Arumi Bahira, seorang single mom dengan segala kesederhanaannya, semenjak berpisah dengan suaminya, dia harus bekerja banting tulang untuk membiayai hidup putrinya. Arumi memiliki butik, dan sering mendapatkan pesanan dari para pelanggannya.
Kedatangannya ke rumah keluarga Danendra, membuat dirinya di pertemukan dengan sosok anak kecil, yang meminta dirinya untuk menjadi ibunya.
"Aunty cangat cantik, mau nda jadi mama Lion? Papa Lion duda lho" ujar Rion menggemaskan.
"Eh"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12
Cahaya pagi menyelinap masuk melalui celah-celah jendela, menerangi wajah Bella yang masih tertidur pulas. Di sampingnya, Alvaro, ayah sambungnya, terus memeluknya erat sepanjang malam, menjadikan momen itu terasa hangat dan penuh cinta.
Dengan perlahan, Bella membuka matanya, mengucek mata yang masih berat dengan tangan kecilnya. Ia merasakan kehangatan dekapan Alvaro yang memenuhi hatinya dengan rasa aman dan nyaman. Tidur pulas di samping sosok yang begitu menyayangi membuatnya merasa terlindungi dari segala hal.
Bella mendongak, menatap wajah Alvaro yang sedang tertidur lelap. Wajah itu menunjukkan ketenangan dan kedamaian yang jarang ia lihat, seolah semua beban dunia terangkat saat ia tertidur. Perlahan, senyum mengembang di wajah kecilnya. Ini adalah pertama kalinya sejak lama ia merasakan dekapan penuh kasih dari seorang ayah, meskipun bukan ayah kandungnya. Ada rasa syukur yang mendalam dalam hatinya.
Tak lama kemudian, Alvaro mulai terbangun, merasakan gerakan lembut Bella di sampingnya. Ketika matanya terbuka dan bertemu dengan mata Bella yang penuh kebahagiaan, hati Alvaro hangat diperoleh senyum tulus dari gadis kecil di sampingnya. "Selamat pagi, girl," ucap Alvaro dengan suara seraknya, mengusap kepala Bella dengan lembut, menambah kedekatan di antara mereka.
Bella hanya mengangguk, matanya bersinar-sinar tidak ingin melepaskan pandangan dari wajah Alvaro. Dalam diam, hati Alvaro terasa hangat. Ia menyadari bahwa tugasnya sebagai ayah sambung bukanlah hal yang mudah, tetapi melihat senyum Bella pagi ini membuatnya yakin bahwa semua usahanya mendekatkan diri dengan putri kecilnya tidak sia-sia. Bella telah menerima cintanya, dan itu adalah kemenangan terbesar baginya.
"Bagaimana tidur Bella? Nyenyak tidak?" tanya Alvaro, mencoba mengalihkan perhatian dari pikiran-pikiran yang mengganggu.
"Nyenyak, nyenyak cekali Bella. Lacana nda mau bangun," jawab Bella dengan mata berbinar, merasakan kedamaian di pagi hari yang cerah.
Alvaro terkekeh, humoris dan penuh kasih. "Tetap harus bangun dong, kalau tidak bangun nanti mama nangis," kata Alvaro sambil berusaha membangkitkan semangat Bella untuk memulai hari.
"Iya, mama memang cengeng," jawab Bella sambil tertawa kecil. "Bella celing liat mama nangis cendilian di kamal." Dalam hati, Bella merasa khawatir. Ia sering melihat Arumi, ibunya, menangis sendirian di kamarnya, tetapi Bella tidak pernah tahu alasan di balik air mata itu. Kebahagiaan dan kesedihan, dua hal yang beririsan dalam kehidupan mereka, membuat Bella semakin ingin mencari cara untuk menghibur mamanya.
"Oh ya... Memangnya kenapa mama menangis?" tanya Alvaro ingin tahu
Ia yakin Arumi berusaha keras untuk menjadi ibu yang baik, tapi kadang-kadang beban hidup membuatnya terjatuh dalam kesedihan yang mendalam.
Kesepian dan kelelahan bercampur menjadi satu, memaksa tangisannya pecah di malam yang sepi. Arumi selalu berusaha menyembunyikan kesedihannya dari Bella, namun rupanya mata kecil anaknya itu terlalu tajam, menangkap setiap kesedihan yang coba ia sembunyikan.
"Bella nda tahu" jawab Bella, dia tidak pernah bertanya kepada mamanya.
Reynald menghela napas, sejenak mata keduanya saling menatap satu sama lain.
"Paman, boleh Bella beltanya?" ucap Bella lirih.
"Kenapa sayang?" tanya Alvaro.
"Boleh Bella panggil paman, papa?" tanya Bella memberanikan diri.
Alvaro tersenyum sambil mengusap lembut wajah Bella. "Tentu sayang, karena sekarang paman sudah menjadi papa Bella" ucap Alvaro.
Bella tersenyum, kemudian memeluk tubuh Alvaro erat. "Papa" ucap Bella untuk pertama kalinya dalam hidupnya memanggil seseorang dengan sebutan papa.
Alvaro merasakan kedalaman rasa percaya yang ditunjukkan Bella kepadanya. Cahaya mata gadis kecil itu berbinar-binar saat dia memanggil Alvaro sebagai 'papa'. Dia merasa tanggung jawab besar telah diletakkan di pundaknya.
Alvaro kemudian membalas pelukan gadis kecil itu dengan penuh kasih.
Bella, dengan suara kecilnya yang bergetar, mengucapkan kata-kata yang memotong langsung ke hati Alvaro, "papa jangan tinggalin Bella, ya." Kata-kata itu seperti sebuah janji yang tidak boleh diingkari, sebuah permohonan yang harus dijaga.
Alvaro, dengan matanya yang masih terpejam, menarik napas dalam-dalam, merasakan berat dan kehangatan tubuh Bella di dalam pelukannya. Dia mengusap punggung Bella, mencoba menenangkan dan menguatkan hati kecil yang penuh kekhawatiran itu.
Di dalam hatinya, Alvaro berjanji akan selalu ada untuk Bella, menjadi pelindung dan panduan yang dia butuhkan dalam hidupnya.
"Iya sayang, papa tidak akan pergi meninggalkan Bella dan mama" ucap Alvaro. Dia akan berusaha membuka hati untuk istrinya, demi anak-anaknya.
Setelah percakapan singkat itu, mereka berdua kembali terlelap. Tak lama Arumi masuk ke kamar bersama Naka. Mereka menggelengkan kepalanya melihat keduanya.
Naka dengan perasaan kesal naik keatas ranjang. "Bagun! Dacal pemalas" teriak Naka sambil menarik selimut yang menutupi tubuh keduanya.
"Cudah ciang macih tidul, ntal lejekina di makan mucang balu tahu laca" ucapnya.
"Ayam Naka, bukan musang" sahut Arumi mengoreksi ucapan Naka.
"Ih, mama ini nda ngelti jokes" ucap Naka.
Alvaro dan Bella terkejut dengan suara cempreng Naka.
"Nangka bucuk ini, kenapa libut cekali cih. Ganggu olang tidul aja" gerutu Bella sambil mengucek matanya.
"Cudah ciang, kamu halus bangun, Malyati. Papa juga, halus kelja nda boleh magel" omel Naka. "Cekalang ada mama yang halus di kacih napkah" imbuhnya.
Alvaro dan Bella bangun, mendudukkan tubuhnya sambil bersandar pada sandaran ranjang.
"Sudah jam setengah tujuh, kamu tidak ke kantor?" tanya Natasha kepada Alvaro.
Alvaro menoleh menatap ke kearah jam dinding, benar saja sudah menunjukkan pukul setengah tujuh.
"Sebentar lagi aku mandi" ucap Alvaro dan di angguki oleh Arumi.
Tok
Tok
"Masuk" terika Alvaro.
Ceklek.......
Terlihat Shaka membuka pintu kamar Alvaro. "Om, aku berangkat dulu. om tidak usah mengantarku, aku pakai sopir saja hari ini" ucap Shaka, biasanya setiap pagi dia akan di antar Alvaro ke sekolah, namun karena omnya itu masih pengantin baru, Shaka memutuskan ke sekolah dengan di antar sopir.
"Kamu sudah sarapan?" tanya Alvaro perhatian.
"Tidak sempat om, aku sarapan di sekolah saja" jawab Shaka.
"Tante sudah membuatkan bekal untuk mu, kalau kamu mau, kamu bisa membawanya" ucap Arumi.
"Benarkah?" tanya Shaka memastikan, pasalnya dia tidak ada permintaan kepada Arumi untuk membuatkan bekal untuknya. Namun, dia merasa bahagia karena merasa di perhatikan. Shaka yang di abaikan oleh orang tuanya, merasa terharu dengan kebaikan Arumi.
"Iya, kamu bisa ambil di dapur, tante mau memandikan adik dulu" ucap Arumi sambil tersenyum penuh kelembutan.
Shaka tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya. Sebelum keluar dari kamar, dia menyalami Alvaro dan Arumi terlebih dahulu, termasuk Bella. Namun, tidak dengan Naka.
"Hati-hati, semangat belajarnya" ucap Arumi sambil mengusap kepala Shaka.
"Terima kasih" balas Shaka.
Perasaan Alvaro menghangat melihat interaksi keduanya. Ia tidak salah menyetujui permintaan ibunya untuk menikahi wanita itu.
"Apalah kakak ini, kenapa nda cium Naka juga. Kaka cuma cium Malyati aja" protes Naka.
"Malas, kamu bau iler" ejek Shaka dan keluar begitu saja meninggalkan kamar omnya.
"Apa bedana, Malyati juga belum mandi kok, macih bau ilel. Memang nda cayangnya kakak ini cama Naka" teriak Naka tidak terima.
"Hilang cudah kakaknya Bella ambil. Papa nya juga" iseng Bella sambil memeluk Alvaro.
Seketika bibir Naka melengkung ke bawah, matanya berkaca-kaca bersiap untuk meneteskan air matanya.
"EKhe.... Huaa..... Mama" pecah sudah tangis Naka. Membuat Arumi dan Alvaro tertawa.
"Jahat kali Malyati ambil papa cama kakaknya Nak. Buang aja buang Malyatinya, bial di ambil pemulung, Hikss.... Hikss..."
"Enak aja, kamu aja yang di buang. Kan cudah nda ada yang cayang lagi cama kamu" seru Bella tidak terima.
Arumi menggelengkan kepalanya melihat pertengkaran mereka. Dulu menghadapi Bella saja sudah pusing, kini tambah lagi Naka, yang mana keduanya suka sekali bertengkar karena hal-hal sepele.
"Sudah ayo, mandi. Sebentar lagi mama juga harus berangkat ke butik," ucap Arumi sambil menggendong tubuh putrinya.
"Bella libul dulu ya mama. Cuma catu hali kok, becok Bella bantuin mama kelja lagi" ucap Bella dengan perasaan memelas.
"Tidak bisa, kamu harus ikut mama" ucap Arumi membuat Bella pasrah.
Arumi memandikan Bella, sementara Naka di mandikan oleh Alvaro. Setelah selesai memandikan putrinya Arumi kembali masuk kedalam kamar pribadinya dengan sang suami.
Arumi mengambilkan bahu ganti untuk Alvaro. Tak lama suaminya keluar dari dalam kamar mandi dengan mengenakan handuk yang di lilit di pinggangnya.
"Hari ini biarkan Bella di rumah sama mommy, kamu kalau kekurangan karyawan, kamu bisa mencarinya lagi" ucap Alvaro yang merasa kasihan dengan Bella. "Nanti biar aku yang menggajinya" imbuhnya.
Arumi mengerutkan keningnya menatap suaminya. Dia merasa suaminya ini salah paham. "Apa kamu berpikir aku memperkejakan dia?" tanya Arumi.
"Biasanya seperti itu kan, aku pernah melihat Bella menyambut pelanggan" kata Alvaro.
"Itu bukan aku yang nyuruh, tapi dianya sendiri yang mau" seru Arumi.
Wanita itu tidak pernah meminta putrinya untuk bekerja di butiknya, hanya saja saat sepi dia kadang meminta putrinya untuk menjaga tokonya, karena dia dan Rindu harus sibuk membuat desain baju.
Alvaro menyesal menghianati clara
kok minta jatah lagi sama arumi
itu mah suka al