Raffaele Matthew, seorang Mafia yang memiliki dendam pada Dario Alexander, pria yang ia lihat telah membunuh sang ayah. Dengan bantuan ayah angkatnya, ia akhirnya bisa membalas dendamnya. Menghancurkan keluarga Alexander, dengan cara membunuh pria tersebut dan istrinya. Ia juga membawa pergi putri mereka untuk dijadikan pelampiasan balas dendamnya.
Valeria Irene Alexander, harus merasakan kekejaman seorang Raffaele. Dia selalu mendapatkan kekerasan dari pria tersebut. Dan harus melayani pria itu setiap dia menginginkannya. Sampai pada akhirnya ia bisa kabur, dan tanpa sadar telah membawa benih pria kejam itu.
Lalu apakah yang akan dilakukan Valeria ketika mengetahui dirinya tengah berbadan dua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lovleyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12. Hukuman
Bugh!
Dari banyaknya orang di sana. Mereka hanya mengamati Valeria yang terus berteriak meminta tolong dalam gendongan Raffaele. Lalu saat wanita tersebut di turunkan secara kasar pada sofa ruang tamu. Semua orang itu hanya diam.
Bagaimana mereka mau menolongnya, jika mereka saja adalah anak buah si pria kejam itu. Mana mungkin mereka merasa kasihan pada Valeria.
"Berani-beraninya kamu keluar dari Mansion ini. Sepertinya kamu mencari mati!" Raffaele menyudutkan Valeria dengan mengukungnya pada sofa. Kedua tangan pria tersebut mengunci sisi kanan dan kiri Valeria.
"Karena kamu sudah berani kabur. Aku akan memberikan hukuman spesial buatmu." Katanya lagi, lalu mengkode Gilbert untuk mendekat ke arahnya.
"Ada apa tuan? Apa ada yang diperlukan?" Tanya Gilbert ketika sudah berada di samping Raffaele.
"Ambilkan alat yang biasa aku gunakan untuk menghukum para pelayan jika membuat salah Gilbert!" Perintah Raffaele.
Anak buah Raffaele tersebut terpaku sejenak. Pandangannya melihat ke arah Valeria, lantas ke para pelayan di ruang tamu. Mereka hanya menunduk tak ada yang berani bergerak jika tuannya itu sudah marah. Beberapa dari mereka, ada yang sudah pernah mendapatkan hukuman seperti yang akan Valeria terima.
Merasa kasihan? Jelas mereka merasakannya juga, apalagi di mata mereka Valeria ini masih sangat muda dan polos. Tapi mereka tidak bisa membantu apapun. Karena jika mencoba membantu, yang ada akan mendapatkan hukuman juga dari sang tuan.
"Masih diam di sini?" Suara dingin dan tegas Raffaele menginterupsi Gilbert.
"Maaf tuan, saya akan ambilkan segera." Balas Gilbert, matanya bertemu pandang dengan mata milik Valeria yang seakan meminta pertolongan. Tapi ia tak bisa apa-apa selain menuruti perintah sang tuan.
Sembari menunggu Gilbert kembali dengan membawa apa yang ia butuhkan saat ini. Pria itu terus menatap nyalang ke arah Valeria.
"Dengar semuanya!" Ucap Raffaele dengan nada keras.
"Jangan ada yang pergi dari tempat ini sampai aku selesai menghukum wanita kecil ini. Kalian semua harus melihatnya, dan sebagai pembelajaran untuk kalian juga! Jangan sekali-kali membangkang jika masih ingin hidup!" Lanjutnya lagi. Membuat para pelayannya ketakutan dan semakin menunduk dalam.
Langkah kaki mulai terdengar mendekat. Valeria bisa melihat dengan jelas, pria yang disuruh oleh Raffaele tadi datang dengan tangan membawa sebuah pecut. Yang langsung diserahkan ke Raffaele.
Valeria menggeleng. Tidak! Apa yang mau pria ini lakukan sekarang? Pecut itu. Untuk apa benda tersebut? Valeria tidak tenang duduknya. Ia berniat melarikan diri ketika interupsi dari Raffaele pada anak buahnya berhasil menahan pergerakan Valeria.
"Lepaskan aku!" Valeria berontak.
"Lepaskan?" Tawa menggelegar Raffaele memenuhi ruangan tersebut.
"Jangan harap bisa pergi dari sini lagi b*tch!" Ujar Raffaele mulai mengayunkan tangannya yang menggenggam benda bertali panjang itu, hingga menimbulkan sebuah jeritan kesakitan dari mulut Valeria.
Valeria merasakan perih dan rasa sakit yang luar biasa menjalar pada kulit tubuhnya. Raffaele memberikan sebuah pecutan pada wanita tersebut.
"Sakit...tolong jangan lagi." Tangis Valeria pecah, napasnya menahan rasa sakitnya. Ia ingin memegangi bagian yang habis dilukai Raffaele tersebut. Namun kedua tangannya ditahan oleh dua anak buah Raffaele.
"Itu hukuman untukmu. Dan aku masih ingin melakukannya lagi hingga puas dan kamu tersiksa." Jawab Raffaele, pria tersebut bisa melihat bagaimana wanita di depannya menggelengkan kepala cepat dan terus menerus.
"Jangan aku mo...Akhh!" Belum sempat Valeria menyelesaikan ucapannya, Raffaele sudah kembali mengayunan benda tersebut ke tubuh Valeria.
Teriakan demi teriakan Valeria menggema di Mansion milik Raffaele. Entah sudah yang keberapa kalinya wanita tersebut mendapatkan layangan benda bertali panjang itu. Yang jelas, saat ini tubuhnya sudah penuh dengan luka merah memanjang. Dan paling terlihat jelas di bagian lengannya.
Sebelah tangan wanita yang sudah terlihat tak berdaya itu, terangkat perlahan. Dengan berusaha berbicara, namun suaranya tersendat. Bahkan pandangannya mulai mengabur.
"Cu...cukup, ku...mohon..." Setelah mengatakan kalimat tersebut dengan terbata-bata dan lirih, Valeria ambruk tak sadarkan diri.
Para anak buah yang tadi memegangi kedua lengan Valeria terlihat terkejut dan sempat mencoba membangunkannya.
"Tuan, wanita ini pingsan." Ucap pria berbadan besar itu.
Raffaele matanya menyorot dingin ke arah Valeria. Lalu menyerahkan benda yang ia pegang saat ini kepada Gilbert.
Pria itu mengayunkan kakinya untuk menghampiri sofa single berhadapan dengan Valeria. Duduk di sana dengan angkuh. Raffaele merasa belum puas menyiksa wanita di depannya ini. Tapi rupanya wanita tersebut malah sudah tumbang lebih dulu.
"Lemah!" Ejek Raffaele.
"Kalian pergi dari ruangan ini. Kembali bekerja seperti biasa!" Titah Raffaele pada para pelayannya.
...****...
Saat ini, di ruang tamu tersebut hanya ada Raffaele, Gilbert, dan Valeria. Wanita yang tak sadarkan diri dengan luka di tubuhnya.
"Tuan, apakah tidak sebaiknya luka di tubuh Nona Valeria di obati. Takutnya bisa infeksi nantinya." Ujar Gilbert memberikan masukan.
"Dia tidak akan mati hanya karena luka itu Gilbert." Balas Raffaele.
Masukannya tidak didengar oleh tuannya tersebut. Gilbert jadi tak berani lagi membalasnya. Ia hanya merasa kasihan saja pada wanita tersebut. Wanita itu tidak mengetahui kesalahan ayahnya. Tapi harus mendapatkan akibatnya.
"Ada apa ini Raffaele? Kenapa wanita itu berantakan sekali dan penuh luka?" Keith tiba-tiba datang ke Mansion anak angkatnya. Dan disuguhi dengan pemandangan yang cukup membuatnya terkejut sekaligus senang.
"Daddy." Sapa Raffaele.
Lalu dengan kode melalui lirikan matanya, pria tersebut menyuruh Gilbert agar membawa pergi Valeria dari ruang tamu.
Tak butuh waktu lama, Gilbert dibantu pelayan wanita membawa Valeria masuk ke kamar utama. Dimana kamar tersebut merupakan kamar milik Raffaele di Mansion ini.
Keith memperhatikan semuanya. Ia bisa melihat, jika pasti putra angkatnya tersebut yang memberikan luka pada wanita tadi.
"Apa dia putrinya Dario?" Tanya Keith saat tinggal mereka berdua saja.
"Iya Daddy, dia putrinya Dario." Balas Raffaele.
Keith tampak mengangguk. "Tapi dia masih memiliki saudara laki-laki. Kenapa kamu tidak habisi dia sekalian?"
Membunuh kakak laki-lakinya Valeria memang tidak ada di dalam pikiran Raffaele. Ia hanya butuh membalas dendam ke Dario dan juga menghabisi istrinya di hadapan putri bungsu mereka. Membuat luka dalam dan sangat mengerikan pada Valeria.
Untuk saudara kandung Valeria, ia yakin tak semudah itu pria tersebut menemukan keberadaan sang adik. Yang sekarang ini Raffaele sekap dan dijadikan budak pemuas nafsunya sebagai ajang balas dendam.
"Tidak perlu, daddy. Untuk apa? Dia juga harus mendapatkan kesakitan yang sama seperti wanita tadi. Bahkan, sakit yang akan dirasakannya akan lebih besar." Ujar Raffaele, bibirnya mengulas senyum licik.
"Dia kehilangan kedua orang tuanya. Dan akan melihat kehancuran adiknya sendiri." Sambung Raffaele.
Kedua pria tersebut tertawa puas. Mereka merasa telah memenangkan sesuatu. Keith sendiri malah terlihat lebih bahagia dengan semua yang terjadi saat ini ketimbang Raffaele.
"Apa kamu sudah memakainya?" Lalu tiba-tiba Keith penasaran dengan suatu hal ini. Jadi, ia menanyakannya pada Raffaele.
Tanpa rasa bersalah dan malu, Raffaele mengangguk dengan bangga. Pria itu bahkan merasa puas dengan penyatuannya bersama Valeria.
Semasa hidupnya, Raffaele memang bebas dalam pergaulannya. Meminum minuman keras, menggunakan senjata api, dan juga melakukan kekerasan lainnya yang sudah tak terhitung berapa kali dirinya melakukannya. Semua sudah pria itu sering lakukan apalagi ia adalah seorang mafia. Bisnis gelapnya tersebut melatihnya untuk hidup keras dan kejam.
Satu hal yang belum pernah Raffaele lakukan. Tidak dengan satu hal ini. Yaitu tidur dengan sembarang wanita.
Raffaele tidak pernah melakukan itu dengan wanita mana pun selain Valeria. Itu merupakan yang pertama juga baginya.
"Setelah sering disodorkan banyak wanita sexy. Ternyata kamu lebih tergoda dengan wanita biasa sepertinya. Daddy ingin tertawa mendengar pengakuanmu ini." Kembali Keith berbicara, ia juga tertawa lagi dan nada tawanya tersebut terdengar mengejek sang putra angkat.
Sudut bibir Raffaele ikut terangkat, membentuk sebuah senyuman miring liciknya.
"Bukan tergoda Daddy. Tapi karena rasa dendam dan ingin menghancurkannya." Kata Raffaele.
"Daddy tau itu. Hanya saja, jangan sampai wanita itu mengandung darah dagingmu." Kali ini Keith membalas penuh peringatan.
"Tenang saja, wanita itu sudah aku suruh minum obat pencegah kehamilan. Aku juga tidak mau mempunyai anak dari anak seorang pembunuh." Jawab Raffaele. Dan sebuah tepukan di punggungnya dapat ia rasakan dari sang ayah angkat.