Aisya Humaira gadis berjilbab dengan sejuta pesona, harus menelan pil pahit karena tiba-tiba calon suaminya memutuskan untuk membatalkan pernikahan mereka yang sudah di depan mata.
Hanya karena ia di nyatakan mandul, dan ternyata semua ini ulah dari Riska sahabat masa kecil dari calon suaminya sendiri.
Setelah mencampakkan Aisya, Adriansyah Camat muda yang tampan itu malah melanjutkan pernikahannya dengan Riska.
Aisya akhirnya memutuskan untuk kembali ke kota, karena tidak sanggup menahan malu setelah pernikahannya batal.
Hingga membawa Aisya pada sosok Satria Pratama Dirgantara. Seorang Komandan Elita yang sedang dalam penyamaran sebagai Kakek-kakek karena satu alasan.
Satria melamar Aisya dengan tetep menyamar sebagai seorang Kakek.
Apakah Aisya akan menerima si Kakek menjadi jodohnya di saat seorang Camat baru saja mencampakkan durinya?
Bagaimana Perjuangan Satria dalam mengejar cinta Aisya?
Bagaimana kisah mereka selanjutnya langsung baca aja ya kakak. Happy reading semua
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon riniasyifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Riska semula berencana pergi ke Jakarta. Namun, rasa penasaran yang kuat terhadap Aisya dan keluarga Dirgantara membuatnya mengurungkan niat. Ia ingin tahu lebih banyak tentang kehidupan mereka yang tampak begitu bahagia dan sempurna. Akhirnya, ia memutuskan untuk ikut masuk ke dalam rumah singgah itu.
Di halaman rumah singgah sudah tak ada lagi Aisya dan keluarga Dirgantara. Riska berniat menginap di tempat yang sama.
"Maaf, kami baru terima tamu lusa nanti. Untuk sekarang semua kamar sudah penuh." jawab staf rumah singgah.
"Penuh?" Riska mengerutkan keningnya. Sangat jarang orang menginap sampai penuh di sana. Dalam hatinya, ia mendengus kesal. Selalu saja ada hal yang menghalangi jalannya.
"Iya, disewa sama satu keluarga. Mungkin kamu mau menginap di seberang. Tuh rumah yang di sana, baru buka rumah singgah juga. Barangkali masih ada kamar," tunjuk staf itu ke arah seberang.
Riska akhirnya pergi ke seberang. Sebuah rumah biasa namun mereka membuka rumah singgah sederhana. Hanya ada lima kamar saja. Untungnya masih tersisa satu kamar kosong. Kamar itu sederhana, namun cukup bersih dan nyaman. Jendela kamarnya menghadap langsung ke arah rumah singgah yang di tempati keluarga Dirgantara.
Di saat Riska gundah gulana dan mengintip dari jendela di kamar rumah singgahnya, Aisya justru sedang sangat bahagia. Dia sedang dikerumuni semua keponakan Satria. Aisya dengan sabar menjawab pertanyaan-pertanyaan polos mereka, sesekali membelai rambut mereka dengan sayang.
Bocah-bocah cerdas itu bertanya banyak hal sampai Aisya kewalahan. Si kembar Bulan dan Bintang asyik makan keripik singkong dari Umi Ella. Dedek Rara dan keponakan Satria yang lain asyik makan keripik pisang dan kue sarang semut.
"Aunty Aisya, kenapa Nenek Kakek nggak ikut?" tanya Arsya.
"Oh, Nek Ella sama kakek Ruslan mau panen lagi," jawab Aisya sambil tersenyum.
"Wah, tau gitu kita ikut ya." cetus Arsya, keponakan Satria yang paling besar di antara yang lainnya dan sudah duduk di bangku kelas satu SD sedangkan yang lainnya masih duduk di TK A dan TK B.
"Emang Kakek panen apa, Aunty?" tanya Bulan yang mulutnya penuh dengan keripik.
"Panen buah semangka dan buah timun."
"Wah!" para bocah itu langsung menganga. Membayangkan buah semangka dan buah timun yang biasa mereka makan.
"Bintang mau Aunty, mau naik pohon semangka. Kakek Jendral, Bintang mau naik pohon semangka." rengek Bintang pada Daddy Dirgantara kakeknya.
Kakek dan Neneknya langsung terkekeh. Setiap hari di masa pensiun ini mereka selalu dihibur dengan tingkah absurd semua cucu mereka.
"Bintang, buah semangka nggak ada pohonnya," sahut Mommy Maria lembut.
"Terus kalo nggak ada pohon, gimana bisa tumbuh nenek?" tanya Bintang yang wajahnya terlihat menggemaskan saat dia kebingungan.
"Semangka tumbuhnya merambat, jadi dia besar di atas tanah, nggak menggantung seperti buah mangga di kebun belakang mansion kita," jelas Mommy Maria sambil mengusap pipi cucunya.
"Oh begitu!" kompak para bocah itu mengangguk-angguk kepalanya lucu.
"Kenapa dia nggak seperti buah mangga, nenek? Buah mangga punya pohon, kenapa Allah nggak ciptain buah semangka ada pohon juga biar adil?" timpal Bulan ingin tahu.
"Allah sangat adil, Sayang. Bahkan pada buah pun Allah begitu perhatian. Buah semangka kan besar, kalo dia menggantung di pohon takutnya nanti kena kepala orang, kan bahaya. Makanya Allah ciptakan buah semangka tumbuhnya merambat, biar mudah di petik dan nggak kena kepala saat dipanen," jelas Mommy Maria dengan sabar.
"Oh ya juga ya. ternya Allah sesayang itu sama kita. Sampai tanaman aja Allah perhatiin tumbuhnya harus gimana," angguk Bulan mengerti.
"Betul, Allah sayang dengan semua ciptaannya. Termasuk Bulan dan Bintang, juga dedek Rara, Arsya, Zahra, Arya, Denis dan Rayyan" sahut Mommy Maria lembut sambil ngabsen semua nama cucunya.
Para bocah itu akhirnya duduk berbaris dan kali ini mereka mendengarkan kisah suri tauladan Rasulullah dari Daddy Dirgantara sambil makan cemilan yang dibawa Aisya.
""""""
Pagi akhirnya tiba. Sebelum sarapan Satria menyempatkan diri untuk olahraga pagi. Para keponakannya tak mau ketinggalan, bocah-bocah itu mengikuti Satria. Saykha adik bungsu Satria juga kali ini ikut lari pagi. Saykha, seorang mahasiswi kedokteran semester akhir, menjadi satu-satunya dokter di keluarga Dirgantara. Padahal, sebagian besar keluarga besarnya berprofesi sebagai tentara atau pengusaha.
Sementara Aisya memilih tetap di rumah singgah mengobrol dengan Dwi dan Rani, dua sahabatnya.
"Tiga ... satu ...dua ...," Bintang berlari sambil berhitung.
"Salah Bintang, satu dulu terus dua abis itu baru tiga." koreksi Arsya yang sudah pandai ngehitung.
"Hehehe, terbalik kak Arsya, ya?" bocah itu nyengir kuda menampilkan gigi putih bersihnya.
Riska yang melihat kalau Satria sedang olahraga, cepat-cepat dia berganti pakaian dengan pakaian olahraga juga. Ia mematut diri di depan cermin, memastikan penampilannya sempurna.
“Mumpung nggak ada Aisya si sok cantik itu, aku mau olahraga dulu ah!” putus Riska setelah berganti pakaian ia segera keluar dari rumah singgah.
Riska berlari mengejar langkah Satria, meski dengan nafas ngos-ngosan. Hingga tiba-tiba terbersit sebuah ide licik di kepalanya untuk menarik perhatian Satria. Ia tersenyum sinis.
“Aw! Tolong!” pekik Riska tiba-tiba menjatuhkan dirinya ke atas jalan.
Semua orang yang mendengar suara Riska menoleh ke belakang. Satria hanya menoleh sekilas, tanpa ekspresi yang berarti. Kaget ada yang jatuh hingga tak sadarkan diri.
“Wah, itu kan Tante yang kita temui di sungai,” bisik Bintang pada kembarannya.
“Iya kok ada di sini?” tanya Bulan jadi bingung.
“Iya, mungkin Tante itu punya saudara seperut juga kayak kita berdua,” ceplos Bintang.
“Oh iya juga ya. Aunty Saykha, itu gimana? Kok Tante itu bisa jatuh, padahal udah besar juga!” tanya Bulan heran.
"Iya tunggu Aunty lihat dulu!"
Satria juga menghampiri tapi ia hanya berdiri tenang tanpa menolongnya, hanya saykha yang berusaha membangunkan Riska.
"Mbak bangun!" serunya sambil meletakkan jaketnya di bawah kepala Riska. lalu dua bodyguard wanita datang menghampiri. Mereka menyerahkan minyak kayu putih pada Saykha.
Bersambung ....
klo nurutnya sama si cecunguk bule bakal hancur lebur semuanya
semoga keluarga dirgantara memaklumi posisi Arya & Cindy, serta membantu mereka nantinya