NovelToon NovelToon
Isekai To Zombie Game?!

Isekai To Zombie Game?!

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Zombie / Fantasi Isekai / Game
Popularitas:539
Nilai: 5
Nama Author: Jaehan

Mirai adalah ID game Rea yang seorang budak korporat perusahaan. Di tengah stress akan pekerjaan, bermain game merupakan hiburan termurah. Semua game ia jajal, dan menyukai jenis MMORPG. Khayalannya adalah bisa isekai ke dunia game yang fantastis. Tapi sayangnya, dari sekian deret game menakjubkan di ponselnya, ia justru terpanggil ke game yang jauh dari harapannya.
Jatuh dalam dunia yang runtuh, kacau dan penuh zombie. Apocalypse. Game misterius yang menuntun bertemu cinta, pengkhianatan dan menjadi saksi atas hilangnya naruni manusia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jaehan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Deep Talk

Part 11

"Belum tentu juga, sih."

"Iya. Mungkin mereka lagi sembunyi di suatu tempat."

Pada kenyataannya, setelah mereka bersama selama tiga hari, tak ada tanda-tanda manusia lainnya. Selama itu pula mereka berjalan, mengendap, dan beringsut ke arah timur tempat jalan keluar dari kota menuju kota berikutnya yang letaknya berlawanan dengan arah apartemen Vincent. Maka dari itu perjalanan mereka tidak banyak mengalami hambatan.

Bila malam tiba, mereka akan mencari tempat seperti bangunan kosong, bila menemukan market atau toko kelontong pun tak lupa untuk berkunjung demi perbekalan.

Malam ini mereka berada di toko pakaian dalam. Kebetulan Mirai membutuhkan dalaman baru. Sejak datang ke dunia ini, ia sama sekali tidak mandi. Terpaksa ia menutupi bau keringatnya dengan parfum yang diambil dari toko parfum.

Setiap rumah yang didatangi kebanyakan ada zombienya. Untuk keperluan BAK dan BAB saja dilakukan seperti peserta kemah di gunung. Natural. Menyatu dengan alam. Intinya ya gali lubang tutup lagi. Itu yang diajarkan Nero padanya yang bukan anak pecinta alam. Awalnya risih tapi dalam kondisi terjepit ternyata jadi lebih mudah.

Mirai meletakkan tas ranselnya bersebelahan dengan milik Nero dalam sebuah mini market lalu duduk melepas lelah. Sedangkan Nero berkeliling memeriksa keadaan sekitar. Mengamati bagian rak dagangan yang terdiri dari lima baris, lalu bagian kasir. Kosong.

Lanjut ia menuju gudang kecil di belakang ruang market. Kondisinya pun sama. Padahal pintu dan jendela bangunan ini telah hancur, cukup banyak barang dagangan yang berserakan di lantai. Tak ada bercak darah seperti toko-toko sebelumnya.

Nero mendekati Mirai. "Kita pindah ke dalam aja. Lebih aman. Di dalam juga ada toilet. Airnya ngalir."

Mirai mendesah lega. "Syukurlah. Mau mandi," sahutnya sambil mengangkat ranselnya.

"Masuk duluan. Aku mau cari sesuatu dulu."

"Oke."

Sejam kemudian mereka sudah melantai duduk bersila di gudang beralaskan kardus bekas yang dibentangkan. Karena gudangnya sempit, mereka tidur bersebelahan. Hanya saja saat ini mereka sedang makan malam. Nero menemukan teko pemanas air di salah satu tumpukan kardus, jadi mereka bisa membuat ramen cup. Tak hanya itu, mereka juga menyeduh kopi instan.

"Akhirnya, beneran makan. Cuma kurang nasi," komentar Mirai sambil mengaduk cup ramennya. Karena sedari kemarin hanya makan snacks berupa biskuit, permen, dan cokelat.

"Bikin kangen rumah, ya?"

Gadis itu meringis. Dikiranya ia kuat menghadapi situasi anehnya sekarang. Namun selama tiga hari berlalu justru makin menyadarkannya bahwa  dunianya sendiri jauh lebih baik. Ia kangen kamar kostnya yang kecil dan sumpek. Begitu pula pekerjaannya yang membosankan serta rekan kantor yang menjengkelkan. "Aku gak punya rumah."

Alis Nero terangkat. "Iya, kamu kan belum nikah. Rumah kamu ya masih sama orang tua lah."

"Aku gak punya orang tua."

"Eh?"

"Sebelum kerja aku tinggal di panti asuhan."

Nero terhenyak. "Eh, sorry. Aku gak ada maksud buat ...."

"Gapapa. Bukan hal penting juga, kok."

Nero mendesah pendek. Bahunya menurun begitu pula pandangannya. "Aku juga gak punya orang tua."

Kali ini Mirai yang tercekat. "Kamu anak panti juga?"

"Yatim-piatu sih, iya. Tapi aku gak tinggal di panti. Orang tuaku tewas kecelakaan waktu aku masih SMA. Jadi aku diasuh sama om, adik dari papaku. And aku anak tunggal. Gak punya saudara."

"Turut berdukacita, ya. Seenggaknya kamu tahu dan sempat merasakan kasih sayang mereka. Kalau aku sejak lahir udah dibuang sama ibuku. Katanya aku ditemukan di dalam bak sampah dengan ari-ari yang masih nempel, hahaha. Ternyata ada ya ibu jahat kayak gitu."

Nero akhirnya mengerti mengapa gadis cantik yang super seksi ini mengalami krisis percaya diri. "Banyak kok ibu kayak gitu. Yang gak tau diri dan gak punya malu. Tapi satu hal yang pasti aku tahu tentang ibu kamu," tandasnya.

Mirai terperangah. "Apa?"

"Ibu kamu pasti cantik banget."

"Hah?" Mirai yang nalar maksud Nero pun tertawa cekikikan. "Sotoy, ah!"

"Dih beneran! Liat aja produknya."

"Ni bocah pinter gombal deh."

"Bocah? Hey, kita cuma beda dua tahun."

"Tetep aja! Eh, btw kamu kerasan gak tinggal sama om?"

"Kalo om sih baik orangnya. Cuma karena masih muda kitaran umur tiga puluhan lah waktu itu, jadi bininya lebih muda lagi."

"Asik, dong. Kalo rentang umur gak terlalu jauh kan biasanya lebih mudah dipahami."

"Asik, sih. Cuma ...." Nero mengusap tengkuknya seolah ada kenangan yang membuatnya tak nyaman.

"Hm?"

"Bininya rada centil gitu. Bikin gak nyaman."

Lagi-lagi Mirai terkikik geli. "Gak heran. Kan kamu good looking."

"Iya. Emang susah jadi cowok ganteng."

"Dasar narsis!" sela Mirai sambil tertawa.

"Eish, serius. Pikir aja, kalo muka aku kaya Tukul pasti dicuekin."

"Iya, sih. Trus kamu gimana di sana?"

"Lulus SMA langsung cabut lah. Geli juga. Cari kostan deket kampus."

"Om kamu tau kelakuan bininya?"

"Tau."

Mata Mirai melebar tak menyangka. "Whaaaaat? Trus?”

"Yah, malah om yang minta maaf. Emang baik banget sih orangnya. Aku mikir gak pantes om dapat bini kek gitu."

"Emang centilnya kek gimana? Penasaran."

Nero menyebar pandangan seperti enggan menjawab. "Ya, itu ... kek gitu lah. Cewek kalo centil tuh gimana."

"Gimana emangnya?"

"Kek suka senyum-senyum genit. Suka cari-cari kesempatan skin ship kek tiba-tiba ngelus tangan, geledotan manja. Trus servis berlebihan. Apa-apa diambilin, diurusin. Pernah dia mpe nyuciin pakaian dalam. Njiiiir, itu creepy banget. Langsung aku ganti semua tuh CD, hahaha. Ngeri!"

"Gilaaaaa. Niat banget."

"Yang bikin gak enak, aku lebih diutamain dari pada suaminya. Alasannya karna kasian aku baru kehilangan orang tua. Jadi om aku gak bisa ngelakuin apa-apa. Padahal dia tahu aku juga gak nyaman dengan perhatian yang berlebihan gitu."

"Wah ternyata ada juga jenis perhatian yang bikin geli, hahaha."

"Emang kamu gak pernah ngerasain yang kaya gitu dari cowok?"

"Enggak. Pas mereka pada tau latar belakang aku jadi pada mundur teratur gitu. Ada yang ngasih tau, katanya gak mau ngerusak anak yatim. Bagus, deh. Bersyukur dijauhkan dari cowok brengsek."

Sejenak Nero terdiam cukup lama. Ada dugaan kasar yang timbul dalam benaknya. Ini poin yang sama. Sengaja gak, sih? Kami sama-sama sebatang kara. Apa kebetulan aja?

"Hoooi," panggil Mirai yang melihat Nero melamun.

Pemuda itu tersentak. "Eh, apa?"

"Kok jadi ngelamun?"

Nero mengusap tengkuknya dengan kikuk. "Kepikiran sesuatu aja."

"Kamu tuh banyak mikir. Kadang aku ngerasa meski kita deketan gini, tapi kamu kerasa jauh gitu."

Nero terhenyak. "Eh, masak?" Sejujurnya ia bingung juga kenapa hal itu bisa terjadi. Hanya saja ia sendiri tidak bisa menghentikan isi pikirannya yang melaju laiknya kereta di atas rel yang terbentang tanpa ujung.

"But, its okey. Aku tahu kamu mikirin apa."

Alis Nero terangkat. "Mikirin apa emangnya?"

"Mikirin gimana caranya keluar dari dunia ini."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!