Ketika Maya, pelukis muda yang karyanya mulai dilirik kolektor seni, terpaksa menandatangani kontrak pernikahan pura-pura demi melunasi hutang keluarganya, ia tak pernah menyangka “suami kontrak” itu adalah Rayza, bos mafia internasional yang dingin, karismatik, dan penuh misteri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zhar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Rayza ngelakuin hal yang sama ke tangan kiriku. Jarinya jalan pelan banget, kayak lagi ngelukis sesuatu di klitku. Setiap senthan bikin aku makin sulit untuk nahan reaksi tubhku. Tapi Rayza tetap tenang, seakan dia sama sekali nggak terganggu sama fakta kalau aku berdiri telanj4ng bul4t di depannya. Buat dia, aku kayak cuma barang yang lagi diperiksa kualitasnya.
Begitu dia akhirnya ngelepas tangan kiriku, aku sempat menghela napas lega. Tapi belum sempat lega beneran, tangannya udah bergerak lagi kali ini ke pipi kananku. Sentuhannya turun perlahan, dari pipi, terus ke l3her… dan makin ke bawah…
"Tolong...hentikan..." kataku, suaraku terdengar seperti rengekan.
Ujung jarinya menelusuri tulang selangkaku sebelum bergerak ke arah selatan…
"Tubhmu gemetar...dan napasmu semakin cepat," kata Rayza sambil tersenyum nakal padaku.
"Kumohon…" pintaku lembut saat jemarinya membelai daging lembut dan sensitif di antara kedua p4yudar4ku.
"Apakah sudah mulai terasa enak?" tanya Rayza menggoda.
"Rayza…Ahh…" Aku meneriakkan namanya sebelum erangan pelan keluar dari bibrku.
Jari-jari Rayza bergerak ke samping dan mulai menelusuri payvdara kiriku dengan gerakan memutar yang lambat. Aku menunduk untuk melihat jari-jarinya yang panjang dan tebal memblai kvlitku yang senstif yang menyebabkan pvtingku mengeras karena rangs4ngannya.
"Lihat, pvtingmu keras. Payvdaramu tidak besar tapi cantik dan pvtingmu berwarna merah muda cantik…" kata Rayza sambil memfokuskan perhatiannya pada payvdaraku.
“Jangan bilang…itu…” kataku sambil menggigit bbir bawahku.
"Kenapa? Apakah kata-kataku membuatmu berg4irah?" tanya Rayza, sambil menatapku dengan tatapan geli.
"Tidak…" aku berhasil menyangkal.
Tiba-tiba, ujung jarinya meninggalkan p4yudaraku saat matanya mencari tujuan berikutnya. Aku menggigit bibi baw4hku agar tidak mengerang keras saat ujung jarinya mulai menelusuri p4ha kananku. Dari lututku, ujung jarinya perlahan mulai merayap ke atas. Aku tidak bisa menahan tubhku untuk tidak gemetar karena sentuhannya yang lembut namun menggoda.
Mata birunya mengamati setiap reaksiku dengan saksama saat jemarinya bergerak ke dalam untuk menyentuh dging lembut di p4ha bagian dlamku sebelum melanjutkan perjalanannya yang lambat dan menyiksa ke atas. Semakin tinggi ujung jarinya meluncur ke pah4 bagian dalamku, semakin dekat ia dengan panas yang bergetar di antara kedua kakiku.
"Apakah kau ingin aku menyentuhmu di sana?" tanya Rayza dengan nada menggoda.
"Tidak!" teriakku sambil menyangkal.
Reaksi panikku hanya membuat Rayza tertawa pelan sambil menggelengkan kepalanya melihat kekeraskepalaanku. Panas di perut bagian b4wahku tak tertahankan. Sakit dan berdenyut. Aku malu karena tahu tubuhku bereaksi terhadap belaiannya dan aku berharap aku bisa hancur begitu saja.
Ujung jarinya mengulangi perjalanan yang menyiksa itu ke p4ha bagian dalmku di sepanjang p4ha kiriku. Aku hanya bisa menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara rinthan saat jari-jarinya merayap begitu dekat dengan panas di antara kedua kakiku.
“Kenapa kamu nggak mau aku sentuh di situ?” tanya Rayza dengan nada usil.
“Karena…” jawabku pelan sebelum akhirnya terdiam. Dalam hati, aku ingin menamparnya.
Tapi aku hanya menggigit bibir dan memalingkan wajah. Aku nggak mau dia lihat ekspresi gugupku.
“Jangan-jangan… kamu deg-degan, ya?” goda Rayza sambil menyunggingkan senyum jahil.
Mataku membelalak. Astaga, seberapa nyeleneh sih orang ini?
Rayza malah tertawa puas. Suaranya menggema di seluruh ruangan penthouse, nyaring tapi entah kenapa terasa hangat. Tawanya jelas-jelas karena dia senang bisa bikin aku kikuk.
“Suatu hari nanti, semua bagian kecil dari dirimu bakal jadi milikku. Tapi untuk hari ini, aku cukup dengan ini saja…” katanya sambil menc1um punggung tangan kiriku dengan lembut.
Bagian tubuh yang dia maksud… tangan kiriku? Serius cuma itu?
Aku menarik napas panjang dan memejamkan mata. Nggak nyangka dia bakal sejinak ini.
“Sekarang… biarin aku nikmatin harta yang baru aku dapetin,” bisik Rayza, matanya menatap penuh arti ke tangan kiriku.
“Rayza…” gumamku kaget.
Bukannya mencivm tanganku lagi, Rayza malah membawa jari kelingkingku ke mulvtnya. H4ngat. Bas4h. Lid4hnya menyentuh kult jariku, lembut, bikin merinding.
Aku mendes4h pelan saat dia mulai menjil4tinya dengan perlahan, lalu mengisap lebih dalam. Rasanya aneh… tapi juga bikin jantungku berdegup lebih cepat. Aku nggak pernah tahu kalau jariku bisa jadi begitu sensitif.
"Kamu suka?" tanya Rayza sambil melepaskan jariku dari mulutnya.
Dia nggak nunggu aku jawab. Langsung aja dia masukin jari manisku ke dalam mulutnya. Dijiltnya pelan-pelan, diisap, lidhnya muter-muter di sekeliling jariku sampai tubuhku gemetar. Hangat dan basahnya mulut dia di sekitar jariku tuh... bikin aku lemas.
Waktu dia selesai menjilti semua jari di tangan kiriku, aku udah ngos-ngosan. Napas rasanya susah diatur. Aku hampir nggak bisa berdiri tegak. Aku nggak nyangka bisa ngerasa segila ini cuma gara-gara tanganku dicium dan dijilat. Sensasi yang dia timbulin dari sentuhan dan isapn kecil itu luar biasa banget.
"Masih ada 29 hari lagi. Semoga beruntung jaga tubvhmu sendiri, Maya," goda Rayza sambil melepaskan tanganku yang sekarang basah kuyup.
Begitu dia selesai, aku buru-buru ngambil pakaianku dari lantai, nutupin tubuhku secepat mungkin, lalu lari masuk ke kamar. Di belakangku, kudengar dia cekikikan pelan, dan aku bisa ngerasa tatapan matanya yang panas ngikutin setiap langkahku. Aku kesal sama diri sendiri. Malu. Tapi juga kaget dengan gimana tubuhku bereaksi terhadap godaan dia.
Begitu aku sampai di kamar, aku langsung masuk dan membanting pintu sampai tertutup rapat, lalu menguncinya dari dalam. Sekarang aku sendirian. Semua keberanian palsu yang tadi kupaksakan seketika runtuh begitu saja. Aku jatuh terduduk di lantai, bersandar pada pintu sambil mencoba menarik napas panjang untuk menenangkan diri.
Aku pengin nangis, tapi air mataku nggak keluar. Yang bisa kulakukan cuma duduk diam di situ, sementara semua yang baru saja terjadi antara aku dan Rayza terus terulang di kepalaku. Badanku masih gemetar, panas, seolah masih ada bekas sentuhannya di kulitku.
Perlahan, aku buka kedua kakiku. Tanganku bergerak turun, menyentuh bagian tubuhku sendiri vagiku bsah. Dibanjiri cairnku sendiri. Aku pejamkan mata, lalu menyandarkan kepala ke pintu sambil mendesh pelan.
Kenapa tubuhku bisa bereaksi kayak gitu cuma karena sentuhan kotornya?
Mataku terbuka lebar saat sebuah kesadaran tiba-tiba muncul…
Kenapa dia nyuruh aku telnjang… kalau yang dia mau sentuh cuma tangan kiriku?
Dasar bajingan…
"Pada akhirnya, aku sadar… Rayza nggak menyenth tubhku dengan apa pun selain ujung-ujung jarinya kecuali tangan kiriku, yang katanya sudah jadi miliknya."
…
Hari ini hari kedua aku tinggal serumah sama Rayza. Artinya, masih ada 28 hari tersisa.
Pagi ini aku bangun lebih awal, niatku cuma satu: terus melanjutkan hidup. Meski secara fisik aku masih 'terjebak' di rumah ini bareng Rayza, bukan berarti jiwaku harus ikut terkurung. Aku masih punya banyak tugas kuliah, termasuk beberapa proyek seni yang harus kuselesaikan.