Elzhar Magika Wiratama adalah seorang dokter bedah kecantikan yang sempurna di mata banyak orang—tampan, disiplin, mapan, dan hidup dengan tenang tanpa drama. Ia terbiasa dengan kehidupan yang rapi dan terkendali.
Hingga suatu hari, ketenangannya porak-poranda oleh hadirnya Azela Kiara Putri—gadis sederhana yang ceria, tangguh, namun selalu saja membawa masalah ke mana pun ia pergi. Jauh dari tipe wanita idaman Elzhar, tapi entah kenapa pesonanya perlahan mengusik hati sang dokter.
Ketika sebuah konflik tak terduga memaksa mereka untuk terjerat dalam pernikahan kontrak, kehidupan Elzhar yang tadinya tenang berubah jadi penuh warna, tawa, sekaligus kekacauan.
Mampukah Elzhar mempertahankan prinsip dan dunianya yang rapi? Atau justru Azela, dengan segala kecerobohan dan ketulusannya, yang akan mengubah pandangan Elzhar tentang cinta?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biqy fitri S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi Pertama Berhasil
Setelah makan malam selesai, mereka semua bergeser ke ruang keluarga. Sofa panjang dengan bantal empuk menghadap televisi besar, menjadi tempat berkumpul selanjutnya. Azel duduk di samping Elzhar, sementara Bram dan Rossa duduk berhadapan, ditemani Monic dan Oma Sinta.
Sejak tadi, tatapan Bram tak pernah lepas dari Azel. Pandangannya terlalu jelas, membuat suasana jadi canggung. Azel sendiri merasa risih, ia berusaha menegakkan tubuhnya dan menyilangkan kaki, seolah ingin menutupi diri.
Rossa yang memperhatikan gelagat suaminya langsung merasa tidak nyaman. Dengan wajah tetap tersenyum, ia bangkit, lalu mengambil sebuah syal tipis dari rak hias di sudut ruangan.
“Azel, sini tante kasih syal ya. Rumah ini kadang dingin sekali kalau malam,” ucap Rossa sembari melilitkan syal itu ke bahu Azel.
Azel terkejut, tapi buru-buru tersenyum sopan. “Oh… terima kasih, tante. Padahal aku nggak merasa dingin.”
Rossa tersenyum tipis, matanya melirik sekilas ke arah Bram yang hanya berdehem kecil. “Anggap saja tante ingin kamu lebih nyaman.”
Elzhar hanya nyengir puas, dia tak menyangka azel berperan cukup bagus malam ini.
Azel mengangguk kecil, meski dalam hati ia masih gelisah dengan tatapan Bram yang tadi menusuk, juga sindiran halus Rossa.
Suasana ruang keluarga masih canggung. Televisi menyala, tapi tak ada yang benar-benar menonton. Azel duduk dengan rapi, berusaha menyembunyikan kegugupannya, sementara Elzhar tampak santai, seolah menikmati permainan ini.
Tante Monic membuka suara lebih dulu, dengan nada kepo yang menusuk.
“Jadi… Azel, kamu sama Elzhar ketemunya di mana? Aku heran aja, biasanya keponakanku ini susah banget dekat sama perempuan.”
Azel sempat melirik Elzhar, meminta kode. Elzhar hanya mengangkat alisnya, memberi isyarat biar Azel jawab.
“Hmm… kami ketemu di depan kafe. Waktu itu aku lagi ribut sama seseorang, terus Elzhar datang… yaa sejak itu kami jadi dekat.”
Monic tersenyum miring, jelas tak percaya. “Kebetulan banget ya? Kayak sinetron.”
Oma Sinta menimpali, menepuk lutut Azel lembut.
“Tidak masalah ketemu di mana, Monic. Yang penting cucuku ini akhirnya berani membawa seorang perempuan ke rumah. Itu sudah membuat Oma bahagia.”
Azel tersenyum kecil, merasa ada yang membelanya.
“Terima kasih, Oma. Aku juga senang bisa kenal keluarga Elzhar.”
Rossa, dengan ekspresi setengah dingin, ikut angkat bicara.
“Senang kenal itu baik, tapi untuk jadi bagian dari keluarga ini… banyak yang harus dipertimbangkan. Kamu tau kan, Zel?”
Azel menelan ludah. Sebelum ia sempat menjawab, Elzhar langsung merangkul bahunya dan berkata santai,
“ Ibu… tenang aja. Azel bukan tipe orang yang gampang goyah. Itu salah satu alasan kenapa aku suka sama dia.”
Semua terdiam sejenak. Azel menoleh, terkejut dengan ucapan Elzhar. Ia bisa melihat ketulusan samar di balik tatapan main-main pria itu.
Bram, yang sedari tadi diam, mendadak membuka suara.
“Hmm… asal dia bisa membuatmu bahagia, itu sudah cukup. Tapi, Elzhar, kau harus hati-hati memilih. Jangan sampai salah langkah.”
Ucapan itu seperti peringatan, tapi lebih ditujukan pada Azel yang hanya bisa menunduk.
Oma Sinta buru-buru memecah suasana.
“Sudahlah, jangan dibikin tegang begini. Ayo, siapa mau teh hangat? Azel, kamu suka teh atau kopi, sayang?”
“Teh aja, Oma,” jawab Azel pelan.
Rossa menghela napas panjang, lalu bangkit menuju dapur, sementara Monic masih menatap Azel dengan senyum penuh arti.
Setelah beberapa lama berbincang di ruang keluarga, Elzhar melirik jam tangannya. Malam sudah cukup larut, ia pun memutuskan untuk pamit.
“Oma, Ibu, Ayah, Tante… kami pamit dulu ya. Besok aku ada jadwal pagi di klinik.”
Ucap Elzhar sambil berdiri, masih merangkul bahu Azel.
Azel ikut bangkit, menunduk sopan.
“Terima kasih banyak sudah menerima saya malam ini. Maaf kalau ada kata-kata atau sikap saya yang kurang berkenan.”
Oma Sinta langsung menggenggam tangan Azel erat.
“Hati-hati di jalan ya, Sayang. Jangan sungkan mampir lagi, Oma senang sekali melihat Elzhar bawa kamu ke rumah.”
Senyum tipis muncul di bibir Azel, ada rasa hangat yang tulus.
“Terima kasih, Oma…”
Sementara itu, Rossa hanya menatap dingin, meski tetap menjaga wibawanya.
“Ya, hati-hati di jalan.” katanya singkat.
Monic mendengus kecil sambil berujar,
“Semoga betah ya dekat sama keluarga besar ini…” dengan nada menyindir, membuat Azel hanya bisa tersenyum canggung.
Bram sekadar berdehem, memberi anggukan sopan.
Elzhar lalu menggenggam tangan Azel dan menuntunnya keluar. Saat berjalan menuju mobil, ia sempat menoleh ke dalam rumah—melihat tatapan ibunya yang masih penuh tanda tanya.
Begitu pintu mobil tertutup, Azel langsung menghela napas panjang.
“Gila, L… jantung gue hampir copot di dalam tadi.”
Elzhar terkekeh, menyalakan mesin mobil.
“Tapi lo hebat, Zel. Tadi lo bener-bener nunjukin peran lo dengan sempurna.”
Azel melipat tangan di dada, pura-pura cemberut.
“Hmm… tapi lo harus inget janji lo. Gue bantu lo, lo juga harus bikin gue berubah kayak yang lo bilang.”
Elzhar meliriknya sekilas, lalu tersenyum penuh arti.
“Deal. Mulai besok, lo bakal jadi versi terbaik dari Azel.”
Mobil melaju meninggalkan rumah megah keluarga Wiratama, meninggalkan pula banyak tatapan penuh tanda tanya di balik jendela.