Ziudith Clementine, seorang pelajar di sekolah internasional Lavante Internasional High School yang baru berusia 17 tahun meregang nyawa secara mengenaskan.
Bukan dibunuh, melainkan bunuh diri. Dia ditemukan tak bernyawa di dalam kamar asramanya.
Namun kisah Ziudith tak selesai sampai di sini.
Sebuah buku usang yang tak sengaja ditemukan Megan Alexa, teman satu kamar Ziudith berubah menjadi teror yang mengerikan dan mengungkap kenapa Ziudith memutuskan untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyelinap ke kamarmu
Tangisan Megan seakan tak berkesudahan. Dia sudah ada di dalam kamarnya. Tadi polisi datang untuk mengevakuasi jasad Marlina dan Helanda. Gadis pucat itu hanya bisa menangis ketika polisi meminta keterangan padanya tentang apa yang terjadi.
Sedangkan pengelola asrama juga sudah memberikan informasi yang dibutuhkan polisi melalui sudut pandangnya. Garis polisi dibentangkan melebar memenuhi area kejadian. Tidak seorangpun diperbolehkan berada di sana. Tidak ada yang menyalahkan Megan, tapi gadis itu selalu berada di tempat dimana para target The Book mengucapkan selamat tinggal pada dunia. Jelas itu adalah pukulan berat untuk seorang Megan. Selalu menyaksikan sendiri nyawa orang-orang pergi begitu saja. Kembali tangisan Megan terdengar. Kali ini dia sengaja meredam tangisannya dengan membekap mulutnya dengan bantal.
Pintu kamar terketuk. Megan tidak berniat untuk membuka. Dia sangat kacau saat ini. Tidak ingin menemui siapapun. Biarlah besok dia tidak sekolah, dia terlalu malas membahas kematian Marlina dan Helanda pada siapapun.
"Megan. Bisa tolong buka pintunya? Ini aku, Arkana."
Arkana? Kenapa lelaki itu bisa sampai di asrama putri? Cepat-cepat Megan bergerak dari ranjangnya dan membuka pintu yang tadi sengaja dia kunci.
"Ar.. Kamu..."
"Bicaranya di dalam saja. Tentu kau tidak ingin aku ditangkap principal karena menyelinap ke sini kan?" Desak Arkana yang langsung di berikan ruang untuk masuk ke kamar Megan.
"Kau gila! Kau melanggar peraturan sekolah, Ar! Jika sampai ketahuan, orang tuamu akan dipanggil principal. Kau pasti akan mendapat skorsing dan--"
"Tidak akan ada yang tahu jika kau tetap tenang dan tidak berisik Megan. Aku bisa menyelinap ke sini karena di luar keadaan sangat kacau. Banyak polisi tapi mereka tidak fokus terhadap keberadaan ku yang menaiki tangga darurat untuk bisa sampai ke sini. Butuh perjuangan besar agar aku bisa sampai di tempat mu, kau tahu! Harusnya kau mengapresiasi keberanian ku dengan lebih baik, Megan."
Bukannya menjawab. Megan malah menangis. Dia menekuk lututnya meringkuk di tempat tidur. Arkana merasa kasihan pada gadis itu. Dia mendekati Megan, lalu duduk di lantai.
"Ada aku di sini. Kau tidak sendirian, Megan." Arkana ingin memeluknya tapi dia tahu batasan. Dia tidak akan melakukan hal itu, tentu saja.
Mungkin harus diralat, 'lelaki tahu batasan' mana yang berani menyelinap masuk ke asrama putri? Itu namanya bukan lelaki tahu batasan tapi lebih kepada lelaki pemberani yang nekat menerobos semua batasan!
"Mereka tetap meninggal, meski aku sudah memperingatkan mereka Ar.. Apa semua yang kita lakukan hanya akan berakhir sia-sia?"
"Tidak ada yang sia-sia, Megan. Tugasmu hanya mengingatkan, mencegah semuanya terjadi, jika pada akhirnya mereka tetap meninggal.. Itu bukan lagi kuasamu. Takdir yang membawa mereka pergi dan tutup usia hari ini. Aku, kau, dan siapapun tidak tahu kapan kita akan meninggalkan dunia. Jadi, jangan terus meratapi apa yang terjadi. Semua itu sudah ditakdirkan, Megan."
"Kau benar, Ar.. Terimakasih. Aku sangat berterimakasih atas kedatangan mu ke sini. Kau tahu, aku tadi merasa sangat ketakutan dan sendirian... Aku--"
"Ada aku sekarang. Tidurlah. Aku akan menemanimu, menjagamu hingga kau bertemu taman bunga di dalam mimpimu. Berlarian bersama kupu-kupu warna-warni dan di kepalamu terdapat mahkota bunga yang cantik. Tidurlah Megan. Mimpikan semua yang indah, yang tidak bisa terlihat di sini.. Aku tidak akan pergi meninggalkan mu."
Megan terpaku. Bukan merasa tenang tapi malah hatinya mendesir sekarang. Bagaimana bisa laki-laki yang dia kenal baru beberapa minggu belakangan bisa terlampau peduli padanya seperti ini?
"Aku tidak bisa tidur, Ar. Bukan berpikir jika kau akan melakukan hal yang tidak-tidak padaku, tapi- Tunggu.. Kau menyelinap ke sini tanpa terekam kamera cctv kan? Kau akan membawaku dalam bencana besar jika sampai wajahmu tertangkap kamera sedang menyelinap ke sini, Ar!"
"Tidak usah pikirkan itu. Misalkan harus mendapat masalah, tentu saja aku akan mengatasinya sendiri. Aku tidak akan melibatkan namamu. Aku berjanji."
"Ucapan mu terlalu manis, Ar. Aku curiga kau memang sering melakukan hal ini untuk menarik simpati gadis-gadis Lavente."
Arkana terkekeh. "Kau adalah satu-satunya gadis yang dekat dengan ku selama aku bersekolah di sini, Megan. Dan kau salah besar tentang ku. Ini adalah kali pertama aku melakukan hal gila dengan pergi ke asrama putri. Tapi sudahlah.. Aku tidak menginginkan validasi dari siapapun supaya diriku terlihat wah di matamu. Jika kau sudah lebih baik, aku akan pergi sekarang."
Yang tadinya meringkuk, Megan langsung menegakkan tubuhnya. Dia larang Arkana pergi dari kamarnya dengan menarik tangan lelaki jangkung itu. "Apa lagi ini, Megan? Beristirahatlah.. Aku akan keluar dari kamarmu. Kau tentu tak ingin mendapat masalah karena ku terus berada di sini kan?"
"Jangan pergi dulu, Ar. Kau bisa menginap di sini? Aku akan memakai tempat tidur Ziudith jika kau--"
"Aku tidak akan tidur, Megan. Jadi kau tak perlu menggunakan ranjang Ziudith."
Keduanya tersenyum. Megan sendiri tidak bisa tidur sekarang. Memangnya orang gila mana yang masih bisa terlelap ketika di luar sana suasana masih sangat mencekam.
"Ar. Apa kau mau membaca halaman The Book selanjutnya?" Tanya Megan berbaring telentang. Arkana duduk di lantai membelakangi Megan. Tanpa menjawab, Arkana mengambil buku yang tergeletak di dekat bantal Megan. Dia membukanya.
'Di dunia ini banyak orang munafik. Memakai topeng untuk menutupi sifat aslinya. Bertahan hidup dengan menjadi bunglon. Tidak masalah, semua orang melakukan hal itu. Bahkan aku juga sering menjadi penjilat untuk bisa terhindar dari siksaan yang pasti akan aku terima jika berbicara terlalu jujur. Tidak mengerti maksudku ya? Begini.. Terkadang aku akan mengatakan jika make up yang dipakai teman sekelas ku sangat natural dan cocok untuk wajahnya. Padahal yang sebenarnya, dia terlihat seperti badut dengan riasan menor penuh warna di mukanya. Aku heran, sebenarnya untuk apa anak-anak kaya dan manja ini disekolahkan jika yang mereka butuhkan bukan ilmu tapi validasi agar orang-orang mengakui keunggulan mereka di antara orang lain. Ya, semua itu aku lakukan agar aku selamat dari tamparan atau pembullyan lain jika berkata jujur. Aku tentu tidak ingin mewarnai wajahku dengan warna merah bekas tamparan setiap hari.'
'Siang itu aku kembali melihatnya masuk ke dalam perpustakaan sekolah. Aku yang bekerja sambilan setelah pulang sekolah untuk menjaga dan membantu membersihkan perpustakaan besar itu tentu saja hafal dengan kebiasaan siswa rajin yang satu ini. Itulah yang aku dan mungkin semua orang pikirkan tentang siswa berkacamata murah senyum itu. Rajin! Karena sering mengunjungi perpustakaan.'
'Tapi yang orang-orang tidak tahu, ternyata siswa itu gemar berkunjung ke perpustakaan karena punya niat tersembunyi. Dia menyalurkan hobinya membaca buku dewasa dan menyembunyikan beberapa buku yang dia koleksi di antara rak-rak besar di dalam perpustakaan. Kesialan terjadi padaku siang itu, aku memergoki dirinya melakukan mastUrbasi sambil memegang alat reproduksinya sendiri. Sungguh sangat menjijikan!'
'Tentu saja aku tidak menegurnya. Aku pura-pura tidak melihat dan berlalu begitu saja. Membiarkan dia melakukan apapun terhadap dirinya sendiri. Namun abai ku ternyata dianggap kibaran bendera perang olehnya. Entah apa yang dia pikirkan tapi setelah hari itu, dia makin rajin mengunjungi perpustakaan. Aku jadi risih melihat kehadirannya karena sekarang dia terang-terangan memperlihatkan buku bacaannya di depan mataku. Ya, dia sengaja pamer bacaan meSum itu dengan menunjukkan sampul buku ketika membacanya. Dasar tidak waras!'
'Pagi hari setelah melakukan upacara bendera, principal melakukan peninjauan kelas. Tinjauan ini sering dilakukan setiap seminggu sekali. Memeriksa apa saja barang bawaan setiap siswa setelah libur akhir pekan. Ketika principal datang ke arahku, aku dengan percaya diri menaruh tas ku di meja. Membiarkan principal dan anggota organisasi sekolah memeriksa apa yang selalu aku bawa. Aku bisa sangat percaya diri karena di tasku tidak pernah ditemukan barang-barang lain selain buku dan alat tulis.'
'Namun pagi itu principal menemukan tiga buku dewasa dengan sampul tidak senonoh berada di dalam tas ku. Riuh umpatan dan caci maki langsung aku dengar untuk merutuki ku. Ini bukan punyaku! Aku berani bersumpah, aku tidak pernah memiliki itu semua. Tapi apa ada yang percaya? Tidak ada. Principal memberiku hukuman tiga hari skorsing. Diberhentikan dari pekerjaan yang selama ini membiayai ku selama bertahan di Lavente dan yang paling parah, namaku langsung menjadi trending topik sebagai seorang pElacur di sekolah. Tangisanku tidak berarti apapun, tapi.. Aku bisa melihat kilatan kegembiraan dari wajahnya. Dia bahkan tersenyum sambil menunjukkan jari tengahnya ke arahku. Semua ini perbuatannya! Aku benci sekali melihat kemunafikan yang dia miliki. Dia bahkan mengusap organ reproduksinya dan sengaja mempertontonkan aksinya itu sesaat ketika aku akan melewatinya untuk digiring keluar dari kelas.'
"Brengsek! Bajingan! Jangan selamatkan orang ini. Aku tidak rela orang seperti ini masih bertahan di dunia!" Arkana menghentikan kegiatan heningnya ketika membaca The Book.
Megan terkekeh. "Kau berubah pikiran?"
"Sial! Kenapa ada orang seperti ini, Megan? Bagaimana kalau kita biarkan saja orang itu mendapat balasan dari apa yang dia lakukan?"
"Apa kau sudah membaca sampai akhir?"
"Belum. Aku muak membaca kisah pecundang mEsum seperti ini. Biarkan dia mati. Kita skip saja dia. Lewati, dan selamatkan orang lain yang lebih bisa menghargai orang lain di buku ini!" Geram Arkana.
"Sayangnya, Ar. Semua yang ada di dalam buku itu memang orang-orang yang punya otak tapi tidak bisa mereka gunakan. Mereka tidak pernah menghargai orang lain... Apa lebih baik kita mengambil popcorn dan menonton pertunjukkan yang dibuat The Book saja?"
Kan Megan pemeran utamanya
tadinya kami menyanjung dan mengasihaninya Krn nasib tragis yg menimpanya
tapi sekarang kami membencinya karena dendam yg membabi-buta
dikira jadi saksi kejahatan itu mudah apa?
dipikir kalo kita mengadukan ke pihak berwajib juga akan bisa 'menolong' sang korban sebagaimana mestinya?
disangka kalo kita jadi saksi gak akan kena beban moral dari sonosini?
huhhhh dasar iblissss, emang udh tabiatnya berbuat sesaddddd lagi menyesadkannn😤😤😤
karna kmn pun kamu pergi, dia selalu mengikutimu
bae² kena royalti ntar🚴🏻♀️🚴🏻♀️🚴🏻♀️
Megan tidak pernah jahat kepada ziudith,tapi kenapa Megan selalu di buru oleh Ziudith???!
Apakah Megan bakal kecelakaan,smoga enggak ah.. Jangan sampe
mau diem, diteror terus.. mau nolong, ehh malah lebih horor lagi juga🤦🏻♀️