---
📖 Deskripsi: “Di Ujung Ikhlas Ada Bahagia”
Widuri, perempuan lembut yang hidupnya tampak sempurna bersama Raka dan putra kecil mereka, Arkana. Namun di balik senyumnya yang tenang, tersimpan luka yang perlahan mengikis keteguhan hatinya.
Semuanya berubah ketika hadir seorang wanita kaya bernama Rianty — manja, cantik, dan tak tahu malu. Ia terang-terangan mengejar cinta Raka, suami orang, tanpa peduli siapa yang akan terluka.
Raka terjebak di antara dua dunia: cinta tulus yang telah ia bangun bersama Widuri, dan godaan mewah yang datang dari Rianty.
Sementara itu, keluarga besar ikut memperkeruh suasana — ibu yang memaksa, ayah yang diam, dan sahabat yang mencoba menasihati di tengah dilema moral yang makin menyesakkan.
Di antara air mata, pengkhianatan, dan keikhlasan yang diuji, Widuri belajar bahwa bahagia tidak selalu datang dari memiliki… kadang, bahagia justru lahir dari melepaskan dengan ikhlas.
“Karena di ujung ikhlas… selalu ada bahagia.”
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zanita nuraini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12 - TATAPAN SANG PEMILIK
Pagi itu, suasana kantor mendadak heboh.
Suara bisik-bisik terdengar di berbagai sudut, bercampur antara kagum, iri, dan rasa ingin tahu.
“Eh, itu kan yang kemarin bawa sarapan buat Mas Raka?”
“Iya! Cantik banget, sumpah. Tapi ngapain sih dia balik lagi?”
Para staf perempuan tak bisa menahan diri untuk menoleh ke arah pintu kaca.
Di sana, Rianty Wijaya berdiri dengan anggun — mengenakan gaun berwarna navy yang sederhana tapi mahal.
Gerak langkahnya pelan namun penuh percaya diri, membuat semua mata tertuju padanya.
Raka yang tengah sibuk mencatat laporan patroli langsung tertegun.
Ia menarik napas panjang.
“Ya Tuhan… datang lagi,” gumamnya pelan.
Dika, rekan di sebelahnya, langsung mencondongkan tubuh sambil berbisik cepat, “Bro, fix nih. Cewek itu jatuh hati beneran sama lo. Nih kantor bentar lagi jadi sinetron!”
Raka mendengus kecil, “Udah, Dik. Jangan bikin ribut.”
Namun belum sempat ia menenangkan diri, suara langkah sepatu hak tinggi sudah terdengar mendekat.
“Selamat pagi, Mas Raka.”
Nada lembut itu membuat semua kepala menoleh.
Rianty menatapnya dengan senyum manis, menaruh paper bag di meja jaga.
“Aku cuma mau nitip sarapan. Aku yang masak sendiri, lho.”
“Ah, nggak usah repot-repot, Nona Rianty…”
“Udah, nggak usah nolak,” potongnya cepat, tapi tetap dengan nada tenang.
Tatapannya tajam, seolah ada janji yang belum selesai di antara mereka.
Beberapa karyawan perempuan berbisik pelan di belakang.
“Gila, itu Rianty Wijaya, kan? Pemilik butik besar itu?”
“Iya. Tapi kok bisa sih? Masa anak konglomerat suka sama security?"
Bisikan-bisikan itu mengisi udara, membuat Raka semakin salah tingkah.
Namun Rianty tampak tenang — bahkan menikmati perhatian itu.
Senyumnya tak bergeser sedikit pun.
Suasana mendadak berubah ketika suara “ting” dari lift terdengar.
Langkah sepatu mengisi ruangan dengan ritme tegas dan berwibawa.
Semua orang spontan berdiri tegak.
Tuan Darvisan, sang CEO, muncul dari balik pintu lift — jas hitamnya rapi, wajahnya datar, dan auranya cukup untuk membungkam ruangan yang tadinya riuh.
Rianty menoleh dan langsung tersenyum sopan.
“Selamat pagi, Tuan Darvisan,” sapanya pelan.
Tuan Darvisan berhenti sejenak, menatap ke arah Rianty dan Raka.
Tidak ada emosi di wajahnya, hanya tatapan dalam yang sulit ditebak.
Ia tahu siapa Rianty — anak pengusaha besar yang sering muncul di majalah bisnis.
Namun melihatnya berdiri di depan meja security, dengan pandangan yang terlalu lembut untuk ukuran “urusan kerja”, membuat alisnya sedikit terangkat.
“Anak orang besar… mengejar cinta seorang security,”
pikirnya dalam hati,
“Zaman memang aneh. Cinta sekarang sudah tidak kenal kasta.”
Ia hanya menghela napas pelan, lalu melangkah melewati mereka tanpa sepatah kata.
Namun cukup satu tatapan singkat darinya untuk membuat semua orang di ruangan itu diam dan menunduk.
Raka menunduk dalam-dalam, merasa malu tanpa tahu kenapa.
Sedangkan Rianty… justru menatap punggung sang CEO dengan senyum kecil di bibirnya, seperti tak peduli sama sekali dengan pandangan orang lain.
Begitu langkah Tuan Darvisan menghilang .Dika berdecak pelan.
“Bro, sumpah, kalau tadi kamera CCTV ngerekam ekspresi lo, itu bakal viral.”
Raka hanya menatap meja kosong di depannya.
Dalam dadanya, ada rasa campur aduk — antara bingung, terkejut, dan takut.
“Kenapa semua ini harus terjadi padaku…?” gumamnya lirih.
Namun saat ia menoleh ke arah pintu, Rianty sudah berbalik pergi.
Langkahnya tenang, senyumnya tetap menghiasi wajah cantiknya — seperti seseorang yang tahu bahwa perjuangannya baru saja dimulai.
Dan entah kenapa, di antara bisik-bisik para karyawan,
Raka merasa sesuatu di hidupnya baru saja bergeser…
#tbc
Selamat malam..
Happy reading..