Gwen, seorang pembunuh bayaran kelas kakap, meregang nyawa di tangan sahabatnya sendiri. Takdir membawanya bertransmigrasi ke tubuh Melody, seorang istri yang dipandang rendah dan lemah oleh keluarga suaminya. Parahnya, Melody bukan meninggal biasa, melainkan korban pembunuhan di tangan salah satu anggota keluarga.
Bersemayam dalam tubuh barunya, Gwen bersumpah akan membalas semua derita Melody dan membuat suaminya tunduk padanya. Saat ia mulai menelusuri kebenaran di kediaman utama keluarga suaminya, satu per satu rahasia mengejutkan terbongkar. Dendam juga menyeret sahabat lamanya yang telah mengkhianati dirinya.
Ketika semua pembalasan tuntas, Gwen menemukan kebenaran yang mengguncang tentang suaminya. Marah, namun pada akhirnya ia harus mengakui, cinta telah mengalahkannya. Merasa suaminya tak mencintainya, Gwen memilih ingin menyerah, akankah dia benar-benar melepaskan segalanya? Apakah ia akan berakhir bahagia?
Penasaran?! Yuk baca👆👆
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queen_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melody si Maniak Pria Tampan
...Selamat Membaca...
.......
.......
Melody memperhatikan cctv dimana saat pemilik tubuh terjatuh. Namun setelah berulang kali ia memutarnya, tidak ada bagian yang memperlihatkan bagian itu. "Sial! CCTV ini di sabotase." Melody meletakkan laptop dengan kesal. "Bagaimana bisa cctv mati hanya saat bagian itu. Apa jangan-jangan pelaku tidak sendiri? Anak-anak bilang Daniella sempat datang ke sini. Kata pelayan di sini, Bella juga sempat datang ke sini. Apa mereka berdua bekerja sama?"
Melody bangkit dari kasurnya, menutup laptop dan memutuskan untuk ke bawah. Karena kebetulan mama Audrey membawa si kembar pergi, kondisi kediaman pun menjadi sepi.
Melody berhenti menatap lantai dimana pemilik tubuh terjatuh. Matanya menyipit mencari-cari sesuatu yang bisa dijadikan bukti atau petunjuk. Kakinya melangkah menyusuri sekitar tangga. "Tidak mungkin jika pelaku tak meninggalkan jejak sedikit pun. Paling tidak dia pasti melakukan sedikit kesalahan saat itu."
"Nyonya."
Melody terkejut. "Astaga!" Di belakangnya seorang pelayan tengah berdiri sambil menatap bingung ke arahnya.
"Nyonya sedang mencari apa? Ada yang bisa saya bantu?"
Melody tersenyum kikuk. "Ah begini, di hari saya terjatuh, apakah kalian menemukan sesuatu? Semacam benda atau jejak misalnya?"
"Sebentar nyonya, sepertinya ada." Pelayan itu terlihat merogoh saku bajunya. "Ini nyonya."
Melody menatap sebuah berlian kecil di tangan pelayan itu. Ia mengambilnya dan mengamatinya dengan teliti. "Dimana kau menemukannya?"
"Tidak jauh dari tubuh nyonya," jawab pelayan itu. "Sejak kemarin saya ingin memberikannya, tapi saya takut nyonya."
Melody mengangguk, "Terima kasih." Ini bisa jadi petunjuk besar.
"Sama-sama nyonya, saya permisi."
Melody menatap punggung pelayan itu. Kemudian kembali menatap berlian di tangannya. "Berlian ini pasti tak sengaja terjatuh." Melody memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Ia menyimpan berlian itu ke dalam laci.
Tepat di waktu yang bersamaan, ponselnya berbunyi. 'Suamiku', Itulah yang tertera di layarnya. Seketika wajah Melody berlagak akan muntah, "Siwimiku, apa-apaan ini. Menggelikan sekali," gumamnya. Dengan terpaksa Melody mengangkat panggilan tersebut.
"Ada apa?"
"Apa begitu caramu menjawab ketika suamimu menghubungi?"
Melody mengerutkan keningnya. Cukup heran dengan reaksi Damian. Ada apa dengannya? Apa kepalanya terbentur sesuatu?
"Baiklah, ada apa suamiku?" ulang Melody malas.
"Antarkan dokumen di atas meja kerjaku. Sekarang."
Tut
Panggilan terputus. Melody menatap ponsel ditangannya dengan cengo. "Sial! Apa-apaan dia? Hanya ingin mengatakan itu?! Cih! Menyebalkan! Dasar suami batu!"
Melody bersiap-siap untuk menuju perusahaan Damian. Ia memakai pakaian formal bewarna hitam dengan rambut yang dibiarkan terurai. Kemudian keluar dari kamar menuju ruang kerja suaminya. Melody menatap beberapa berkas di atas meja. Kemudian mengambil satu berkas yang diinginkan Damian. Tapi sebelum pergi satu benda berhasil menarik atensinya. "Apa ini?"
Melody memperhatikan sebuah foto usang yang berada di atas meja. "Siapa ini?"
Gambar yang sudah buram ditambah sedikit rusak, membuat Melody tak dapat melihat siapa yang ada di foto itu. Yang terlihat hanyalah bagian tubuhnya dimana ada dua orang anak kecil yang tengah duduk bersama. Melody mengedikkan bahunya tidak peduli. "Tidak penting. Lebih baik aku segera pergi dari pada manusia batu itu kembali menghubungi."
Melody keluar dari sana dan langsung menuju ke bawah. Memanggil supir untuk mengantarkannya ke perusahaan Damian.
.......
.......
Damian tertawa kecil menatap ponselnya. Reaksi Melody tadi tanpa sadar membuatnya tersenyum. Bahkan ia tidak sadar jika disana ada Matthew yang menatapnya heran.
"Apa sekarang kau menjadi gila Damian?"
Damian menoleh, mendapati Matthew yang berdiri di depan mejanya dengan beberapa berkas di tangannya. "Ada apa?"
"Dari pada kau tertawa terus, lebih baik selesaikan berkas-berkas ini sekarang."
Damian menatap berkas yang diletakkan oleh Matthew. Tumpukan berkas yang membuatnya menghela nafas. "Kau sudah melakukan apa yang aku perintahkan?"
"Sudah. Mereka memutuskan untuk menikah secepatnya."
Damian mengangguk. "Bagaimana dengan kecelakaan Melody?"
"Saat kejadian, semua pelayan ditemukan tergeletak tak sadarkan diri. Setelah diperiksa, mereka semua telah dibius dengan obat tidur. Informasi lainnya, Daniella dan Bella sempat datang ke kediaman mu saat itu."
Damian menatap Matthew, "Petunjuk lain?"
"Ini."
Damian mengambil plastik kecil berisikan beberapa helai rambut di sana.
"Tapi rambut itu belum dikonfirmasi milik siapapun."
"Yang lain?" tanya Damian.
"Aku belum menemukan apapun lagi."
"Baiklah, terima–"
Brak
"Pagi suamiku~"
Keduanya menoleh pada sang pelaku. Disana, Melody berdiri dengan senyum sumringah.
"Oh waw, siapa pria tampan ini?" Mata Melody tampak berbinar menatap Matthew. "Siapa namamu tampan?"
Damian menggeleng pelan. Istrinya bertingkah lagi. Sementara Matthew tersenyum kikuk seakan tak menyangka dengan sikap Melody.
"Melody, kau tak mengenalku?"
Melody menggeleng, "Aku amnesia. Jadi siapa namamu?" tanya Melody mengedipkan matanya.
"Namaku Matthew." Matthew tersenyum. Menurutnya sikap Melody yang seperti ini cukup asik.
Melody menyambut uluran tangan itu dengan semangat. "Mau jadi kekasihku?"
"Boleh saja, asal suamimu mengizinkan," balas Matthew mengedipkan matanya.
Melody mengangguk semangat. Ia menghampiri Damian yang menatapnya dingin. "Suamiku~ Aku meminta izin untuk memiliki kekasih ya?"
"HAHAHAHA"
Matthew tertawa terpingkal-pingkal. "Melody, kau lucu sekali.. hahaha... aku tak menyangka kau akan meminta izin pada Damian."
"Tentu saja tampan. Agar kita bisa melakukannya terang-terangan."
"Ehem."
Matthew menghentikan tawanya. Melihat Damian yang menatapnya tajam.
"Keluar."
Matthew mengangguk kaku. Ia terburu-buru keluar dari sana meninggalkan Melody dan Damian di ruangan itu.
"Kenapa malah menyuruhnya keluar? Aku ingin berkenalan lebih jauh dengannya, kau ini payah sekali." Melody melipat tangannya di dada, menatap malas pada Damian. "Sudahlah, lebih aku pergi jalan-jalan dan mencari pria tampan di luar. Tataaa~ suamii..."
"Berani kau melangkah keluar, akan ku pastikan twins memiliki adik secepatnya."
Dan ya, benar saja. Melody menghentikan langkahnya. Nyonya Damian iru berbalik menatapnya dengan garang.
"Temani aku di sini," titah Damian santai.
"What?! Menemanimu? Big no! Itu membosankan Damian. Aku bisa mati kebosanan!" protes Melody. Ia melangkah menghampiri Damian. Memeluk suaminya itu dari belakang. "Damian~ayolah. Aku tak akan macam-macam. Hanya satu macam," rengek Melody manja. Kepalanya ia letakkan di bahu Damian. "Izinkan aku pergi ya."
"Tidak!"
"Iya!"
"Ti.dak!"
Melody menghela nafas, "Gagal sudah misi ku mencari pria tampan," gumamnya.
Damian meletakkan penanya. Ucapan Melody barusan ntah mengapa membuat hatinya sedikit panas. Seakan itu memancing kobaran api di dalam hatinya.
"Kau punya teman tampan lainnya tidak? Aku ingin berkenalan dengan mereka."
"Untuk apa?" tanya Damian. Apa sekarang dia menjadi maniak pria tampan?
"Untuk dijadikan kekasihku."
.......
.......
"Ingat! Jangan sampai gagal. Kalian harus berhasil!"
"Dimengerti tuan!"
"Culik dia dan bawa di ke hadapan kami!" titah sang wanita tegas. "Jangan sampai kalian gagal!"
"siap nyonya."
Wanita dan pria itu menatap beberapa pria bawahan mereka yang pergi. Harapan keduanya sangat besar untuk rencana kali ini.
"Kau yakin mereka akan berhasil?"
Pria itu mengangguk. "Kemungkinan besar iya. Jika kali ini Damian tidak ikut campur, rencana kita akan berhasil. Tapi jika sebaliknya, maka seratus persen rencana kita akan gagal total."
"Kita harus berhasil. Siapapun tidak boleh menghalangi kita."
.......
.......