tidak mudah bagi seorang gadis desa seperti Gemi, untuk menjadi seorang prajurit perempuan elit di kerajaan, tapi yang paling sulit adalah mempertahankan apa yang telah dia dapatkan dengan cara berdarah-darah, intrik, politik, kekuasaan mewarnai kehidupannya, bagaimana seorang Gemi bertahan dalam mencapai sebuah kemuliaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mbak lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Draft
Aku sudah mengganti baju kakak itu, semalam kakak itu belum juga sadar, Kak Buat juga membantu menyalurkan tenaga dalamnya, dan hampir semalam kami meungguinya bergantian tapi belum ada tanda-tanda kebaikan, malam hari nafas kakak itu tersenggal-senggal dan tanpa banyak berpikir kak Buat segera kembali menyalurkan tenaga dalamnya, setelah selesai dengan bantuan kak Buat aku kembali mengusap lembut area yang terluka sambil memberikan obat ramuan, pagi harinya sebuah tangan halus menyentuh tanganku.
" haus ... " katanya lemah
"kak, gadis itu sudah siuman " kataku sambil menepuk punggung kak Buat yang tertidur duduk bertumpu pada tanganya,
" haus " katanya begitu lemah
" Berikan minuman, sedikit saja pelan-pelan jangan sampai tersedak " kata kak Buat
aku memberikan gadis itu minum dengan pelan sekali, kemudian menidurkanya kembali, nefasnya turun naik lebih baik daripada semalam.
" aku dimana ?" tanyanya
" kita dirumah kakek Tanjar, di pesisir Prenduan , " kata kak Buat menyahuti gadis itu tersenyum tidak punya tenaga untuk menyahut.
setelah gadis itu benar-benar sadar, diketahui bahwa gadis itu adalah salah satu pasukan kerajaan dari pasukan Penguning, dan terluka oleh kesaktian salah satu pendekar terkenal di wilayah Madura juga, Ki Sapoteh adalah pemilik padepokan ilmu hitam di daerah Camplong yang cukup terkenal.
nama gadis cantik itu adalah Sayu Dewi, seperti namanya kak Sayu memiliki wajah cantik dengan mata yang indah,
" tanangkan dirimu disini, walaupun perguruan kami bukan perguruan besar, kami tidak pernah takut kepada Sapoteh dan antek-anteknya" kata kakek Tanjar setelah mengetahui asal usul gadis itu.
" Gemi, bantulah kakakmu Buat merawatnya, kau dalam tugas ini " kata kakek, aku mengngguk mengiyakan
beberapa hari aku membantu kak Buat merawat kak Ayu, dan itu membuatku semakin suka untuk berdekatan dengan kak Buat, darinya aku mempelajari tentang pengobatan dan cara penanganan, aku bisa membaca dan menulis tapi aku tidak punya media untuk menuliskan apa yang aku pelajari, sedangkan untuk menghafal sekian banyak obat dan takaran membuatku menjadi bingung, kak Buat mengikuti paman Gentara selama bertahun, tidak heran kalau kak Buat sudah cukup pintar, tapi aku tidak mau kalah pintar dengan kak Buat, aku mulai menyalin ramuan obat ke dalam tulisan dari daun pacar yang ku stempelkan di lembaran-lembaran dari bambu yang diraut tipis, bambu di tempat ini lumayan melimpah.
Selama beberapa hari kakak cantik terbaring, aku membantu Kak Buat merawatnya, semua kulakukan sesuai instruksi.
" Apa yang kau pelajari selama merawat gadis itu beberapa hari " Tanya kakek Tanjar.
" luka kak Ayu adalah luka dalam, beberapa ilmu mampu membuat luka seperti ini yang tidak tampak dari luar tapi menggerogoti organ tubuh kita, pengobatan untuk ini adalah ketika luka belum menyebar ke dalam adalah daun dan akar bidara, pucuk Naga darah sebanyak tujuh lembar dan kulit kerang merah, untuk pengobatan luar adalah ... dan ilmu tenaga dalam untuk mencegah penyebaran luka" kataku mantab setelah beberapa hari ini aku mempelajarinya.
" ketika kamu mengobati sendirian, bagaimana kau akan menyalurkan tenaga dalam ?" Tanya kakek Tanjar
" kan ada kakek " sahutku spontan
dan jawabanku tidak memuaskan, langsung saja kepalaku dikeplak dengan tangan kakek yang besar dan kasar,
" Kau tidak bisa mengandalkan orang lain, gadis Bodoh, ketika kau mau memulai ini, berarti kau harus bisa semuanya, aku melihatmu menyukai pengobatan maka tekuni saja kalau kau suka " aku mengangguk
" kakek akan mengajariku tentang ilmu tenaga dalam ?" kataku sambil berusaha bersikap manja
" bukan padaku, tapi padanya ?" kata kakek sambil menunjuk kepada Kak Buat, pemuda itu tampak gugup.
Dalam waktu seminggu kak Ayu sudah bisa bangun dari pembaringan,
" Terimakasih kau selalu merawatku, ayo gadis kecil aku ingin berjalan-jalan di sekitar sini, tubuhku terasa kaku setelah sekian lama berbaring " kata kak Ayu
" kakak mau kemana " tanyaku
" Apakah ada sungai di sekitar sini " aku mengangguk
" ayo kita kesana, ada sungai kecil disana " kataku sambil tersenyum, mungkin kak Ayu ingin membasuh mukanya, dan kadang kami para perempuan tidak bisa lepas dari air begitu saja.
aku berjalan di depan dan menjaga kecepatan berjalanku, agar kak Ayu lebih mudah mengikutiku, kami sampai di sebuah sungai kecil, kak Ayu duduk di sebuah batu, kakinya menyentuh air,
" Kau berjalanlah ke arah itu dengan memijak batu jangan sampai basah " kak Ayu memerintah, tentu saja perintahnya aneh tapi aku mencoba menurutinya.
aku mulai berjingkat dan berpijak pada bebatuan, tidak semudah yang kupikirkan, beberapa kali batu itu oleng, licin atau tidak kokoh, pada akhirnya aku tergelincir, kami saling memandang.
" ulang dari sini " aku mengangguk
pada awalnya permainan ini cukup seru, tapi setelah beberapa kali mencoba dan bajuku menjadi basah kuyup dan capek,aku mulai merasa malas
" aku melakukanya mulai umur tujuh tahun tanpa berhenti " kata kak Ayu,
" untuk apa kak?" tanyaku tidak paham
" itu akan melatih otot kakimu dan kegesitan badan, antisipasi keadaan " aku mulai mengerti ke arah mana latihan ini dilakukan,
" Baik kak aku akan melakukanya setiap hari mulai hari ini , kakak bimbing aku ya kak Ayu " kak Ayu mengangguk
" panggil aku guru " kata kak Ayu dengan mengerling,
" Baik guru " kataku kegirangan
pada hari-hari berikutnya aku sudah jarang kelaut, aku lebih senang berkeliaran mencari bahan obat bersama Kak Buat dan mengumpulkanya, menjemurnya dan menjadikan pil-pil kering, atau berlatih ketangkasan bersama kak Ayu, aku begitu sibuk, Paman Dadung putra kedua kakek yang adalah pendekar padepokan juga ikut-ikutan melatihku, walaupun jarang, kadang-kadang dengan tiba-tiba paman Dadung akan menghajarku dan mengajariku cara menangkis dengan benar juga memukul orang dengan baik, aku yakin kakak tidak bisa lagi membuliku setelah ini, andai saja ada yang mengajariku sejak awal, pasti Lakso tidak dibawa orang dengan tanpa jejak sampai sekarang, ahhh aku berdoa semoga temanku itu selamat.
Selama setahun rutinitas itu kulakukan, pada suatu hari paman ketiga datang dan pulang membawa kak Buat pergi bersamanya,
" kalau kau tidak tahu, carilah guru jangan bermain dengan nyawa, apa kau mengerti ?" pesan kak Buat kepadaku sebelum pergi,
" ketika aku merasa bahwa tidak ada jalan lain dan hanya ada dua pilihan antara mencoba atau tidak sama sekali, apa yang harus kulakukan ?" tanyaku
" tentu saja mencoba, kau semakin pandai saja " kata kak Buat memuji, aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal,
" hei gadis tengil, kau jangan sembarangan menikah, hanya pemuda penyabar yang sanggup bersamamu " kata kak Buat, aku mengekerutkan kedua alisku.
" Apa kak Buat dan kak Ayu akan menikah? " tanyaku, melihat mereka berdua cukup akrab, tiba-tiba hidungku di pencet dengan keras, aku mengaduh
" Kau tau apa, dasar bocah " aku melihat wajah kak Buat malu tanpa menjawab pertanyaankkk