ini memang cerita poligami namun bukan cerita istri yang tertindas karena menjadi yang ketiga. Melainkan kisah gadis tomboy yang cerdas, pintar dan membuat dia survive dalam kehidupannya.
Naura Kiana tak pernah menduga kalau kehidupan akan membawanya pada sesuatu yang tak ia sukai. Setelah kakeknya bangkrut dan sakit-sakitan, Naura diminta untuk menikah dengan seorang pria yang sama sekali tak dikenalnya. Bukan hanya itu saja, Naura bahkan menjadi istri ketiga dari pria itu. Naura sudah membayangkan bahwa pria itu adalah seorang tua bangka mesum yang tidak pernah puas dengan dua istrinya.
Naura ingin melarikan diri, apalagi saat tahu kalau ia akan tinggal di desa setelah menikah. Bagaimana Naura menjalani pernikahannya? Apalagi dengan kedua istri suaminya yang ingin selalu menyingkirkannya? Bagaimana perasaan Naura ketika pria yang sejak dulu disukainya akhirnya menyatakan cinta padanya justru disaat ia sudah menikah?
Ini kisah poligami yang lucu dan jauh dari kesan istri tertindas yang lemah. Yuk nyimak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Regina dan Indira
Hari pun berganti dengan cepat. Pagi ini, Naura bangun dengan perasaan was-was. Sejak semalam, ia sudah bersih dari tamu bulanannya. Namun Wisnu belum menunjukan tanda-tanda untuk mendekati Naura. Semalam saja Wisnu masuk kamar di saat Naura sudah terlelap dalam mimpi. Dan pagi ini, Wisnu sudah keluar kamar bahkan sebelum Naura bangun.
Selesai mandi dan berganti pakaian, Naura pun turun ke bawa. Ruang tamu juga nampak sepi.
Saat ia ke ruang makan, bi Aisa sementara mengatur meja makan.
"Selamat pagi, non." sapa bi Aisa.
"Selamat pagi, bi. Jura..., eh, mas Wisnu kemana ya?" tanya Naura. Ia hampir saja menyebutnya dengan kata juragan.
"Tuan Wisnu pergi ke rumah di perkampungan. Katanya pagi ini nyonya Regina dan nyonya Indira akan datang."
"Oh begitu ya? Pasti mereka akan menginap di sana ya?" tanya Naura senang karena membayangkan kalau waktu Wisnu akan lebih banyak bersama kedua istrinya itu.
"Nggak tahu juga, non. Apakah nona akan sarapan sekarang?"
Naura mengangguk. "Tapi aku mau masak sarapanku sendiri. Jadi kepingin makan omelet sama roti. Ada roti tawar nggak?"
Bi Aisa mengangguk. Ia segera mengambil roti tawar dari dalam lemari.
Naura pun menyiapkan sarapannya menurut versinya sendiri. Saat ia sudah selesai memanggang rotinya, ia mendengar ada suara ribut-ribut dari ruang tamu.
"Siapa bi?" tanya Naura.
"Kayaknya istri-istri juragan yang lain sudah datang."
Naura geli saat mendengar kata istri-istri yang lain. Ia tak membayangkan mereka akan tinggal bersama di rumah ini.
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam!"
Naura tersenyum. "Bi Saima? Kamu juga datang?"
"Iya, nyonya. Tuan yang meminta saya datang ke sini karena semua keluarga sedang ada di sini." Ujar Saima. Ia dan Aisa saling berpandangan. Lalu kedua perempuan yang berusia yang sama itu saling berpelukan.
"Apa kabarmu Aisa?" tanya Saima.
"Baik, mba." Ujar Aisa.
Naura memandang kedua perempuan itu secara bergantian.
"Aisa dan aku berasal dari desa ini, nyonya Naura. Aku bekerja di keluarga Furkan, dan Aisa bekerja dengan kakek nyonya." Saima dapat mengartikan tatapan Naura itu.
"Oh, begitu ya?"
Regina masuk ke dapur. Di belakangnya ada Wisnu yang sedang memeluk Lisa.
Naura melihat bagaimana sayangnya Wisnu pada Lisa. Naura memang belum sempat berkenalan dengan Lisa karena sewaktu di Jakarta, ia bangun di saat Lisa sudah berangkat ke sekolah.
"Apakah sarapannya sudah siap? Aku sangat lapar." Kata Regina sambil menatap Naura yang sedang menggosok roti bakarnya dengan mentega. Gadis itu memang langsung pura-pura sibuk dengan pekerjaannya karena tatapan Wisnu tak pernah beralih padanya.
"Semuanya sudah siap nyonya." Kata Aisa.
"Baguslah. Kamu pelayan yang sudah lama bekerja di sini kan? Saya adalah Regina. Istri pertama Wisnu." Kata Regina sambil mengangkat kepalanya. Ia memang ingin menunjukan kedudukannya sebagai istri pertama.
"Selamat datang, nyonya." ujar Bi Aisa.
Indira pun menyusul setelahnya. "Mana sarapannya? Sudah lapar nih!"
"Ayo semuanya ke ruang makan. Lisa juga sudah lapar?" tanya Wisnu pada gadis cilik itu.
"Iya, ayah."
"Kita makan ya, nak?" ujar Wisnu sambil mengarahkan kakinya ke ruang makan. Namun karena Lisa sangat ingin berkeliling rumah ini, Wisnu meminta Mona untuk mengambil makanan dan menyuapi Lisa sambil ia bermain di luar rumah.
Saat semua sudah duduk untuk makan, Wisnu melihat kalau Naura belum juga ada di sana.
"Bi Aisa, di mana Naura?" tanya Wisnu.
"Nyonya sedang membuat susu, tuan."
"Segera panggil dia ke meja makan."
"Baik, tuan" Ia pun kembali ke dapur dan memanggil Naura.
"Kenapa juga harus menunggu aku?" Naura yang awalnya berniat untuk sarapan di meja dapur, dengan sedikit jengkel membawa piringnya yang sudah berisi roti dan omelet ke ruang makan. Ia duduk agak menjauh, di deretan yang sama dengan Indira. Di sisi yang lain, ada Regina. Baik Regina maupun Indira, duduk sangat dekat dengan Wisnu.
Mereka makan pagi bersama. Wisnu yang duduk di kepala meja sesekali berinteraksi dengan Regina dan Indira. Naura memilih diam. Tak mau berkomentar karena ia tak tertarik dengan bisnis klinik kecantikan dan bisnis butik yang sementara dibahas oleh ketiga orang itu.
"Tempat di sini sangat sejuk ya, mas. Aku suka." ujar Regina.
Wisnu hanya mengangguk sambil tersenyum.
"Iya. Rumah ini letaknya sangat strategis. Jika giliran ku tiba, aku ingin di sini saja, mas." Ujar Indira dengan tatapan mata mendamba.
Wisnu kembali hanya mengangguk sambil tersenyum.
Sedangkan Naura hanya tersenyum geli dalam hati melihat bagaimana Regina dan Indira yang datang menemui suami mereka dengan dandanan yang selalu berlebihan.
"Aku sudah selesai." Wisnu berdiri.
"Mas mau kemana?" Tanya Indira manja.
"Mau ke kebun. Sekaligus mau mengecek persiapan pembuatan jalan lingkar yang akan tembus ke danau."
"Mas mendapatkan proyek itu?" tanya Indira senang.
"Iya." Jawab Wisnu datar lalu segera keluar namun Indira mengejarnya.
"Mas....!"
Langkah Wisnu terhenti. "Ada apa?" tanyanya sambil membalikan badannya.
"Selamat ya, mas." Indira langsung menghadiahkan satu kecupan di pipi kanan Wisnu lalu melingkarkan tangannya di lengan Wisnu.
Melihat Indira yang bersikap mesra pada Wisnu, Regina pun tak mau kalah. Ia berdiri lalu berjalan ke arah suaminya. "Selamat ya, mas." Sebuah kecupan mendarat di pipi sebelah kiri Wisnu.
Naura yang melihat adegan itu hanya tertawa geli dalam hati.
"Nyonya, nggak memberi ucapan selamat pada tuan?" tanya Saima.
Regina, Indira dan Wisnu spontan menoleh ke arah Naura. Merasa semua pandangan tertuju padanya, munculah kembali ide gila di otak gadis itu.
"Sudah, kok. Iya kan sayang? Aku semalam sudah memberikan ucapan selamat dengan cara khusus. Kami justru tidur hampir pagi karena mas Wisnu ketagihan dengan caraku memberi selamat." Kata Naura sambil mengedipkan sebelah matanya.
Wajah Regina dan Indira langsung berubah kesal sedangkan Wisnu, sekalipun terkejut mendengar perkataan Naura, hanya bersikap biasa saja.
"Aku pergi ya?" Kata Wisnu lalu melepaskan perlahan tangan Indira yang melingkar di lengannya.
Saat Wisnu meninggalkan ruang makan, Regina langsung menatap Naura dengan pandangan tak suka. "Naura! Sudah kukatakan padamu, jangan berbicara vulgar. Itu tidak sopan dan tidak baik."
Naura meletakan garpu yang ada di tangannya. Ia menatap Regina dengan senyum yang dibuatnya semanis mungkin. "Maaf, mba kalau aku keceplosan. Maklumlah, kami kan masih pengantin baru. Mas Wisnu saja nggak keberatan saat aku mengucapkan kata-kata itu."
"Naura, kamu itu istri ketiga. Kamu harus menunjukan sikap yang baik. Mas Wisnu diam saja tadi karena sebenarnya ia sedang marah." Ujar Regina.
"Ya. Mas memang lebih memilih diam kalau marah." sambung Indira.
"Nanti aku akan minta maaf pada mas Wisnu kalau dia pulang." Ujar Naura lalu hendak pergi dari ruang makan namun Regina kembali memanggilnya.
"Minggu ini masih giliran mu kan? Jangan lupa untuk menyiapkan makan suang dan makan malam. Itu sudah menjadi aturan dalam keluarga kita. Sekalipun ada pelayan namun istri harus menyiapkan masakan kecuali ia memang ada tugas di luar. " tegas Regina.
"Baik, mba. Walaupun aku nggak jamin kalau makanannya akan enak." Ujar Naura sambil kembali tersenyum. Ia berdiri lalu menuju ke dapur.
"Nyonya, biar bibi saja yang masak." Kata Saima. Aisa pun mengangguk.
"Biar aku saja. Kan bibi harus bersih-bersih rumah."
"Ada Mona dan Wina. Nyonya istirahat saja. Pasti capek kan semalam karena tidurnya hampir pagi." Ujar Aisa membuat wajah Naura langsung memerah. Ia lupa kalau di ruang makan tadi mereka ada.
"Nggak, bi. Eh aku bisa..." Naura, kamu suka ngomong sembarangan. Kena batunya sekarang.
Saima dan Aisa saling berpandangan. "Istirahat saja, non. Supaya Wisnu junior cepat datang." Kata Aisa disambut anggukan kepala Saima.
"Wisnu junior?" tanya Naura kaget.
"Iya. Maksudnya agar nyonya cepat hamil. Nyonya Regina dan nyonya Indira belum juga menunjukan tanda-tanda akan hamil. Siapa tahu nyonya bisa langsung hamil." Kata Saima.
"Aku masih ingin melanjutkan kuliah, bi." Kata Naura datar lalu membuka kulkas. Ia melihat beberapa bahan makanan yang tersimpan di sana. Setelah menentukan apa yang akan ia masak, Naura pun mulai menyiapkan makan siang, dibantu dengan Saima dan Aisa.
Ketika jam makan siang tiba, Naura justru tak ikut makan siang. Ia memilih bersepeda menuju ke villa yang ada di bawa. Lagi pula Wisnu juga tak pulang untuk makan siang. Jadi Naura merasa tak perlu berbasa-basi dengan Regina dan Indira.
Sepeda yang Naura gunakan adalah milik dari almarhum suami Aisa. Naura menemukannya di gudang dan bertanya pada Aisa. Perempuan itu mengijinkan Naura untuk memakainya. Sebuah sepeda kuno namun masih terawat dengan baik karena Aisa selalu menggunakannya.
Villa itu ternyata sudah selesai di renovasi. Bahkan sudah ada perabotan baru yang dimasukan ke dalamnya. Saat Naura mendorong pintu masuk, ternyata tidak dikunci. Ia tersenyum saat mencium bau cat yang masih baru. Ada satu set sofa yang di atur di ruang tamu. Setelah itu, ruangan selanjutnya adalah ruang keluarga sekaligus dengan ruang makan. Semua perabotannya juga baru. Naura ingat, ia pernah beberapa kali tidur di villa ini. Ada dua kamar yang memiliki kamar mandi sendiri juga sebuah dapur yang tak terlalu besar. Villa ini menghadap langsung ke danau sehingga memberikan kesan sejuk dan damai jika tinggal di dalamnya.
Naura membuka salah satu kamar. Ternyata kamar itu kosong. Ia membuka pintu kamar yang lain. Ada sebuah tempat tidur di sana yang lumayan besar, walaupun tak sebesar yang ada di kamar utama, nakas diantaranya dan sebuah lemari kayu dengan 3 pintu. Saat Naura membuka pintu kamar mandi, ia takjub dengan interior kamar mandinya yang nampak modern dan ada bak mandinya. Naura ingat, dulu kamar mandi ini tak ada kamar bak mandinya. Wisnu memang sudah menyulap tempat ini menjadi semakin baik.
Puas melihat seluruh bagian rumah ini, Naura jadi mengantuk. Ia membaringkan tubuhnya di atas kasur yang belum dialas seprei. Angin sejuk yang masuk dari jendela kamar yang terbuka membuat Naura mengantuk dan akhirnya tertidur.
Naura bangun saat ia merasakan kalau ia tak sendiri berbaring di ranjang itu. Jantung Naura langsung berdetak dengan cepat. Apalagi saat ia merasakan ada tangan yang melingkar di perutnya.
Ya Tuhan, jangan-jangan ini genderuwo.
Naura membuka matanya, Ia bergerak bangun dalam ketakutan. Namun hanya sedetik saja, ketakutannya itu sudah berganti rasa lega saat ia mencium bau minyak wangi yang sudah dikenalnya.
"Kau sudah bangun?" tanya suara bariton itu membuat Naura menoleh kepadanya dengan tatapan sinis.
"Suka sekali ya mengambil kesempatan disaat orang sedang tidur." ketus Naura lalu turun dari tempat tidur. Ia bermaksud akan ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya namun Wisnu tiba-tiba menyentuh tangannya.
"Aku tahu kalau tamu bulanan mu sudah berakhir. Jadi bersiaplah...!"
Naura menoleh dengan kaget. Matanya membulat saat menatap Wisnu. "Ber....siap?" ucapnya agak terbata.
"Ya, bersiap untuk malam pengantin kita."
deg....deg....deg....
Naura merasa ingin pingsan saat mendengarnya.
************
Duh yang sudah lama menantikannya pasti nggak sabar kan menunggu next episode.
Apakah juragan berhasil menaklukan Naura? Atau Naura punya jurus jitu untuk menghindar?
baru lapak emak n bapaknya