NovelToon NovelToon
Seharum Cinta Shanum

Seharum Cinta Shanum

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Selingkuh / Cinta Terlarang / Ibu Mertua Kejam / Pelakor jahat
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Serena Muna

Shanum dan Wira Wiguna sudah menikah selama 6 tahun dan memiliki seorang anak bernama Mariska namun kebahagiaan mereka harus diuji saat Niar, mertua Shanum yang sangat benci padanya meminta Wira menikah lagi dengan Aura Sumargo, wanita pilihannya. Niar mau Wira menikah lagi karena ingin memiliki cucu laki-laki yang dapat meneruskan bisnis keluarga Wiguna. Saat itulah Shanum bertemu Rivat, pria yang membuatnya jatuh cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Serena Muna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Siapa Kamu?

Dua hari telah berlalu sejak kecelakaan itu. Wira masih terbaring tak sadarkan diri di ruang inap, dikelilingi berbagai alat medis. Shanum duduk setia di kursi samping ranjang, menggenggam erat tangan Wira yang terasa dingin. Wajahnya pucat pasi, matanya sembap karena kurang tidur dan terus-menerus menangis. Ia tidak peduli dengan rasa lelah atau lapar, satu-satunya yang ia inginkan adalah melihat Wira membuka mata.

Mariska, yang dipangku oleh pengasuhnya di kursi tidak jauh dari Shanum, terus menangis saat ini ketika melihat papanya masih tak sadarkan diri. Isakan pilu keluar dari bibir mungilnya, memecah kesunyian ruang tunggu. "Papa... Papa kapan bangun?" tanyanya berulang kali, suaranya parau.

Shanum menoleh, hatinya teriris melihat putrinya. "Sebentar lagi, sayang. Papa pasti akan bangun," bisiknya, mencoba meyakinkan Mariska dan juga dirinya sendiri.

Tiba-tiba, pintu ruang inap terbuka dengan keras. Niar masuk, diikuti oleh Sheila. Wajah Niar terlihat angkuh, sedikit pun tidak menunjukkan kesedihan, justru ada sorot kemenangan tersembunyi di matanya. Ia melirik Shanum dengan tatapan jijik.

"Kau! Apa yang kau lakukan di sini?!" bentak Niar, suaranya tajam. Ia langsung menuju ke arah Shanum. "Berani sekali kau masih di sini setelah semua yang kau sebabkan?! Ini semua gara-gara kau, wanita pembawa sial!"

Shanum mendongak, matanya penuh kepedihan. "Mama, Wira sedang sakit. Tolong jangan membuat keributan di sini."

"Keributan?" Niar tertawa sinis. "Kau yang membuat keributan dalam hidup anakku! Kau ini tidak tahu malu! Wira kecelakaan gara-gara kau!"

"Tidak, Ma! Ini tidak ada hubungannya dengan saya!" bantah Shanum, mencoba membela diri.

"Omong kosong!" Niar melangkah lebih dekat, tangannya terangkat. Ia memaki Shanum dengan kata-kata kasar. "Kau dengar, wanita rendahan?! Wira tidak membutuhkanmu lagi! Dia tidak membutuhkan parasit sepertimu di hidupnya!"

Kemudian, Niar menatap pengasuh Mariska. "Bawa anak itu pergi! Dan kau," Niar menunjuk Shanum dengan jari telunjuknya, matanya menyala-nyala. "Pergi dari sini! Aku tidak mau melihatmu di dekat putraku! Usir dia bersama Mariska dari ruang inap Wira!"

Sheila mengangguk setuju, melirik Shanum dengan cibiran. "Dengar kata Mama, Kak. Jangan keras kepala."

Hati Shanum mencelos. Air matanya kembali mengalir deras. Ia tidak ingin meninggalkan Wira, tidak dalam kondisi seperti ini. Namun, ia juga tidak ingin pertengkaran ini memperburuk kondisi Wira. Dengan berat hati, Shanum bangkit. Ia memeluk Mariska yang masih terisak, lalu menatap Wira yang tak bergeming.

"Wira... aku akan kembali," bisik Shanum pada Wira yang tak sadarkan diri. Ia kemudian berjalan keluar dari ruang inap itu, membawa serta Mariska yang terus menangis. Niar dan Sheila menyaksikan kepergian mereka dengan senyum puas.

****

Setelah diusir dari ruang inap Wira, Shanum dengan berat hati berjalan menyusuri lorong rumah sakit, menggandeng Mariska yang masih terisak. Pengasuh Mariska berjalan di belakang mereka, membawa tas kecil. Hati Shanum hancur, namun ia berusaha tegar demi putrinya.

Saat mereka melintasi area lobi, langkah Shanum terhenti. Dari pintu utama, seorang wanita elegan melangkah masuk. Ia mengenakan gaun mahal dan membawa sebuket bunga anggrek putih. Rambutnya ditata apik, dan wajahnya memancarkan aura percaya diri. Aura Sumargo.

Shanum sempat berpapasan dengan Aura, Mariska, dan pengasuh Mariska. Aura melirik sekilas ke arah Shanum, namun tidak ada tanda-tanda mengenali. Shanum tak tahu siapa Aura, namun ia bisa merasakan aura yang berbeda dari wanita itu, aura kemewahan dan pendidikan tinggi.

Tepat di belakang Aura, Niar muncul dari ruang tunggu, dengan senyum lebar yang kontras dengan wajah murka yang biasa Shanum lihat. Niar langsung menghampiri Aura dengan tangan terbuka.

"Aura, sayangku! Akhirnya kau datang juga!" seru Niar, suaranya dipenuhi kelegaan dan kebahagiaan. Niar memeluk Aura erat, lalu mencium pipinya bergantian. Niar menyambut Aura dengan sangat baik, jauh berbeda dengan cara ia menyambut Shanum.

"Bagaimana keadaan Wira, Tante Niar?" tanya Aura lembut, suaranya tenang dan penuh perhatian.

"Wira stabil, sayang. Tapi dia butuh dukungan. Mama sangat senang kau ada di sini," jawab Niar, mengusap lengan Aura dengan sayang. Ia melirik ke belakang Aura, dan senyumnya langsung memudar. Matanya menyalang tajam. Niar yang melihat Shanum belum pergi dari lorong, langsung mengalihkan perhatiannya dari Aura.

"Kau! Kenapa masih di sini?!" Niar menghardik keras, suaranya kembali melengking, penuh kemarahan. Ia menunjuk Shanum dengan jari telunjuknya. "Aku sudah bilang pergi! Pergi dari sini! Apa kau tuli?!"

Shanum terkesiap. Ia sempat terdiam, terpaku melihat interaksi Niar dan Aura. Ia baru saja akan melangkah pergi, namun hardikan Niar membuatnya terpaku.

Aura menoleh, matanya sedikit membesar melihat kemarahan Niar yang tiba-tiba ditujukan kepada Shanum. Ia melirik ke arah Shanum, ada kerutan di dahinya, seolah bertanya-tanya ada apa.

"Ma, ini rumah sakit. Tolong jaga suara Mama," ucap Shanum, mencoba menahan emosinya agar tidak membuat keributan di tempat umum. Mariska kembali meringkuk di balik kaki Shanum, ketakutan melihat Niar yang kembali marah.

"Tidak ada Mama-Mamaan denganku! Cepat pergi! Jangan sampai kau mengotori tempat ini dengan kehadiranmu!" bentak Niar lagi, tak peduli dengan pandangan orang-orang di sekitar yang mulai melirik. Ia tampak tidak ingin Shanum berada di sekitar Aura.

Shanum hanya bisa menunduk, menarik tangan Mariska, dan bergegas pergi, meninggalkan Aura yang masih terdiam, menyaksikan drama yang baru saja terjadi. Niar menatap kepergian Shanum dengan tatapan penuh kebencian, lalu kembali tersenyum manis pada Aura, seolah tidak terjadi apa-apa.

****

Satu minggu yang terasa seperti selamanya akhirnya berlalu. Di ruang inap VVIP yang tenang, jari-jemari Wira yang Shanum genggam perlahan bergerak. Kelopak matanya berkedut, lalu perlahan terbuka. Sebuah napas tertahan keluar dari bibir Shanum.

"Mas Wira... Sayang... Kamu sadar?" bisik Shanum, suaranya dipenuhi haru dan kelegaan yang luar biasa. Air mata langsung membanjiri pipinya.

Wira mengerjap, menatap sekeliling dengan pandangan kosong. Matanya berputar, menatap Shanum, lalu ke langit-langit, seolah mencoba memahami di mana ia berada. Namun, tidak ada ekspresi pengenalan di wajahnya.

"Siapa... siapa kalian?" tanya Wira, suaranya lemah dan serak. Ia menatap Shanum, lalu ke perawat yang ada di ruangan, dengan kerutan di dahinya. "Aku... aku tidak ingat."

Hati Shanum mencelos. Rasa bahagia yang baru saja ia rasakan seketika digantikan oleh kepedihan yang menusuk. Wira tidak mengenalinya.

Tepat pada saat itu, pintu terbuka dan Niar masuk, diikuti oleh Dokter Budi. Melihat Wira sudah siuman, Niar segera mendekat, senyum lebar terukir di wajahnya. Niar tentu saja bahagia karena Wira amnesia, entah karena bantuan Dokter Budi atau memang alamiah. Baginya, ini adalah keberuntungan yang tak terduga.

"Wira, sayangku! Syukurlah kau sadar!" seru Niar, meraih tangan Wira dan menciumnya. Ia melirik Shanum dengan tatapan mengejek.

Dokter Budi menghampiri Wira. "Bagaimana perasaan Anda, Bapak Wira?"

"Kepalaku pusing... Dan aku tidak ingat apa-apa," jawab Wira, menatap Dokter Budi dengan bingung. "Siapa wanita ini?" ia menunjuk Shanum.

Niar segera menyela, "Dia hanya... perawat, Nak. Tidak penting." Niar menatap Shanum dengan tajam, seolah memperingatkan agar tidak membuka mulut.

Shanum menatap Wira dengan putus asa, ingin sekali mengatakan yang sebenarnya, namun tatapan mengancam Niar membuatnya terdiam.

Niar sudah melepas cincin pernikahan Wira dengan Shanum saat Wira masih tak sadarkan diri, jadi Wira tak akan ingat bahwa ia sudah menikah.

"Dokter bilang kau harus istirahat total, Nak. Ingatanmu akan pulih perlahan," Niar menatap Wira dengan tatapan penuh sandiwara.

Wira hanya mengangguk pelan, terlihat bingung. Ia memejamkan mata, mencoba mengingat, namun otaknya terasa kosong.

Niar tersenyum tipis, sebuah senyum kemenangan yang tersamarkan. Rencananya berjalan sempurna. Dengan amnesia Wira dan cincin yang telah tiada, Shanum tidak akan memiliki tempat lagi di hidup Wira, atau di keluarga Wiguna.

1
Rohmi Yatun
dari awal cerita kok wira sama Bpk nya tu gk pinter jdi laki2.. heran aja🤔
Hatus
Shanum yang sabar ya.. terkadang mendapat suami baik ada aja ujiannya, apalagi jika ujian itu dari mertua 🥹
Hatus
Padahal, senang itu di puji🤭
Hatus
Romantisnya 🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!