindah tempat. Tapi kamu harus dengar dulu pembicaraan ini.”

Sebelum Emily sempat menjawab, Disa muncul di dekat meja mereka, menenteng jus jeruk dan ekspresi menyebalkan.

“Wah, wah, wah… romantis banget. Guru ngajak murid ke kantin, ngobrol berdua. Cinta dalam diam, ya?” ejek Disa sambil tersenyum sinis.

Emily langsung berdiri. “Sadar, Dis. Ini bukan urusan lo.”

“Tentu saja ini urusan sekolah. Murid dan guru yang pacaran—eh, atau jangan-jangan lebih dari itu?” Disa menatap Emily dari ujung kaki hingga kepala. “Atau kamu sengaja, ya? Modus supaya nilainya bagus?”

“Cukup, Disa,” suara Haidar terdengar dingin. “Kalau kamu tidak ada keperluan akademik, silakan pergi.”

Disa mendengus. “Wah, belain murid sampai segitunya? Udah gak heran, sih. Soalnya, mana ada guru rela direndahin sama murid bar-bar kalau bukan karena ada hubungan khusus.”

Semua murid kini menatap Emily dengan berbagai ekspresi. Ada yang menahan tawa, ada yang mencibir, dan sebagian yang masih tidak yakin mulai ragu.

Emily menatap Disa dengan rahang mengeras. “Lo gak tahu apa-apa, Dis. Jadi tolong, jaga mulut lo.”

“Tapi semua orang bisa lihat, Emily. Gak ada murid waras yang mau duduk berduaan dengan guru cowok di kantin kalau bukan ada apa-apa. Apalagi… guru barunya kayak Pak Haidar. Duh, saingan berat ya, Emily?” ejek Disa sambil tertawa puas.

Wajah Emily memucat. Ia tahu semua ini akan semakin rumit. Ia ingin berteriak bahwa dia sudah menikah, tapi ia juga tahu janji mereka adalah menyimpan rapat-rapat semuanya. Demi reputasi Haidar. Demi sekolah. Demi Emily yang masih duduk di bangku sekolah.

Emily hanya bisa menarik napas panjang dan menatap semua tatapan tajam itu dengan mata yang mulai memerah.

Haidar pun berdiri, menatap Disa dan semua murid yang kini berkumpul. “Kalian boleh berspekulasi sesuka kalian. Tapi kalian juga harus tahu batas. Saya guru di sini. Dan sebagai guru, saya berhak mengajak siswa bicara kapan pun dibutuhkan. Ini juga bertemu di tempat umum dan masih bisa dilihat oleh kalian. Kalau ada yang tidak suka, silakan lapor ke kepala sekolah.”

Suaranya tegas dan dingin. Semua murid langsung diam, bahkan Disa pun tak jadi melanjutkan ejekannya.

Setelah itu, Haidar menarik Emily pelan, mengajaknya keluar dari kantin.

Sementara itu, kabar miring terus menyebar... dan Emily tahu dia akan menjadi bahan gunjingan teman-temannya.

***

Setelah meninggalkan kantin yang penuh bisik-bisik tajam dan tatapan menyelidik, Haidar membawa Emily ke taman kecil di belakang gedung laboratorium. Tempat itu sepi, hanya suara angin dan gemerisik dedaunan yang terdengar.

Begitu sampai, Emily langsung menghentakkan kakinya.

“Kamu tuh kenapa sih, Pak?” serunya kesal, wajahnya merah padam. “Tahu sendiri saya tuh udah dibenci satu sekolah! Sekarang ditambah lagi gosip pacaran sama guru! Mau jadi apa saya?!”

Haidar bersandar ke dinding, menyilangkan tangan, memandangi Emily tanpa berkata apa pun.

Emily semakin kesal. “Jangan diem aja dong! Bapak pikir aku ini patung apa?! Saya bisa gila, tahu nggak, ditatap semua orang kayak gitu!”

Haidar tetap diam. Tatapannya tajam tapi hangat, tak bergeming sedikit pun. Bibirnya hanya terangkat sedikit di ujung, seolah menikmati kekesalan Emily.

Emily menunjuk wajah Haidar. “Dan bapak itu, ya! Kok kayaknya santai banget! Kenapa bapak tenang banget sih?! Harusnya bapak tuh panik, kayak saya!”

Emily terdiam, napasnya memburu, bibirnya mengerucut, tatapannya tajam kepada Haidar.

“Udah selesai?” tanya Haidar tenang, nadanya lembut tapi penuh sindiran.

“Belum!” sahut Emily cepat. “Saya capek, Pak. Capek banget. Saya tuh nggak pernah minta semua ini! Saya bahkan nolak pas papa nyuruh kita nikah. Tapi bapak bikin saya paksa. Sekarang, saya yang kena imbasnya!”

Haidar masih belum berkata apa-apa. Ia hanya menatap wajah Emily yang makin kesal, matanya mulai berkaca-kaca meski tetap berusaha kuat.

Emily mengangkat dagunya, suara mulai bergetar. “Bapak senang ya lihat saya kayak gini? Senang, kan, saya jadi bahan gosip?”

Haidar tersenyum tipis. “Kamu lucu banget kalau marah.”

“Ha?! Pak... bapak malah... ugh!” Emily mendengus keras, berbalik hendak pergi.

Namun langkahnya tertahan. Ia melirik ke belakang—Haidar masih di tempat, tatapannya tak berubah. Tak ada pembelaan, tak ada permintaan maaf. Hanya ketenangan yang entah kenapa membuat dada Emily makin sesak.

Bel sekolah berdentang, tanda pelajaran segera dimulai lima menit lagi.

Emily menggigit bibir bawahnya, lalu mendesis, “Jangan kira saya kalah, ya!”

“Emang kamu pernah menang?” sahut Haidar santai.

“Ish!” Emily menghentakkan kaki lalu berjalan cepat meninggalkan Haidar, wajahnya memerah bukan hanya karena marah… tapi juga karena tatapan laki-laki itu masih menempel di belakang punggungnya, seolah mampu menembus pikirannya.

Dan sialnya… itu membuat jantungnya berdetak lebih kencang.

***

Di Kelas

Bel sudah berbunyi, para murid kembali ke kelas, tapi suasana belum kembali normal. Justru semakin ramai.

Emily baru saja duduk, langsung dikerubungi beberapa teman sekelasnya.

"Emily, itu beneran gak sih? Kamu pacaran sama Pak Haidar?" tanya Riska, sahabat sebangkunya, setengah berbisik.

"Pacaran sama guru, wow... nggak nyangka!" celetuk Winda, meski nadanya tidak merendahkan, tetap saja membuat Emily tak nyaman.

"Eh, kalian mikir gak sih? Mana mungkin ada siswi masih sekolah bisa nikah, coba?" sahut Evan sambil memutar pensil di jarinya.

Emily menarik napas panjang, mencoba tidak terbawa emosi. Ia menatap mereka satu per satu.

“Nggak usah dibesar-besarkan. Pak Haidar itu cuma mau ngobrol bentar sama gue, ada hal penting. Itu aja.”

“Ngobrolnya di kantin, berdua, terus kasih jajan?” bisik Winda tajam sambil tertawa kecil.

Emily menggeleng cepat. “Itu cuma... em... Cuma gantiin es gue yang dia tumpahi.”

Saat itulah Rasya, sang ketua kelas, maju ke depan.

“Udah, udah,” ucapnya dengan nada tegas tapi tenang. “Gue tahu Emily ini bukan tipe yang cari masalah. Tapi, Emily, lo juga harus hati-hati. Biar gak jadi bahan omongan. Gue gak mau ada anggota kelas gue yang masuk ruang BK gara-gara tidak patuh dengan aturan.”

Emily hanya mengangguk pelan. Rasa kesal dan malu bercampur jadi satu.

***

Sementara itu, di ruang guru, suasana juga cukup serius. Haidar dipanggil oleh kepala sekolah, Bu Yuni, bersama beberapa guru lainnya.

“Pak Haidar,” suara Bu Yuni tenang tapi tegas. “Kami tahu Anda sudah menikah dengan Emily. Tapi sebagai guru, Anda pasti paham betapa pentingnya menjaga jarak dengan murid, apalagi dalam lingkungan sekolah. Ditahan dulu dekat-dekatnya”

“Saya mengerti, Bu,” jawab Haidar sopan, duduk tegak di hadapan para guru.

“Sebenarnya bukan kami yang keberatan secara pribadi,” sambung Pak Arman, guru Matematika. “Tapi kasihan Emily. Dia sudah banyak dibicarakan. Kami gak mau dia makin direndahkan gara-gara kedekatan ini.”

Guru-guru lain mengangguk pelan, beberapa terlihat prihatin.

“Saya mohon maaf,” kata Haidar sambil menunduk sedikit. “Tadi saya memang hanya ingin memberikan uang jajan. Tidak bermaksud apa-apa. Tapi saya lengah... saya tidak menyangka murid-murid akan langsung menganggap yang bukan-bukan.”

Bu Yuni mengangguk. “Kami tahu niat Bapak baik. Tapi mulai sekarang tolong lebih hati-hati, ya?”

“Saya janji, Bu,” ujar Haidar.

Lalu Bu Ratih, guru Bahasa Indonesia, menyela sambil tersenyum kecil. “Pak Haidar gak tahu ya kalau Bapak itu idola para murid, terutama yang perempuan?”

Semua guru tertawa kecil. Haidar ikut tersenyum.

“Saya tahu, Bu. Tapi saya anggap itu biasa. Ternyata, kalau dibiarin, bisa jadi masalah juga, ya…”

“Yah, begitulah dunia pendidikan sekarang,” gumam Pak Arman sambil menyeruput kopinya. "Murid gak bisa lihat guru tampan sedikit." Sambungnya. "Kalau sama saya, mana ada yang mau..."

"Ya, bapak punya istri..." Sahut Bu Yuni.

Semuanya tergelak dan mereka lanjut bersiap untuk kembali mengajar.

***

"Emily! Jangan pernah hubungin cowok gue lagi!"

Bersambung

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!