NovelToon NovelToon
Keluarga Langit

Keluarga Langit

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Sci-Fi / Cinta setelah menikah / Keluarga
Popularitas:486
Nilai: 5
Nama Author: Saepudin Nurahim

Di tahun 2032, keluarga Wiratama mengikuti program wisata luar angkasa perdana ke Mars—simbol harapan manusia akan masa depan antarplanet. Namun harapan itu berubah menjadi mimpi buruk, ketika sebuah entitas kosmik raksasa bernama Galactara menabrak jalur pesawat mereka.

Semua penumpang tewas.
Semua… kecuali mereka berempat.

Dikubur dalam reruntuhan logam di orbit Mars, keluarga ini tersentuh oleh sisa kekuatan bintang purba yang ditinggalkan Galactara—pecahan cahaya dari era pertama semesta. Saat kembali ke Bumi, mereka tak lagi sama.

Rohim, sang Suami, mampu mengendalikan cahaya dan panas matahari—melindungi dengan tangan api.

Fitriani, sang Istri, membentuk ilusi bulan dan mengendalikan emosi jiwa.

Shalih anak pertama, bocah penuh rasa ingin tahu, bisa melontarkan energi bintang dan menciptakan gravitasi mikro.

Humairah anak kedua, si kecil yang lembut, menyimpan kekuatan galaksi dalam tubuh mungilnya.

Bagaimana kisah sebuah keluarga ini ?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Saepudin Nurahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Sang Entitas kehancuran Tak Terduga

Alarm merah yang memekakkan telinga masih merobek keheningan di dalam kapsul. Suara instruktur yang terputus, diikuti static yang mengganggu, menyisakan ketakutan mencekik di antara para penumpang. Dorongan keras yang baru saja melontarkan mereka dari Bumi kini terasa seperti guncangan terakhir sebelum kiamat. Cahaya di kabin berkedip-kedip, menciptakan bayangan menari yang mengerikan di wajah-wajah pucat.

Rohim memeluk erat Fitriani, tubuhnya gemetar. Ia mencoba melihat panel kontrol, namun layar-layar di depannya menampilkan error acak yang tak bisa dipahami. Mata Shalih terpejam rapat, bibirnya komat-kamit memanggil nama ibu dan ayahnya. Humairah terus menangis di gendongan Fitriani, suaranya parau.

"Ada apa, Yah? Apa yang terjadi?" Fitriani berteriak, suaranya dipenuhi panik. Ia berusaha menengok ke jendela kecil, namun yang terlihat hanya kegelapan pekat angkasa.

"Aku enggak tahu, Bu. Sistemnya mati!" Rohim menjawab, otot-otot di rahangnya mengeras. Firasat buruk merayap dingin di punggungnya. Ini bukan lagi masalah teknis biasa.

Tiba-tiba, dari kegelapan yang tak berujung di luar jendela, sebuah kilatan cahaya biru-keunguan melesat begitu cepat. Awalnya hanya titik kecil, namun dalam hitungan detik, ukurannya membesar secara eksponensial. Rohim melotot, tak percaya dengan apa yang ia lihat. Itu... bukan komet. Bukan puing antariksa. Itu adalah sebuah entitas.

Bentuknya amorf, seperti gumpalan energi kosmik yang keperakan, memancarkan cahaya redup. Namun, di baliknya ada jejak kehancuran yang mengerikan. Pecahan-pecahan yang tampak seperti kulit atau cangkang kosmik, serpihan energi yang masih berputar, mengikuti di belakangnya. Jelas, entitas itu baru saja melewati pertempuran yang brutal. Tubuhnya tampak rusak, mengeluarkan kilatan-kilatan tak beraturan. Ia melesat, tak sadarkan diri, atau setidaknya, tak terkendali.

"Ya Tuhan... Apa itu?" Fitriani juga melihatnya. Matanya membelalak ketakutan, tangannya menutup mulutnya, berusaha menahan jeritan. Tubuhnya menegang di pelukan Rohim.

Entitas itu melaju dengan kecepatan tak masuk akal, seolah ditarik oleh kekuatan tak kasat mata. Jalur tabrakannya, mengerikan sekali, tepat mengarah ke Artemis IV. Rohim merasakan jantungnya berhenti berdetak.

"Pegangan!" Rohim berteriak, suaranya pecah. Ia memeluk Fitriani dan Shalih sekuat tenaga, membenamkan wajah mereka ke dadanya. Humairah di gendongan Fitriani menjerit, merasakan kepanikan yang luar biasa.

Keluarga-keluarga lain di dalam kapsul juga melihatnya. Suara teriakan pecah. Tangisan anak-anak bersahutan. Ada yang berteriak meminta tolong, ada yang memeluk erat anggota keluarga mereka, wajah mereka pucat pasi. Kepanikan masal melanda kabin. Orang-orang saling menunjuk ke jendela, mata mereka dipenuhi kengerian yang sama.

Detik-detik terasa seperti keabadian. Kilatan entitas kosmik itu semakin besar, memenuhi seluruh jendela. Wajah-wajah panik tercermin di permukaannya yang memancarkan energi. Rohim bahkan bisa melihat goresan-goresan raksasa di tubuh entitas itu, seolah ia baru saja lolos dari cakar monster yang lebih besar.

Lalu... BUMM!

Tabrakan itu tidak hanya dahsyat, itu adalah ledakan yang melampaui imajinasi. Artemis IV, pesawat antariksa paling canggih sekalipun, hancur berkeping-keping. Bukan hanya guncangan, melainkan desakan energi yang luar biasa kuat, merobek baja dan teknologi menjadi serpihan debu bintang.

Cahaya putih menyilaukan memenuhi seluruh kabin, diikuti oleh panas yang menyengat, dan kemudian kegelapan total. Suara alarm, teriakan panik, tangisan anak-anak, semuanya lenyap dalam sekejap, digantikan oleh keheningan mutlak yang lebih mengerikan dari suara apa pun. Udara terasa dingin, menusuk hingga ke tulang. Aroma logam terbakar dan ozon menyengat hidung.

Rohim merasakan tubuhnya terlempar, kesadarannya hilang dalam sekejap.

Saat kesadaran kembali merayap, yang pertama kali Rohim rasakan adalah rasa sakit. Bukan hanya satu titik, tapi di seluruh tubuhnya. Kepalanya pening, perutnya mual, dan setiap sendinya terasa ngilu. Ia berusaha membuka mata, namun kelopak matanya terasa sangat berat.

Samar-samar, ia mendengar suara tangisan. Tangisan Humairah. Suara itu, meskipun lemah, adalah melodi terindah yang pernah ia dengar. Itu berarti... ia tidak sendirian.

Dengan sekuat tenaga, Rohim memaksakan matanya terbuka. Pemandangan yang menyambutnya adalah kehancuran total. Kapsul Artemis IV yang tadinya kokoh, kini hanyalah puing-puing mengambang di kegelapan angkasa. Serpihan logam, kabel-kabel putus, dan sisa-sisa kursi melayang tak beraturan. Kapsul mereka, bagian dari kapsul kru, entah bagaimana terlepas dari ledakan utama, namun kondisinya sangat mengenaskan. Bagian depannya hancur, terbuka menganga ke angkasa luar. Udara dingin membekukan paru-parunya.

Di sekelilingnya, di antara puing-puing, ia melihat hal yang paling mengerikan. Tubuh-tubuh. Tubuh-tubuh kaku, mengambang tanpa daya di kekosongan. Para kru, keluarga-keluarga lain, semua yang tadi pagi berbagi mimpi untuk ke Mars, kini tak bergerak. Mata mereka kosong, tubuh mereka tak bernyawa. Beku dalam keabadian kosmik.

Rohim merasakan mual yang luar biasa, bukan hanya karena guncangan, tapi karena pemandangan itu. Semua tewas. Semua, kecuali...

"Ibu! Shalih! Humairah!" Ia berteriak, suaranya serak. Dengan gerakan yang menyakitkan, ia berusaha mencari keluarganya. Sabuk pengamannya masih terpasang erat, menahannya di kursinya yang miring dan rusak.

Di sebelahnya, Fitriani juga sudah membuka mata. Wajahnya pucat pasi, syok terlihat jelas di matanya yang membulat. Hijabnya kini compang-camping, beberapa helainya terlepas, namun tetap menutupi sebagian rambutnya. Ia gemetar hebat, namun segera memeluk Humairah yang menangis di gendongannya.

"Ayah! Kita... kita hidup?" bisik Fitriani, suaranya bergetar. Tangannya meraba wajah Rohim, memastikan ini bukan mimpi buruk.

"Iya, Bu. Kita hidup," Rohim menjawab, air mata mengalir di pipinya. Rasa lega yang luar biasa membanjiri dadanya.

Namun, di mana Shalih?

Pandangan Rohim menyisir puing-puing. Dan ia melihatnya. Shalih. Tubuhnya terikat di kursinya yang terpelintir, mengambang terbalik beberapa meter di depannya. Matanya masih terpejam, napasnya terputus-putus. Sebuah retakan besar terlihat di kaca helm mini astronotnya.

"Shalih!" Rohim berteriak. Ia berusaha melepaskan sabuk pengamannya, namun tangannya bergetar terlalu parah.

Fitriani, meskipun masih syok, melihat Shalih juga. Dengan kekuatan yang entah datang dari mana, ia berhasil melepaskan sabuk pengaman Humairah, dan mulai merangkak di antara puing-puing, berusaha meraih Shalih. Gerakannya lambat dan menyakitkan, namun tekadnya mengalahkan rasa sakit.

"Shalih, Nak! Bangun, Nak!" Fitriani memanggil, air mata membasahi pipinya. Tangannya gemetar saat ia menyentuh helm Shalih. Retakan itu semakin jelas.

Tiba-tiba, saat Fitriani menyentuh helm Shalih, sebuah kilatan cahaya keperakan melesat dari puing-puing yang tersebar. Bukan dari entitas kosmik tadi, tapi dari sisa-sisa Artemis IV yang hancur. Kilatan itu melesat cepat, menembus kaca helm Shalih yang retak, dan masuk ke dalam tubuhnya.

Shalih menghentikan tangisannya. Matanya yang tadinya terpejam rapat, kini terbuka perlahan. Pupilnya membesar, memancarkan cahaya biru terang sesaat, lalu kembali normal. Namun, ada yang berbeda. Sebuah energi dingin, namun terasa begitu kuat, menjalar dari tangannya yang memegang helm. Sensasi itu asing, namun entah mengapa terasa benar.

Rohim, yang akhirnya berhasil melepaskan diri dari sabuk pengamannya, merangkak mendekat. "Ada apa, Bu? Shalih kenapa?" tanyanya panik.

Fitriani menatap Shalih. Anak itu tidak lagi menangis. Tubuhnya yang tadinya kaku, kini perlahan bergerak. Ia menoleh ke Fitriani, lalu ke Rohim, matanya memancarkan ketenangan yang aneh.

"Aku... aku baik-baik saja, Ibu," kata Shalih, suaranya terdengar jernih, meskipun masih sedikit lemah. Tangannya terangkat, mengusap bekas air mata di pipi Fitriani. Gerakannya halus, penuh perhatian.

Rohim dan Fitriani saling pandang. Mereka tahu ada sesuatu yang terjadi. Sesuatu yang luar biasa. Sebuah kekuatan yang entah dari mana datangnya, kini bersemayam di dalam tubuh putra mereka.

Kehancuran ada di sekitar mereka. Kematian di mana-mana. Namun, di tengah kekosongan kosmik yang brutal itu, sebuah harapan baru telah lahir. Sebuah kekuatan yang akan mengubah takdir mereka selamanya. Mereka selamat. Tapi dengan harga yang sangat mahal, dan anugerah yang tak terduga. Mereka tak tahu apa yang menanti.

Kapsul darurat yang mereka tumpangi mulai melayang menjauhi puing-puing Artemis IV, bergerak tanpa arah di angkasa. Di dalam kapsul yang rusak, Shalih memejamkan mata, dan sebuah simbol misterius, mirip pena emas yang memancarkan cahaya redup, muncul samar di telapak tangannya yang mungil, lalu menghilang. Apa kekuatan misterius yang didapatkan Shalih? Dan ke mana takdir akan membawa mereka di tengah kegelapan tak berujung ini?

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!