“Mama, dadan Luci atit, nda bita tatan ladi. Luci nda tuat..."
"Luci alus tatan, nda ucah bitala dulu. Abang Lui nda tuat liat Luci nanis,” mohon Rhui berusaha menenangkan adik kembarnya yang tengah melawan penyakit mematikan.
_____
Terasingkan dari keluarganya, Azayrea Jane terpaksa menghadapi takdir yang pahit. Ia harus menikah dengan Azelio Sayersz, pimpinan Liu Tech, untuk menggantikan posisi sepupunya, Emira, yang sedang koma. Meski telah mencintai Azelio selama 15 tahun, Rea sadar bahwa hati pria itu sepenuhnya milik Emira.
Setelah menanggung penderitaan batin selama bertahun-tahun, Rea memutuskan untuk pergi. Ia menata kembali hidupnya dan menemukan kebahagiaan dalam kehadiran dua anaknya, Ruchia dan Rhui. Sayangnya, kebahagiaan itu runtuh saat Ruchia didiagnosis leukemia akut. Keterbatasan fisik Rhui membuatnya tidak bisa menjadi pendonor bagi adiknya. Dalam upaya terakhirnya, Rea kembali menemui pria yang pernah mencampakkannya lima tahun lalu, Azelio Sayersz. Namun, Azelio kini lebih dingin dari sebelumnya.
"Aku akan melakukan apa pun agar putriku selamat," pinta Rea, dengan hati yang hancur.
"Berikan jantungmu, dan aku akan menyelamatkannya.”
Dalam dilema yang mengiris jiwa, Azayrea harus membuat pilihan terberat: mengorbankan hidupnya untuk putrinya, atau kehilangan satu-satunya alasan untuknya hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom Ilaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 29
“Saham kita anjlok drastis?”
Dua puluh tahun sudah perusahaan mereka berdiri dengan kesuksesan, namun kabar itu membalikkan semua keadaan. Saham Pak Ezton anjlok tanpa sebab yang jelas, dan para investor beramai-ramai kabur, membawa lari keuntungan besar mereka. Semua data-data penting dicuri. Dalam satu malam saja, kekayaan Pak Ezton merosot tajam.
“Mama, Papa, mengapa semua kartu kreditku dibekukan?!” Selina datang dengan luapan kemarahan dan kepanikan. Ia sedang menyiapkan pelarian ke luar negeri, tetapi ia tak bisa menarik sepeser pun uang. Semua kartunya tidak berfungsi, bahkan di bandara.
“Sudah jelas, ini adalah perbuatan Presdir Liu, Pa! Rea yang pasti memaksa pria itu untuk menghancurkan kita. Papa, Mama tidak mau jatuh miskin! Lakukan sesuatu, Pa! Jangan diam saja!” cerocos Tante Luna, tangannya gemetar.
“Cih, keadaan kita sedang sulit begini, seharusnya Emira ada di sini membantu kita, tapi dia malah menghilang!” desis Selina, menggigit kuku jarinya.
Pak Ezton sedang berpikir keras, mencari jalan keluar, tetapi bayang-bayang utang kini merayapinya. Ia takut para penagih utang akan datang mengobrak-abrik rumahnya.
“Papa, katakan sesuatu!” Tante Luna menarik-narik tangan suaminya berulang kali. “Jika Papa diam saja, rumah ini akan Mama ju…”
PLAK!
Belum selesai bicara, sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan Tante Luna. Bahkan Selina yang melihat itu seketika mematung. Ini adalah kali pertama ia melihat langsung Ayahnya main tangan. Tante Luna pun terguncang hebat dibuatnya.
“Mama berisik sekali! Selalu saja marah-marah! Papa jadi pusing. Ditambah lagi, Mama mau menjual rumah ini? Kalau dijual, kita mau tinggal di mana?!” bentak Pak Ezton, matanya memerah.
Derai air mata Tante Luna membasahi pipinya, tetapi Pak Ezton sudah tak peduli lagi. Selina maju, segera memeluk Ibunya yang terpukul dengan sikap kejam suaminya.
“Soal rumah, itu salah Papa sendiri, seharusnya Papa membeli rumah cadangan tapi Papa malah memasukkan semua uang ke dalam bank. Jadi semua uang kita tidak bisa dicairkan!” ucap Selina, membela Ibunya.
“Cih, Selina… kau bilang apa, ha?”
Selina mengatupkan mulutnya rapat-rapat, takut tangan Ayahnya akan menamparnya juga. Namun kemudian, setelah suasana menjadi hening sesaat, Pak Ezton berubah pikiran.
“Baiklah, rumah ini kita jual. Kita beli rumah yang lebih kecil dari tempat ini,” ucapnya tanpa ragu lagi.
Namun, nasib buruk tak terhindarkan. Beberapa saat kemudian, pihak bank mulai datang untuk menyita semua isi rumah dan tanah itu sebagai penebus utang yang menumpuk. Satu keluarga itu langsung mati kutu. Tante Luna ambruk ke lantai karena syok yang teramat dalam, sementara Pak Ezton mulai frustrasi. Selina sendiri membisu, tetapi selanjutnya ia menangis menjerit histeris.
Mereka ditendang dari rumah itu, dengan tangan kosong.
_
“Paman, napa Mama Jela nda banun-banun?” tanya Rexan, setia duduk di sisi Rea yang masih terlelap dalam tidur panjangnya. Waktu sudah menunjukkan pukul empat sore, dan sudah hampir 20 jam Rea belum juga membuka matanya.
“Tuan Muda, mohon panggilannya diubah. Tidak sopan memanggil Ibu orang lain seperti itu,” tegur Bob, sekretaris Azelio, sambil mengangkat satu jari telunjuknya.
Rexan cemberut, lalu meraih tangan Rea dengan lembut. “Bibi, alus banun. Talo nda banun-banun, ental Lui tama Adik Luci kawatil di hoppital,” lirih Rexan memohon. Namun, tetap tak ada respons.
Rexan menunduk sedih, tapi ia sontak mengangkat kepala begitu merasakan tangannya digenggam erat oleh Rea. Bob yang berdiri di belakang Rexan pun merasa lega melihat Rea membuka matanya.
Hal pertama yang ia sebutkan adalah nama anak-anaknya.
“Rhui… Ruchia…”
Rexan menggigit bibirnya. Entah mengapa, ia merasa sedikit kecewa bibir wanita itu tidak menyebut namanya. Namun Rexan sadar, Rea belum mengenalnya.
“Bibi, aku butan Lui, namaku Lejan. Aku teman Lui tama Adik Luci,” ucap Rexan, tersenyum lebar.
“Si-siapa kamu?” tanya Rea dengan suara lirih dan tanpa ekspresi, membuat senyum Rexan memudar.
“Ke-kenapa kamu mirip anak saya?” tanya Rea lagi, matanya menyelidiki.
“Apa kamu juga anak saya?”
Tangan Rexan bergetar, membuat genggamannya melemah. Mulutnya mengatup rapat-rapat, dan air mata mulai menggenang. Perasaan aneh di dadanya bergemuruh hebat.
“Butan, Lejan anak Mama Emi sama Papa Jilo, Bibi.”
Srekk!
Rexan seketika terhenyak begitu Rea menarik kasar tangannya dari genggaman kecilnya. Tindakan itu membuat Rexan terguncang. Dada sesak dan perih.
“Menjauhlah!” pinta Rea, beranjak duduk sambil memalingkan diri dari Rexan.
“Napa Bibi malah?” tanya Rexan sedih, air mata mulai menetes.
“Aku bukan Ibumu, pergilah ke Emira,” kata Rea dengan nada dingin yang dipaksakan. Ia merasa tak tega, tapi ia melakukan itu agar Rexan tidak terkena kesialan darinya.
“Tapi Bibi kan isteli Papa Jilo. Bibi juga Mama Lejan, hiks…” Rexan kembali menangis. Ia merasa terluka karena Ibu tirinya pun tak mengharapkannya.
“Napa cemua benci Lejan?” Tangisannya terdengar mengiris hati, penuh keputusasaan.
Bob segera maju untuk menenangkan Rexan, tetapi Rexan tidak mampu mengendalikan air matanya sendiri. Tiba-tiba Rea berdiri, membuat Rexan mundur selangkah. Ia takut mengira Rea akan memukulnya, tetapi Rea justru berlutut dan memeluknya hangat.
“Maaf, ya, Bibi hanya bercanda. Bibi tidak benci kamu. Jangan sedih, anak manis.” Dengan usapan lembut, Rea menghapus air mata Rexan yang jatuh tak terbendung.
Rexan sesenggukan dan berusaha tersenyum, tetapi itu tidak cukup membuatnya tenang. Rexan maju, memeluk Rea kembali.
“Mama… janan benci Lejan yah.”
_
Azelio dan Jeremy tampak kelabakan di ruang kontrol, aroma panik tercium jelas. Kekacauan digital yang ditimbulkan virus pada sistem perusahaan mereka sudah mencapai titik kritis. Kegagalan berarti kerugian besar, bukan hanya bagi mereka tapi juga dalam kompetisi yang sedang berlangsung. Azelio sudah dua jam terkunci di kursinya, matanya fokus, jarinya menari di keyboard. Ia seperti sedang berperang melawan makhluk tak kasat mata.
Beberapa kali percikan listrik dan asap tipis mengepul dari salah satu server di belakangnya—komputer yang tak kuat menahan serangan malware itu akhirnya meledak kecil. Namun, Azelio berhasil. Sistem kembali normal, virus berhasil diatasi!
Ia mengembuskan napas lega, tapi langsung kembali tegang. Pelakunya? Lenyap tak berjejak. Jejak digitalnya dihapus dengan sangat rapi.
"Cih... siapa cecuNguk yang sudah berani ini?" desis Azelio sambil menggebrak meja, wajahnya keras menahan marah.
Tiba-tiba, sebuah keheningan aneh melanda. Bukan hanya di ruang kontrol, tapi di seluruh gedung, bahkan di layar-layar besar di berbagai penjuru kota.
Semua monitor yang menyala—dari komputer teller bank hingga papan reklame digital raksasa—serentak menampilkan sebuah foto konyol: seekor kodok dengan kepala Azelio yang sedang menganga ditempel di atasnya.
Di bawah foto itu, tertera kalimat singkat,
"Game Over"
Kalimat yang berarti Azelio kalah telak dalam pertempuran digital ini.
Di lobi perusahaan, orang-orang mati-matian menahan tawa, sementara pimpinan Liu Tech sudah memerah padam, campur malu tak terkira.
Jeremy yang berdiri di sebelah Azelio tak sanggup lagi. Tawanya meledak keras, ia sampai memegangi perut.
____
Kalah sama kecebong sendiri nih?
Like Ya, Biar Mom Ilaa semangat crazy update.
srmoga saja fia mau, wlu pyn marah dan kesal pada kelakuan papa ny
tapi ingin menyelsmat kan putri ny darimaut
maka ny dia marsh sambil ngebrak meja 😁😁😁
songong juga nech si Ron2.
henti kan kegilaan mu Rhui, utk memberi pelajaran dan menghancue kan perusahaan ayah mu
jika bukan Luna dan Celina...
Emira hafis baik, dia tdk akan mauenikah dengan mu, katena ituenyakiti jati afik ny Rea.
paham kamu..
kokblom keliatan.
jarus kuat. pergi lah sejauh mungkin, dan utup indentitas mu, agar yak afa yg bisa menemu kan mu Rea.
biar kita lihat, sampai do mana sifat angkuh nu ny si Azeluo
sama2 farah mafia