Kisah romantis seorang aktor yang arogan bersama sang asisten tomboynya.
Seringkali habiskan waktu bersama membuat keduanya saling menyembuhkan luka masa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YuKa Fortuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 11. Momen Indah Masa Lalu
11
Di ruang kerja luas itu yang beraroma pewangi ruangan mewah, Carlos berdiri di depan jendela besar. Malam turun dengan cepat, hujan deras mengguyur kota, menimbulkan bayangan gemetar di kaca.
Di tangannya, foto Alleandra-sosok yang kini dikenal dunia dengan nama Allen, tergenggam begitu erat hingga tepinya terlihat kusut.
“Sudah hampir satu bulan, SATU BULAN!” teriaknya tiba-tiba, suaranya menggema di ruangan itu.
Anak buahnya, tiga pria berbadan tegap, hanya bisa menunduk di hadapan amarah sang boss yang menggelegar.
“Aku udah kasih petunjuk jelas. Semua tempat dia pernah datangi, semua koneksi dia punya. Tapi kalian malah bawa kabar kosong setiap minggu!”
Carlos membanting map di meja, kertas-kertas bertebaran.
“Ma-maaf, Pak,” ujar salah satu anak buahnya, terbata. Berebutan membereskan kertas-kertas yang berserakan. “Kami udah telusuri semua. Tapi orangnya kayak hilang ditelan bumi. Padahal kita punya jaringan dimana-mana.”
Carlos membalikkan badan, wajahnya merah padam.
“Karena kalian gak cukup cerdas untuk mengenali segala kemungkinan. Siapa tahu Allea sengaja nyamar buat ngilangin jejak!” raungnya sambil menghantam meja.
Keheningan yang menyesakkan memenuhi ruangan. Hanya suara hujan di luar yang terdengar.
Carlos menunduk, mengusap wajahnya dengan tangan gemetar. Napasnya tersengal, bukan karena marah semata, tapi karena rasa sesal yang kini merayap pelan ke dadanya.
Ia berjalan pelan ke arah meja, mengambil lagi foto yang sempat terjatuh.
Tatapannya lembut kali ini, penuh luka.
“Kenapa kamu pergi, Allea0?” bisiknya lirih. “Apa karena aku bodoh? Karena aku terlalu sibuk menuruti ego dan melupakan kamu?”
Ia teringat malam terakhir mereka bertengkar.
Suara hujan juga mengiringi malam itu, seperti malam ini.
Alleandra menangis di depan pintu, berteriak, “Kamu berubah, Carlos! Semua yang kamu janjikan, semua kasih sayangmu... cuma tinggal kata! Kamu lebih memilih perempuan itu daripada aku.”
Dan yang ia lakukan saat itu hanyalah menatap dingin, membiarkan perempuan itu pergi tanpa mengejar.
Kini, tiap kali ia mengingatnya, rasa sesak menghantam di dada.
Salah satu anak buahnya mencoba membuka suara hati-hati, “Pak, kami bisa coba lagi... mungkin mulai dari menyebar sketsa wajah yang memungkinkan penyamaran Allea.”
Carlos menatapnya tajam, lalu pelan-pelan tersenyum sinis.
“Baik. Cari dengan cara itu. Aku ingin kepastian.”
Ia berhenti sejenak, lalu menatap foto itu lagi. “Kalo kalian berhasil menemukan Alleandra-ku...”
Ia mengepalkan tangan, suaranya bergetar antara cinta dan keputusasaan.
“Maka aku akan bawa dia pulang, apa pun caranya. Aku gak peduli berapa banyak orang yang harus aku lewati.”
Para anak buahnya segera bergegas keluar, meninggalkan Carlos sendirian di tengah ruang yang kini terasa sunyi dan berat.
Ia kembali duduk, menatap lampu kota yang berkilau jauh di bawah sana.
Dan di sela-sela kesunyian, air matanya jatuh perlahan.
Untuk pertama kalinya, pria yang selama ini dikenal keras, menangis.
“Maafin aku, Al,” bisiknya lirih, suara yang nyaris terkubur oleh suara deru hujan.
“Maafin aku karena dulu memilih dia daripada kamu. Tapi kali ini... aku gak akan menyerah. Aku akan cari kamu sampai ketemu.”
Ia menyalakan rokok, menatap lagi foto yang mulai pudar.
Senyum lembut Alleandra di sana kini menjadi satu-satunya cahaya di hidupnya.
**
Malam itu, di kamar kontrakannya yang sederhana, Allen duduk di tepi ranjang dengan lampu temaram menyinari wajahnya yang sedikit pucat. Hujan rintik-rintik di luar jendela menetes pelan, menciptakan irama yang menenangkan tapi sekaligus juga menyayat hati.
Di tangannya, ia memegang ponsel dengan fitur galeri foto yang terbuka. Ada sebuah foto dirinya mengenakan gelang emas putih, salah satu kenangan yang diberikan oleh Carlos.
Gelang itu dulu diberikan saat ulang tahunnya.
Carlos bilang, “Kalo kamu pakai ini, aku bakal tahu di mana pun kamu berada.”
Kini kalimat itu terdengar seperti kebohongan manis yang sudah kehilangan makna.
Allen memejamkan mata. Perlahan, kenangan lama itu datang tanpa diundang.
*
Dulu, di kantor Carlos yang luas dan beraroma kopi pekat, mereka sering menghabiskan waktu setelah habis jam kerja.
Carlos, dengan kemeja yang sedikit terbuka di dada dan senyum hangat di bibirnya, biasa memanggil lembut,
“Allea... sini dulu, aku mau kamu bacain jadwal meeting besok.”
Allen, saat itu masih sekretaris muda yang penuh semangat, mengambil map sambil tertawa kecil,
“Bapak direktur ini bisa baca sendiri, tapi kenapa selalu minta aku yang bacain, sih?”
“Karena suaramu enak didengar,” jawab Carlos ringan, membuat pipinya bersemu.
Mereka sering makan malam bersama di restoran langganan, duduk di pojok ruangan agar tak banyak diperhatikan orang.
Carlos selalu tahu cara membuatnya tertawa, menatapnya seolah Allen satu-satunya wanita di dunia.
“Kamu tahu gak, Al? Kadang aku lupa kalau dunia ini keras, setiap kali ngeliat kamu senyum,” ujar Carlos suatu malam, sambil menyentuh ujung rambutnya lembut.
Malam itu juga, untuk pertama kalinya, Carlos mencium keningnya dan berjanji,
“Aku bakal nikahin kamu, Al. Aku janji.”
**
Allen membuka mata, air matanya mulai menetes pelan.
Ia masih bisa merasakan hangat tangan Carlos di pipinya, masih bisa mengingat aroma parfum mahal khas yang dulu menempel di jasnya.
Tapi semua hancur di malam itu.
Malam di mana ia membuka pintu apartemen Carlos tanpa mengetuk, karena ingin memberi kejutan.
Dan yang ia temukan bukan tawa, bukan senyum, tapi pengkhianatan.
Seorang wanita, model muda berambut panjang, berada di pelukan Carlos dengan posisi yang tidak layak untuk dikatakan.
Tubuh mereka saling menempel, dan suara lirih wanita itu memenuhi ruangan.
Allen tertegun di ambang pintu, tubuhnya gemetar.
“Ca... Carlos? Apa ini?” suaranya nyaris tak keluar.
Carlos kaget, langsung bangkit, tapi semua sudah terlambat, Allen lalu berlari keluar tanpa menoleh lagi.
Ia tak ingat bagaimana bisa sampai ke rumah paman dan bibinya malam itu. Yang ia tahu hanya tangisnya tak berhenti sampai pagi.
Ia merasa seluruh hidupnya runtuh.
Kini, sebulan kemudian, ia duduk di kamar kontrakan kecil, air matanya kembali mengalir.
Ia menggenggam erat ponselnya dan berbisik pelan,
“Kenapa kamu tega, Carlos...? Aku udah kasih semuanya, bahkan masa depanku.”
Suara hujan di luar semakin deras.
Allen memeluk lututnya, membiarkan tangisnya keluar tanpa bisa ia tahan lagi.
Namun di sela tangis itu, ada nada lirih yang lain, bukan hanya perasaan sedih, tapi juga sebuah tekad yang membaja. Tangis yang bukan berarti lemah, tapi sebaliknya, merupakan titik balik untuk kekuatan yang lebih besar.
“Aku bukan Alleandra yang dulu lagi,” bisiknya di antara isak.
“Aku Allen sekarang. Dan aku gak akan biarin siapa pun bikin aku jatuh lagi.”
Meski begitu, jauh di dasar hatinya yang masih luka, nama Carlos tetap menggema lembut.
Dan itu... justru hal yang paling menyakitkan.
Bagaimana tidak, Carlos adalah cinta pertama gadis dua puluh dua tahun itu. Ia pikir Carlos adalah cinta terakhirnya pula setelah pria kaya itu memutuskan untuk bertunangan dengannya. Tapi ternyata pria itu tak lebih dari seorang pengecut yang tak punya harga diri.
Allen tak bisa memaafkannya. Tidak bisa.
Ia bahkan tak mau mendengar penjelasan apapun.
Saat Carlos mencari dirinya kembali, mungkin Carlos telah sadar bahwa Allen adalah sosok yang tak bisa digantikan oleh wanita manapun. Namun ia sudah terlambat.
.
YuKa/ 101025
aku traveling sama petrick deh ih ..masak cuma di gosok doang dah nyembur 🤣
Entah itu yang disebut cinta atau hanya simpati karena mereka menganggap mu seperti saudaranya sendiri..
Gitu loh Mas Aldrich.. 🤣🤣
makin penasaran aku jadinya
apakah Aldrich sdh tahu kebenarannya?
tapi dia pura-pura saja
berlagak tidak mengetahuinya
geregetan banget aku dibuatnya
semoga segera tiba waktunya
Aldrich membongkar penyamaran Allea
pasti kutunggu momennya
love love kak Yuka ❤❤❤
Terima kasih up nya🥰🥰🥰
tenang Len, awalnya hanya mimpi, tapi pelan tapi pasti akan jadi kenyataan
Untung aja Koko baik hati, setidaknya beban Allen sedikit ringan. Kalopun Aldrich tau semoga reaksinya kaya Koko.
Mulai seru nih.. lanjut Mak 💪😍