"Jika ada kesempatan kedua, maka aku akan mencintai mu dengan sepenuh hatiku." Kezia Laurenza Hermansyah.
"Jika aku punya kesempatan kedua, aku akan melepaskan dirimu, Zia. Aku akan membebaskan dirimu dari belengu cinta yang ku buat." Yunanda Masahi Leir.
Zia. Cintanya di tolak oleh pria yang dia sukai. Malam penolakan itu, dia malah melakukan kesalahan yang fatal bersama pria cacat yang duduk di atas kursi roda. Malangnya, kesalahan itu membuat Zia terjebak bersama pria yang tidak dia sukai. Sampai-sampai, dia harus melahirkan anak si pria gara-gara kesalahan satu malam tersebut.
Lalu, kesempatan kedua itu datang. Bagaimana akhirnya? Apakah kisah Zia akan berubah? Akankah kesalahan yang sama Zia lakukan? Atau malah sebaliknya.
Yuk! Ikuti kisah Zia di sini. Di I Love You my husband. Masih banyak kejutan yang akan terjadi dengan kehidupan Zia. Sayang jika dilewatkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#9
Wajah yang biasanya sangat tenang, seperti air yang berada dalam wadah di atas batu, itu kini berubah. Deswa yang melihat perubahan itu dibuat sedikit cemas. Maklum, sejak kecelakaan yang menimpa Yunan bertahun-tahun yang lalu, pria itu berubah seratus delapan puluh drajat.
Dia yang biasanya ceria, langsung kehilangan segala ekspresi wajah yang pernah dimilikinya. Lalu sekarang, ketenangan dari wajah itu tiba-tiba berubah. Wajar jika Deswa merasa agak cemas.
"Tuan muda."
"Katakan padanya, aku sedang sibuk. Ya, katakan padanya, aku sibuk dan tidak ingin di ganggu. Jadi ... jadi, ya katakan saja."
"Baik, Pak. Akan saya sampaikan seperti yang bapak katakan," ucap si karyawan.
"Ah, tidak! Tunggu!" Yunan berucap cepat.
"Ya, Pak."
"Itu, anu, katakan, katakan, aku .... "
"Yunan." Suara lembut Zia langsung terdengar. Seketika, jantung Yunan seolah langsung berhenti berdetak.
Bibir pria tersebut langsung bergetar. Dia ingin membalas panggilan itu, tapi bibirnya terasa sangat berat. Yunan ingin menggapainya. Ingin bertemu dengannya, tapi ingatan masa lalu malah datang secepat hembusan angin yang menyapa. Hati itu mendadak merasa was-was.
Dengan tangan yang sedikit gemetaran, Yunan malah memilih untuk menghindar. Dia tutup panggilan itu tanpa mengucap sepatah kata sebagai penutup. Sedang Deswa, matanya semakin menatap Yunan dengan tatapan penuh selidik karena rasa penasaran yang sedang menyerang hati.
"Tuan muda."
"Des, a-- aku .... "
"Iya, tuan muda."
"Tidak ada. Bantu aku keluar sekarang juga."
"Keluar?"
"Ya. Dorong aku dengan cepat."
"Ah, iya. Baik, tuan muda."
Meski bingung, tapi Deswa tetap melakukan apa yang Yunan katakan. Dia dorong kursi roda Yunan dengan cepat.
Jantung Yunan semakin berdetak dengan cepat. Dia masih tidak bisa bertatap muka secara langsung dengan Zia. Tapi hatinya tidak bisa untuk dia abaikan. Hati itu ingin bertemu dengan sang pujaan hati walau hanya melihat dari kejauhan saja.
"Berhenti, Deswa!"
"Baik, tuan muda."
"Lepaskan! Aku akan bergerak sendiri."
"Tapi, tuan muda mau ke mana?"
"Kamu tidak perlu tahu. Aku akan pergi ke mana aku mau. Jangan banyak tanya. Kembalilah bekerja!"
Deswa dibuat cukup bingung akan ulah tuan mudanya ini. Sejak kemarin malam, hingga hari ini, tuan mudanya terus bertingkah aneh. Bersikap sangat jauh berbeda dari yang biasanya.
Sementara Deswa masih sibuk dengan apa yang sedang dia pikirkan, Yunan malah sudah bergerak secara perlahan. Dia akan melihat Zia dari jarak jauh.
Di sisi lain, Zia masih berbicara dengan pelayan itu. "Maaf, mbak. Sepertinya, pak Yunan memang sedang sangat sibuk. Mbak ingin membuat janji sekarang?"
"Janji .... Iya, baiklah. Aku akan bikin janji. Tolong, bantu aku, mbak."
'Baiklah, Yunan. Kamu tidak ingin bertemu dengan ku sekarang. Gak papa. Aku akan mundur. Tapi, aku tidak akan pernah menyerah. Hari ini aku gagal bertemu, besok aku akan datang lagi.' Zia bicara dalam hati.
Sementara itu, Yunan yang sedang menjalankan kursi rodanya sendiri sudah beranjak cukup jauh. Deswa yang baru menyadari kepergian tuan mudanya, malah langsung berteriak tanpa pikir panjang.
"Tuan muda! Tunggu!"
Sontak, teriakan Deswa yang lantang memenuhi ruangan kantor. Seketika, mereka berdua pun menjadi pusat perhatian. Karena suara Deswa barusan juga sampai ke telinga Zia, gadis itupun ikut menoleh.
Sontak, pandangan mata Zia langsung tertuju ke arah asal suara yang di mana saat dia menoleh, matanya langsung melihat Yunanda di sana. Yunan yang terkejut, semakin membulatkan mata ketika melihat Zia yang sudah menatapnya dari kejauhan.
"Yunan."
"Astaga." Yunan bergumam.
"Tuan muda," ucap Deswa sambil engos-engosan.
"Deswa. Bawa aku kembali. Cepat! Ke ruangan ku sekarang juga."
"Apa? Tuan muda."
"Deswa lakukan!"
"Ah, iya. Ba-- baiklah."
Namun, gerakan Deswa kalah cepat dari Zia. Pertemuan itupun akhirnya tak bisa dielakkan lagi.
"Yunan. Tunggu!"
"Yunanda. Tunggu!"
"Tuan muda. Siapa yang begitu berani memanggil anda dengan sebutan nama tanpa embel-embel lagi?"
"Jangan banyak bicara. Aku tidak suka. Cepatlah!"
"Yunanda Masahi Leir." Panggilan dengan nama lengkap itu datang bersama dengan orangnya sekalian. Sekarang, Yunan benar-benar sudah sangat terlambat untuk menghindar.
"Mbak. Anda siapa? Kenapa begitu lancang memanggil nama tuan muda begitu saja? Anda-- "
"Diamlah, Deswa!" Yunan memotong ucapan Deswa dengan cepat.
Setelahnya, pandangan mata dia alihkan ke arah Zia yang kini sudah ada di depannya.
"Maaf, anda siapa?"
Saat pertanyaan itu masuk ke telinga Zia, saat itu pulalah Zia baru sadar akan posisi dirinya saat ini. Dia pun langsung diserang oleh perasaan bingung.
"A-- aku ... aku ... mm ... aku, Zia."
"Zia? Siapa? Aku tidak merasa kenal kamu sebelumnya? Kenapa kamu tiba-tiba datang memanggil namaku?"
"It-- itu .... "
'Ya Tuhan, aku harus jelaskan bagaimana? Gak mungkinkan kalau aku bilang, aku tadi malam bermimpi bertemu dengan dia. Lalu aku mencarinya sekarang. Kelihatan banget aku adalah orang bego yang percaya pada mimpi. Lagian, mana ada orang yang datang langsung untuk bertemu hanya karena bermimpi saat tidur. Aish. Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tolonglah aku, Tuhan.'
"Nona."
"Ah, iy-- iya. Tu-- tuan muda. Anu, pak. Sa-- saya ... ah, sebenarnya, saya datang buat melamar pekerjaan di perusahaan bapak. Saya ingin bertemu dengan pak Yunan supaya saya bisa langsung di terima bekerja di sini."
Alasan yang cukup memalukan. Zia langsung mengetuk jidatnya pelan setelah menoleh ke samping. Senyum terpaksa tak lupa ia perlihatkan. "He .... "
Yunan terus memperhatikan wajahnya.
"Kamu? Datang buat melamar pekerjaan. Agar bisa langsung di terima, kamu ingin bertemu dengan aku?"
"Iy-- iya, pak. Itu benar. Sangat benar sekali."
"Kenapa kamu berpikir aku akan langsung menerima kamu setelah kita bertemu? Apa kamu berpikir, aku ini pria mata keranjang yang akan langsung tertarik pada wanita? Terus, kamu pikir, perusahaan ku akan langsung menerima karyawan secara acak hanya dengan mengandalkan wajah?"
"Ah, tidak. Bukan begitu, pak Yunan. Anu, ha iya. Aku, aku melihat berita, tidak, bukan berita. Itu .... "
Zia menggantungkan ucapannya. Sekarang, dia terlihat sangat konyol. Gara-gara ingin segera bertemu Yunan, dia lupa mengatur segalanya. Dia malah langsung datang tanpa perencaan terlebih dahulu.
'Tuhan, apa yang harus aku katakan? Aku harus bicara apa? Yunan. Jika bisa memilih, aku lebih bahagia jika kita bisa mengulang kesalahan di kehidupan yang sama. Bukan maksudku bahagia karena kesalahan, tapi karena aku dipertemukan dengan mu tanpa aku harus bersusah payah seperti ini. Aku bisa dicintai oleh mu adalah hal yang paling bahagia bagiku sekarang.'
Zia menatap Yunan dengan mata lekat. Yunan merasa sedikit tersentuh. Maklum, dia sangat mencintai wanita ini di kehidupan yang lalu. Dan, cinta itu masih bertahta dengan sangat indahnya di dalam hati Yunan.