Hidup melarat dengan kebutuhan rumah tangga yang serba mahal serta kebutuhan anak juga sangat lah besar, mau bagai mana pun Hani mengatur uang maka tetap saja tidak akan cukup bila satu Minggu hanya tiga ratus ribuan saja.
Namun tak lama hidup nya berubah menjadi lebih baik, rumah pondok juga berganti dengan rumah megah yang luar biasa bagus nya.
apa yang sudah Hani lakukan?
Mungkin Hani melakukan pesugihan agar dia bisa kaya raya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon novita jungkook, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. bingung akan keputusan
Indri duduk diam di teras rumah yang sebenar nya tidak terlihat seperti teras, pikiran gadis ini melayang layang entah ke mana karena tiba tiba saja disuruh menikah dengan pria yang pernah ditolak nya, mana keadaanmu sedang berduka karena mereka baru saja kehilangan Ari, tapi mendadak saja Hani ingin bawa Indri agar segera menikah.
Mau menolak pun tidak bisa karena Indri merasa dia hanya beban di rumah ini, cari kerja ke sana kemari pun belum dapat sejak dulu. andai saja dia bisa dapat kerjaan maka sudah pasti bisa membantu keuangan keluarga pula, tapi sampai saat ini tidak ada satu pun tempat yang mau menerima diri nya.
Tono memang pemuda yang baik, selain itu dia juga pemuda yang cukup tampan, yang jadi masalah bawa sebelumnya Tono sudah di tolak oleh keluarga Indri. kalau sekarang tiba tiba saja Indri mau di nikahi oleh dia atas suruhan Hani, tentu Tono akan menjadi kaget apa bila mendengar soal ini.
Terlebih lagi keluarga Tono sendiri, tapi Indri sudah tidak punya pilihan lain lagi selain menerima saja saran yang Hani ucapkan. dari pada dengan orang lain maka Indri lebih memilih dengan Tono saja, toh Tono selama ini pun sudah sangat baik pada dia dan juga keluarga Indri sendiri.
Lagi pula Indri merasa kasihan pada Ibu nya yang selama ini sangat sengsara, bahkan terkadang mereka tidak ada makan apa pun untuk seharian, kalau di pikir pikir pun memang salahnya Imran, tidak mencari uang dengan gesit. Hani juga bukan tipe wanita yang hanya berpangku tangan diam di rumah apa bila tidak punya apa apa, sebisa mungkin mencari apa yang bisa dikerjakan dan menghasilkan uang.
Itu nanti masih di hina pula oleh sang mertua, di katai sebagai wanita pembawa sial sehingga hidup anak nya melarat, padahal memang sudah sejak dulu hidup Imran pas pasan selama menjadi anaknya Mak Tini. bukan hanya saat menjadi suami Hani saja, tapi mulut Mak Tini begitu mudahnya menyalahkan Hani.
Imran pun sebagai suami kadang kala tidak bisa bersikap adil, apabila sang Emak telah mengoceh ke sana kemari untuk mencela Hani. Imran hanya diam saja sama sekali tidak ada menghentikan Mak Tini, andaikata ia seorang suami yang adil maka sudah pasti akan menghentikan ocehan Emak nya.
"Ya Allah aku harus bagaimana?" Indri sungguh pusing akan masalah ini.
"Masa aku tiba tiba saja mendatangi Tono dan mengatakan agar dinikahi sekarang, malu lah diriku ini." keluh Indri.
"Tapi kalau tidak datang padanya maka Tono pasti tidak akan tahu, sebab dia tahunya aku telah menolak!" Indri penuh kebimbangan untuk mengambil keputusan hidup ini.
"Indri."
Gadis ini menoleh ketika nama nya dipanggil oleh seseorang, ternyata yang datang adalah Tiwi sahabat dia sendiri, kadang kala Tiwi memang bermain ke rumah Indri saat sudah pulang kerja. Tiwi kerja di sebuah toko kosmetik, kemarin mereka melamar nya barengan tapi hanya Tiwi yang di terima, sebab toko itu hanya butuh satu karyawan saja.
"Udah pulang kerja kamu?" Indri menatap Tiwi yang datang membawa es teh.
"Baru saja aku pulang lalu mampir ke sini." jawab Tiwi sembari tersenyum manis.
"Alhamdulillah kau membawakan aku minuman di saat aku memang sedang butuh sesuatu yang manis manis." Indri mengambil satu gelas es yang sudah Tiwi bawakan.
"Apa yang mengganggu pikiranmu?" Tiwi hapal apabila Indri sedang ada masalah.
"Cukup berat sehingga aku pun tidak tahu harus bagaimana." Indri menjawab nya pelan dan juga lesu.
"Cerita saja dengan jelas agar aku dapat membantumu, apa masalah uang lagi?" Tiwi menatap Indri.
"Bukan!" Indri menjawab lemas.
"Pasti soal adikmu ya, maaf aku baru bisa datang sekarang karena dari tadi aku kerja dan tidak bisa ambil izin." sesal Tiwi karena dia tahu bahwa Indri sedang berduka atas kematian Ari.
"Itu salah satu nya namun ada hal lain juga yang membuat hatiku sangat." Indri menarik nafas berat.
"Atau mau keluar saja cerita denganku di luar sambil ku traktir makan ya?" tawar Tiwi karena dia tahu Indri sedang begitu nelangsa.
"Tidak usah lah, selama ini kau terendah terlalu banyak membantu aku sehingga aku merasa tidak enak juga. sedangkan aku belum pernah sama sekali membelikan mu apa pun!" Indri merasa sungkan.
Tiwi menarik nafas berat karena Indri malah merasa tidak enak pada dirinya, padahal Tiwi sama sekali tidak ada mempersalahkan hal itu, mereka sudah bersama sama sejak dulu sehingga kalau hanya soal makanan tidak pernah di ungkit. Indri tidak pernah membeli karena apa pun pun tidak di permasalahkan, sebab Tiwi tahu bahwa Indri tidak punya uang untuk membelikannya.
"Ibu menyuruh aku menerima lamaran Tono." lirih Indri.
"Apa?!" Tiwi kaget luar biasa mendengar apa yang barusan Indri katakan.
"Tiba tiba saja Ibu berkata demikian sehingga membuat aku sungguh bingung, padahal sebelum nya Ibu telah menolak Tono." Indri berkata dengan nada pelan karena takut apa bila nanti di dengar oleh Hani.
"Terus bagaimana untuk bicara lagi pada Tono?" Tiwi pun ikut bingung jadinya.
"Itulah yang aku pikirkan sejak tadi, sebab kemarin kan sudah di tolak. masa sekarang mendadak saja aku ingin menerima lamaran Tono, bisa jadi dia sudah sakit hati dan benci padaku!" cemas Indri.
"Mungkin ibumu sedang banyak pikiran, In!" Tiwi menarik nafas berat.
"Sudah pasti begitu karena sekarang pun Ari telah meninggal, entah apa yang telah Ibu ku pikirkan sehingga tiba tiba saja aku disuruh menikah dengan Tono." jawab Indri lemas.
Tiwi juga bingung untuk berkomentar apalagi karena dia juga tidak tahu harus bagaimana, yang tidak disuruh menikah saja bingung apalagi Indri yang mengalami secara langsung masalah pelik ini, mungkin menikah tidak lah sama menakutkan itu. hanya saja yang menjadi masalah adalah berbicara dengan Tono nya.
"Aku temani kau sekarang ya apa bila memang ingin bicara dengan Tono." Tiwi menawarkan diri.
"Ah nanti lah aku juga tidak tahu harus memulainya dari mana." tolak Indri karena dia pun masih malu untuk bertemu dengan Tono.
"Maka nya aku ikut biar bisa membantumu bicara dengan dia, dari pada kau bicara sendiri dan tidak punya teman maka sudah pasti akan tambah malu rasanya." ujar Tiwi sembari membayangkan kejadian itu.
Indri masih bimbang antara mau menerima atau tidak, di satu sisi dia memang ingin mendengarkan apa yang Hani katakan. namun di sisi lain Indri juga merasa malu apa bila sampai meminta tolong menikahi nya.