Hana, gadis sederhana anak seorang pembantu, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam sekejap. Pulang dari pesantren, ia hanya berniat membantu ibunya bekerja di rumah keluarga Malik, keluarga paling terpandang dan terkaya di kota itu. Namun takdir membawanya pada pertemuan dengan Hansel Malik, pewaris tunggal yang dikenal dingin dan tak tersentuh.
Pernikahan Hansel dengan Laudya, seorang artis papan atas, telah berjalan lima tahun tanpa kehadiran seorang anak. Desakan keluarga untuk memiliki pewaris semakin keras, hingga muncul satu keputusan mengejutkan mencari wanita lain yang bersedia mengandung anak Hansel.
Hana yang polos, suci, dan jauh dari hiruk pikuk dunia glamor, tiba-tiba terjerat dalam rencana besar keluarga itu. Antara cinta, pengorbanan, dan status sosial yang membedakan, Hana harus memilih, menolak dan mengecewakan ibunya, atau menerima pernikahan paksa dengan pria yang hatinya masih terikat pada wanita lain.
Yuk, simak kisahnya di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Tidak ada ketulusan, semuanya ada harganya.
Bandara pagi itu ramai, riuh suara pengumuman bercampur langkah kaki para penumpang yang baru tiba. Hansel berdiri di antara kerumunan, matanya terus menyapu ke arah pintu kedatangan internasional. Dadanya berdegup lebih cepat setiap kali melihat penumpang keluar sambil menenteng koper. Lalu, kemudian dia melihat sosok yang sangat dia kenal, yang sangat dia rindukan, Laudya.
Wanita yang selama dua bulan ini hanya bisa ia dengar suaranya lewat telepon. Wajah cantiknya sedikit pucat, tubuhnya tampak lebih kurus, tapi auranya tetap sama, anggun dan tenang. Dia melangkah pelan dengan koper hitam di tangan, matanya menatap lurus tanpa ekspresi berlebihan.
Hansel tercekat, rasanya dunia berhenti sesaat. Tanpa sadar ia berlari kecil, langsung menghampiri, dan begitu jarak keduanya tinggal beberapa langkah, Hansel meraih tangan Laudya dan menariknya ke dalam pelukan.
“Laudya…” suaranya bergetar. Dia memeluk erat istrinya, menciumi wajahnya bertubi-tubi, kening, pipi, bahkan jemarinya.
“Aku sangat merindukanmu ... kamu nggak tahu betapa berat dua bulan ini tanpamu. Aku hampir gila, Laudya. Jangan pergi lama-lama lagi dariku … jangan.”
Laudya tidak berkata apa-apa. Tubuhnya kaku dalam pelukan Hansel, tapi tak juga menolak. Matanya berkaca-kaca, hanya air mata yang turun perlahan tanpa sepatah kata pun. Ia membiarkan Hansel menyalurkan segala rindunya, sementara bibirnya terkatup rapat, seakan ada sesuatu yang ia simpan rapat di dalam hatinya saat ini.
Hansel mengusap pipinya, menatap wajah istrinya lekat-lekat. “Kamu kurus … kamu sakit? Kenapa nggak pernah bilang ke aku? Aku janji, aku bakal lebih perhatiin kamu. Aku nyesel, Laudya. Aku nyesel bikin kamu sakit hati. Tapi aku nggak bisa kehilangan kamu…”
Laudya hanya menatapnya dengan senyum samar, masih tanpa jawaban. Hanya itu yang bisa ia berikan pada Hansel di momen pertama setelah lama terpisah. Keduanya lalu berjalan bersama ke arah parkiran. Hansel meraih koper dari tangan Laudya, menuntunnya masuk ke mobil. Di dalam mobil, Hansel terus menggenggam tangan istrinya, seakan takut kehilangan lagi. Sepanjang perjalanan, ia banyak berbicara, tentang rumah, tentang bayi dalam kandungan Hana yang sudah memasuki bulan ke-9, tentang bagaimana ia tak sabar menunggu momen bayi itu lahir.
“Bayinya sehat, Laudya. Kamu harus lihat, betapa cantiknya Hana waktu periksa USG … eh, maksudku, betapa jelas detak jantung bayinya. Itu bayi kita, Laudya. Aku selalu merasa, seolah kamulah yang mengandungnya.”
Laudya diam, senyum tipis sesekali muncul, tapi tak ada sepatah kata yang ia lontarkan. Matanya menatap keluar jendela, ke jalanan kota yang ia tinggalkan dua bulan lalu. Air matanya kembali jatuh, cepat ia usap agar Hansel tak melihat. Hansel tak menyadari, pikirannya penuh dengan rasa lega karena akhirnya Laudya kembali. Namun di balik diamnya Laudya, ada sesuatu yang sedang ia sembunyikan. Mobil itu terus melaju, membawa mereka pulang ke rumah yang kini menyimpan rahasia, cinta terlarang, dan pertarungan hati yang semakin rumit.
Suasana rumah yang tadinya sempat terasa tegang berubah menjadi hangat dan penuh haru. Saat pertama kali bertemu Hana, Laudya langsung mendekap tubuh wanita itu, seakan-akan ia sedang memeluk seseorang yang telah berjuang begitu keras untuknya. Suara Laudya bergetar ketika berkata,
"Aku minta maaf … atas sikapku yang dulu kasar. Aku benar-benar berterima kasih karena kamu sudah menjaga bayi kami sejauh ini."
Hana hanya bisa diam, matanya berkaca-kaca. Ia melirik Hansel seolah mencari jawaban, tapi pria itu hanya mengangguk pelan, tidak ingin memperkeruh suasana. Laudya lalu mengeluarkan paper bag berisi perhiasan berkilau, pakaian muslim dari merek ternama, serta perlengkapan bayi yang lengkap.
"Semua ini untukmu, Hana … anggap saja sebagai hadiah kecil dariku. Aku akan menjaga bayi ini dengan sebaik-baiknya. Kamu tidak perlu khawatir," ucap Laudya tulus, membuat Hana tertegun. Di matanya, Laudya seolah berubah menjadi pribadi yang sama sekali berbeda lembut dan penuh ketulusan.
Hana masih sulit percaya. Wanita yang dulu menyambutnya dengan dingin, kini tersenyum ramah dan bahkan mengajaknya duduk bersama di sofa. Laudya menatap Hana dengan penuh perhatian, lalu berkata,
"Aku ingin mendengarnya langsung darimu … bagaimana rasanya selama beberapa bulan ini mengandung bayi ini? Ceritakan semuanya, aku ingin tahu."
Nada suaranya lembut, membuat semua orang yang hadir terutama Hansel, terdiam terkejut. Senyum tulus terpancar di wajah Laudya, sesekali ia melirik Hansel seakan ingin menunjukkan bahwa dirinya telah benar-benar berubah.
Dengan sabar, Hana pun mulai menceritakan kesehariannya di rumah itu rasa mual yang terkadang datang, perasaan lelah yang sering menghampiri, juga momen-momen ketika ia merasa sendirian. Laudya mendengarkan dengan sungguh-sungguh, mengangguk pelan, bahkan menggenggam tangan Hana di beberapa momen, seolah ingin memberikan kekuatan.
Hansel yang duduk tak jauh dari mereka hanya bisa menatap hening. Dalam hatinya, ia bingung sekaligus lega karena tak menyangka Laudya bisa kembali dengan sisi yang sama sekali berbeda. Hansel duduk kaku di kursi seberang, matanya tak lepas dari Laudya yang kini tampak begitu hangat memperlakukan Hana. Hatinya campur aduk antara lega karena tidak ada pertengkaran lagi, namun juga muncul kebingungan yang sulit ia sembunyikan. Laudya yang dulu keras kepala dan dingin, kini berubah drastis, penuh kelembutan bahkan perhatian.
Hansel sempat menunduk, menahan napas panjang. 'Apa benar Laudya sudah berubah? Atau ada sesuatu di balik semua ini?' pikirnya.
Hana, di sisi lain, masih tertegun menerima semua perlakuan baik itu. Perhiasan, pakaian, perlengkapan bayi, bahkan senyum tulus Laudya membuatnya gamang. Ia memang merasa lega, tapi di sudut hatinya ada rasa curiga yang pelan-pelan muncul. Terlalu cepat, terlalu manis, dan terlalu sempurna.
Laudya menggenggam tangan Hana erat, lalu menatapnya dengan tatapan penuh harap.
"Kamu jangan pernah merasa sendirian, Hana. Aku ingin kamu tahu kalau aku sangat menghargai semua perjuanganmu. Bayi ini … adalah anugerah yang sangat besar. Aku janji, aku akan mencintainya dengan sepenuh hati."
Hana tersenyum samar, meski dalam hati ia masih waspada. Ia melirik Hansel yang hanya menatapnya dengan mata gelisah, seolah pria itu juga punya pertanyaan yang sama dengan dirinya. Laudya lalu menambahkan dengan suara lembut, sambil melirik Hansel sekilas,
"Aku juga berhutang banyak padamu, Hansel. Mungkin aku terlalu egois sebelumnya. Tapi sekarang … aku ingin kita memulai segalanya dari awal, demi pernikahan kita dan demi bayi ini."
Hansel hanya bisa mengangguk pelan, meski dadanya terasa semakin sesak. Perubahan Laudya membuatnya bingung, sekaligus menimbulkan pertanyaan besar benarkah ini tulus, atau hanya topeng yang sedang dipakai istrinya?
Hana yang duduk di samping Laudya masih memandangi wajahnya. Ada senyum di bibirnya, tapi hatinya diam-diam berbisik ' Aku harus berhati-hati … kebaikan ini mungkin ada harganya.'
udah lah Ray kalo gua jadi lu gaya bawa minggat ke Cairo tuh si Hana sama bayinya juga, di rawat di rumah sakit sana, kalo udah begini apa Laudya masih egois mau pisahin anak sama ibu nya
Rayyan be like : kalian adalah manusia yg egois, kalian hanya memikirkan untuk mengambil bayi itu tanpa memikirkan apa yg Hana ingin kan, dan anda ibu jamilah di sini siapa yg anak ibu sebenarnya, Hana atau Laudya sampi ibu tega menggadaikan kebahagiaan anak ibu sendiri, jika ibu ingin membalas budi apakah tidak cukup dengan ibu mengabdikan diri di keluarga besar malik, kalian ingin bayi itu kan Hansel Laudya, ambil bayi itu tapi aku pastikan hidup kalian tidak akan di hampiri bahagia, hanya ada penyesalan dan kesedihan dalam hidup kalian berdua, aku pastikan setelah Hana sadar dari koma, aku akan membawa nya pergi dari negara ini, aku akan memberikan dia banyak anak suatu hari nanti
gubrakk Hansel langsung kebakaran jenggot sama kumis 🤣🤣🤣
biar kapok juga Jamilah
Pisahkan Hana dari keluarga Malik..,, biarkan Hana membuka lembaran baru hidup bahagia dan damai Tampa melihat orang" munafik di sekitarnya
Ayo bang Rey bantu Hana bawa Hana pergi yg jauh biar Hansel mikir pakai otaknya yang Segede kacang ijo itu 😩😤😏
Hana buka boneka yang sesuka hati kalian permainkan... laudya disini aku tidak membenarkan kelakuan mu yang katanya sakit keras rahim mu hilang harusnya kamu jujur dan katakan sejujurnya kamu mempermainkan kehidupan Hana laudya... masih banyak cara untuk mendapatkan anak tinggal adopsi anak kan bisa ini malah keperawatan Hana jadi korban 😭 laudya hamil itu tidak gampang penuh pengorbanan dan perasaan dimana hati nurani mu yg sama" wanita dan untuk ibunya Hana anda kejam menjual mada depan anakmu demi balas budi kenapa endak samean aja yg ngandung tu anak Hansel biar puas astaghfirullah ya Allah berikanlah aku kesabaran tiap baca selalu aja bikin emosi 😠👊