Takdir yang tak bisa dielakkan, Khanza dengan ikhlas menikah dengan pria yang menodai dirinya. Dia berharap, pria itu akan berubah, terus bertahan karena ada wanita tua yang begitu dia kasihani.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baju Baru
Khadijah terus bekerja meski orang lain terus-terusan menghujatnya. Dia menebalkan telinga dan tidak menggubris omongan orang lain tentang dirinya. Meski dirasa sulit, tapi selama ada orang lain yang membutuhkan tenaganya, Ijah akan tetap pergi untuk mencari uang.
Kelangsungan hidupnya tidak ditanggung oleh orang lain, melainkan oleh dirinya sendiri. Mira pernah memberinya uang dan ingin membantu untuk kebutuhannya, tapi Ijah tolak karena Ijah masih bisa bekerja dengan baik.
Ijah ingin mengumpulkan banyak uang untuk biaya melahirkan Khanza, meski Ijah tahu jika Mira dan Bagas mampu untuk membiayai putrinya melahirkan, tapi Ijah juga ingin ikut berkontribusi untuk menyambut kelahiran cucu pertamanya. Selain itu, Ijah juga ingin mengumpulkan uang untuk membebaskan Tanan, membayar denda yang jumlahnya tidak sedikit agar Tanan bisa berkumpul bersamanya dan juga Khanza serta anak mereka.
Meski banyak cercaan yang didapatkan Ijah, tapi wanita yang akan menjadi nenek itu tetap semangat untuk mencari rezeki sekecil apa pun yang dia dapat, tetap dia syukuri.
Khanza juga tengah berjuang, meski dia dari keluarga berada, tapi wanita itu sangat mandiri dan tidak serta merta menggantungkan seluruh hidupnya pada orang tua. Jenjang pendidikan yang dia dapatkan sebagai sarjana Bahasa Indonesia, membuat dia memiliki keahlian dalam dunia kepenulisan. Artikel, cerpen, novel dan juga beberapa motivasi yang dia miliki di dalam blog-nya. Dia juga memiliki keahlian menjahit pakaian. Sebuah usaha bernama Khanza Tailor telah dia dirikan, hanya toko kecil, tapi cukuplah sekiranya untuk pemasukan setiap bulannya meski tidak terlalu banyak.
“Ibu suka nggak ya?”
Khanza menatap dress sederhana yang sudah beberapa hari ini dia jahitkan. Dia berharap semoga saja ukurannya pas di tubuh Khadijah, setidaknya kebesaran akan lebih baik daripada kekecilan.
Dress dengan warna mocca itu dia lihat dengan teliti, tidak terlalu banyak aplikasi yang dia pasangkan di sana, hanya kancing kain besar yang dipasang di bagian depan dan juga ujung lengan sebagai hiasan. Di belakangnya terdapat zipper kecil berwarna senada dengan warna kain tersebut.
“Ah, semoga ibu suka deh. Kalau nggak suka ya aku bikinkan yang lain,” gumam Khanza.
Khanza memiliki seorang pegawai yang membantunya, merangkap sebagai asisten dan bertugas untuk menjaga toko tersebut saat dia tengah sibuk dengan hal yang lainnya.
“Assalamu'alaikum!” seru Khanza mengetuk pintu rumah Ijah, Khanza baru saja turun dari motor ojek langganannya. Dengan keadaannya yang sekarang, dia memilih untuk menaiki ojek datang ke rumah Ijah.
“Wa'alaikum salam.”
Ijah ke luar dari kamar dan segera menuju ke pintu depan, sudah dia tebak siapa yang datang. Suara lembut Khanza dari luar rumahnya.
“Wa'alaikum salam,” ucap Ijah sekali lagi sambil membukakan pintu rumah untuk Khanza. Ijah tersenyum senang melihat kedatangan sang menantu.
“Khanza, kok nggak telepon dulu? Sama siapa kamu ke sini, Nak?” tanya Ijah. Khanza masuk dan mencium punggung tangan kurus Ijah dengan lamat.
“Iya, Bu. Tadi buru-buru datang. Aku datang sendiri, Bu. Ibu lagi sibuk?” tanya Khanza melihat pakaian Ijah yang sedikit basah.
“Ah, nggak. Lagi cuci piring aja. Ada apa kamu ke sini, Nak? Ada yang penting kah?" tanya Ijah takut terjadi apa-apa. Khanza menggelengkan kepalanya.
"Nggak ada, Bu. Aku ke sini buat kasih ini sama ibu." Khanza tersenyum.
"Ini?" Ijah mengelap tangannya yang masih basah dan menerima kantong kresek hitam itu dan melihat apa isinya. “Loh, baju?” Tatapan Ijah tidak percaya saat mengeluarkan pakaian tersebut dan mengangkatnya tinggi sehingga dia bisa melihat keseluruhan pakaian tersebut.
Matanya berbinar saat melihatnya, dan senyum terulas dengan lebar.
“Ini buat Ibu? Cantiknya,” tanya Ijah tak percaya. Bajunya sangat cantik sekali untuk ukuran seorang Ijah yang hampir tidak pernah lagi membeli pakaian baru.
“Iya, itu buat Ibu. Aku bikin sendiri di toko. Coba deh, Bu. Pakai. Cocok apa nggak? Kalau nanti ada yang kebesaran, aku kecilin,” ucap Khanza dengan takut, takut jika mungkin dia membuat ukuran yang salah sehingga kekecilan di tubuh ibu mertuanya. Dan juga khawatir jika ibu mertua tak suka.
“Kok repot banget bikinin Ibu baju segala? Aduh, cantik banget bajunya,” puji Ijah. Khanza tersenyum senang mendengar pujian itu.
“Ayo coba, Bu. Aku pengen lihat,” desak sang menantu. Ijah membawa pakaian itu ke kamar dan mencobanya dengan benar. Ijah keluar dari kamar dan Khanza membantu menaikkan resleting di belakang tubuh sang ibu mertua.
“Pas, Khanza. Aduh, Ibu jadi kayak mau kondangan aja ini dibuatkan baju cantik kayak gini.” Wajah Ijah tampak berseri-seri, senang.
“Ih, Ibu. Kalau buat kondangan nanti aku buatkan lagi, ini buat hari-hari biasa aja, atau kalau Ibu mau ke pasar. Jangan dipake kondangan, Bu,” larang Khanza.
Ijah tersenyum, kini dia memiliki pakaian yang indah yang bisa dia gunakan untuk pergi, atau jika ada sebuah pertemuan. Pakaian miliknya sudah usang karena dia tidak pernah membeli baju semenjak bertahun-tahun lamanya.
Tiba-tiba saja Ijah terisak, matanya panas dan segera mengeluarkan air bening dari sana. Khanza menjadi bingung karena Ijah yang tiba-tiba saja seperti ini.
“Eh, Bu. Kok nangis? Ibu nggak apa-apa? Apa aku salah ya? Sudah menyinggung Ibu?” tanya Khanza dengan cepat. Ijah menggelengkan kepalanya.
“Nggak, Nak. Nggak. Ibu cuma sedih dan bahagia bisa dapat menantu baik seperti kamu, padahal kamu sudah menjadi korban anak Ibu," kata Ijah tak enak hati.
Ijah menangis lagi, duduk di kursi bersama dengan Khanza.
Khanza jadi tidak tahan melihat wanita ini yang menangis tersedu itu.
“Nggak apa-apa kok, Bu. Ini sudah takdir. Aku ikhlas,” ucap Khanza.
Ijah semakin deras tangisnya, sedih, haru, bahagia menjadi satu. Dia juga merasa bersalah dengan kejadian yang menimpa Khanza yang disebabkan oleh anaknya.
Khadijah memeluk Khanza yang memiliki hati yang sangat mulia. Dia bersyukur kepada Allah karena telah memiliki menantu yang baik seperti ini, padahal dia sempat menyangka jika Khanza akan membenci Tanan dan juga dirinya karena menyebabkan masa depannya hancur.
Ijah sempat mengira, jika setelah melangsungkan ijab qobul dengan Tanan, Khanza ataupun keluarga nya akan langsung berpaling, hanya butuh surat untuk melindungi masa depan bayi yang tidak bersalah itu untuk surat-surat kepentingan saja. Tapi, Khanza sangatlah baik, berhati mulia, keluarganya juga.
"Ya Allah, hamba memohon, hanya satu saja do'a yang paling hamba inginkan, kembalikan anak hamba ke jalan lurus yang benar, jadikan dia suami yang baik dan ayah yang bertanggung jawab untuk anaknya, jika nanti aku kembali padamu, tolong jaga dia, Ya Allah." Khadijah memohon di dalam hati terdalamnya.