NovelToon NovelToon
Rumah Untuk Doa Yang Terjawab

Rumah Untuk Doa Yang Terjawab

Status: sedang berlangsung
Genre:Berbaikan / Anak Genius / Mengubah Takdir / Kebangkitan pecundang / Keluarga
Popularitas:357
Nilai: 5
Nama Author: Pchela

“Sudahlah, jangan banyak alasan kalau miskin ya miskin jangan hidup nyusahin orang lain.” Ucap istri dari saudara suamiku dengan sombong.

“Pak…Bu…Rafa dan Rara akan berusaha agar keluarga kita tidak diinjak lagi. Alhamdulillah Rafa ada kerjaan jadi editor dan Rara juga berkerja sebagai Penulis. Jadi, keluarga kita tidak akan kekurangan lagi Bu… Pak, pelan-pelan kita bisa Renovasi rumah juga.” Ucap sang anak sulung, menenangkan hati orang tuanya, yang sudah mulai keriput.

“Pah? Kenapa mereka bisa beli makanan enak mulu? Sama hidupnya makin makmur. Padahal nggak kerja, istrinya juga berhenti jadi buruh cuci di rumah kita. Pasti mereka pakai ilmu hitam tu pah, biar kaya.” Ucap istri dari saudara suaminya, yang mulai kelihatan panas, melihat keluarga Rafa mulai maju.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pchela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rezeki Rara

Di kantin yang masih sepi, Rara dan dua temannya akrabnya tengah membeli mie ayam. Ini kali pertamanya Rara membeli mie ayam di sekolahnya, biasanya dia hanya belanja roti ataupun nasi kalau benar-benar lapar.

Tapi, kali ini dia bisa membeli mie ayam seperti siswa lainnya. Itupun, karena uang jajan dari kakaknya, walaupun begitu rara tidak akan mengambilkan uang amanah dari kakaknya itu. Dia hanya jajan sedikit saja dari uang yang diberikan.

“Alhamdulillah….” Ucap Rara sangat keras, matanya membuat menatap ponsel jadulnya. Yubi dan Yesa langsung menoleh ke arah Rara, mereka kaget mendengar suara Rara yang agak keras. “Ada apa ra? Lo kenapa tiba-tiba kesenengan?” Tanya Yubi.

“Iya, lo bikin kaget…untung pentol gue nggak kehempas.” Sahut Yesa, di menusuk pentolannya dengan garpu. Rara hanya bisa nyengir sembari minta maaf ke kedua temannya. “Maaf ya, he habis aku kaget banget…” ujarnya.

“Emang ada apa sih?” Tanya Yubi, Rara menatap ponselnya yang sudah usang. “Ini, pulsa koin gue cair, jadi gue dapat kuota gratis untuk tiga hari.” Bohong, Rara sembari tersenyum canggung.

“Oalahh…gue juga sering dapat gitu, tapi gue beliin tiket nonton online sih.” Jawab Yesa. “Gue, kok nggak pernah dapat ya? Malahan gue sering dapat notifikasi buat bayar pinjaman pulsa.” Sahut Yubi, kedua temannya pun geleng-geleng sembari tertawa kecil. Yubi, memang paling konyol di antara pertemanan mereka.

Rara kembali menatap ponselnya, dadanya tidak berhenti berdegup kencang dan tangannya pun masih gemetaran, “ Alhamdulillah, Ya Allah…hamba sangat bersyukur, akhirnya hasil menulis hamba cair juga, setelah sekian lama.” Rara hampir putus asa karena ponselnya sangat usang untuk membuat novel, tidak seperti anak-anak di kota sana.

Tapi, kepercayaan diri itu telah kembali, setelah Rara mendapatkan notifikasi pencarian uang sebanyak satu juta lima ratus ribu rupiah. Ini adalah gaji pertama Rafa di usia lima belas tahun. “Aku akan minta Abang Rafa untuk menarik uangnya, soalnya aku belum punya rekening.” Gumamnya sendiri.

Rara mengingat perjuangannya untuk menulis, hp usang dan jadul ini sangat membatu walaupun terkadang baterai ponselnya cepat panas, dan ataupun loadingnya lama. “Walaupun begitu, aku tetap bersyukur setidaknya saat itu dia tidak mati ini ponsel.” Gumamnya dalam hati.

................... ...

Riri pulang melewati jalan bertanah di desanya, dia tadi mampir beli es kacang hijau yang harganya seribu rupiah. Riri di bekali uang tujuh ribu, biasanya dia tidak pernah memengang uang sebanyak itu buat jajan tapi karena kemarin abang Rafa ngasih uang lebih, jadi Riri bisa jajan. “Hm, sisa uangnya masih empat ribu rupiah, aku tadi belanja tiga ribu rupiah. Ini, mau Riri tabung saja, biar bisa bantu keperluan ibu.” Gumamnya, sembari melangkah kecil menuju rumah.

Begitu sampai di depan rumah, Riri melihat sepasang sepatu yang asing baginya. “Itu sepatu siapa? Sepatu temannya Abang?” Riri bicara sendiri, dengan langkah hati-hati di memasuki rumah.

Langkahnya terhenti saat mendengar suara kartun dari ruang tengah. “Kok ada suara kartun? Dari mana ya? Kita kan tidak punya Tv, “ gumamnya sendiri.

Dengan rasa penasaran, Riri langsung melangkah memasuki rumah. “Assalamualaikum…” ucapnya saat memasuki rumah. “Waalaikumsalam…” sahut, Rafa dan Bima serentak, mereka baru saja selesai makan masakannya bu lasri.

“Abang…? Itu tv siapa?” Tanya Riri heran, dia kaget melihat tv model baru dengan tayangan kartun yang sangat jernih. “Itu Tv,nya Riri.” Jawab Rafa dengan mantap.

“Tv Riri? Kok bisa bang?” Tanya Riri yang menatapnya tidak percaya, Bima yang melihat kelucuan adik bungsunya Rafa hanya terkekeh. “Abang, tidak lagi bohongi Riri kan? Riri nggak lagi mimpi ini kan?” Tanyanya dengan nada polos.

Rafa mengeleng pelan sembari tersenyum. Mata Riri langsung berbinar, dia berlari memeluk kakaknya erat.” Yeyyy…terimakasih abang, Riri bangga punya abang seperti abang Rafa. Riri seneng banget bang…” serunya polos. Wajah riang Riri, membuat air mata ibunya menetes dari seberang sana.

“Alhamdulillah…” ucap Rafa. Riri meloncat-loncat kesenengan. “Tv, ini lebih bagus dari punya Yaya tau nggak bang, akhirnya Riri bisa cerita sama teman-teman kalau lagi nonton kartun, biasanya Riri hanya bisa mendengar sembari membayangkan punya tv suatu hari nanti. Tapi sekarang akhirnya kita punya…” ucap Riri riang, lalu tiba-tiba terhenti, yang membuat Rafa bingung.

“Kenapa lagi Riri?” Tanya Rafa penasaran. Wajah Riri menjadi murung. “Ini, ngak bakalan di ambil sama tante Ratna lagi kan bang?” Tanya Riri, dia masih tauma saat tv nya dulu di ambil lagi sama Ratna.

Rafa berjongkok agar sejajar dengan Riri, dia mengelus pucuk kepala adiknya. “Tidak dong sayang, ini punya Riri sepenuhnya. Tante, Ratna tidak akan bisa mengambilnya.” Ucap Rafa, membuat wajah Riri kembali cerita.

................... ...

Di rumah Om Herman, Pak Adi tengah melakukan pekerjaannya, namun, kali ini pekerjaannya Pak Adi sangat tidak manusiawi. Dengan kasarnya, Hendra meminta saudaranya untuk mengambil air di sungai, dan menganti air di kolam ikan setiap hari.

Dan itu dilakukan sebanyak dua kali, pagi dan sore hari. Pak Adi, harus bulak-balik sebanyak tiga kali ke sungai sembari mengotong dua ember besar. Dia ingin menolak, dengan alasan jika caranya bisa bikin ikan mati. Namun Hendra malah menarakan jika Adi terlalu sok tahu.

“Enak saja dia nentang ucapan gue, dia pikir dia siapa. Dia ngak lebih pintar dari gue, si Adi cuma lulusan sd. Gue memang sengaja kayak gitu, biar ngak keluar duit buat beli alatnya. Dengan mempergunakan dia kayak gini kan gue jadi hemat banyak.” Gumamnya sendiri sembari tersenyum licik.

Saat sedang sibuk menganti air, pak surya tetangga desanya Pak Adi sekaligus penjual ikan petelur datang ke arahnya. Mereka bicara sebentar tentang ayam yang rencananya ingin dibeli Pak Adi, untuk usaha kecilnya.

Dari kejauhan, Hendra memincingkan matanya. Dia menatap penasaran kenapa Adi bisa bicara dengan pak surya. “Ngapain tuh si Adi ngomong sama pak surya? Jangan-jangan mau beli ayam? Ah! Tapi mana mungkin, si Adi itu mana punya uang dia! Buat makan saja susah, berlagak beli ayam.” Gumamnya sambil mendengus, meremehkan sudaranya sendiri.

“Sepuluh ekor ya pak? Oke nanti saya siapkan, kalau sudah siap saya hubungi Bapak lagi, tapi sudah deal ya harganya segitu. “ ucap pak surya ramah.

“Deal pak. Terimakasih banyak pak, terimkasi sudah memberikan saya potong harga, alhamdulillah sekali, semoga rezeki Bapak lancar ya pak.” Ucap Pak Adi dengan raut wajah bahagia.

“amin pak amin, nanti kalau ayam petelunya udah bertelur, jual lagi ke saya ya pak. Kebetulan, putra saya sekarang lagi buka bisnis buat jual telur ke kota, harganya lebih tinggi lagi dikit. Untungnya lumayan pak.” Ucap Pak Surya, Pak Adi semakin sumringah, dia sudah mendapatkan tempat untuk menjual, awalnya Pak Adi mau keliling menawarkan telur, tapi tawaran pak surya lebih menjanjikan.

“Baik pak, nanti saya kabari lagi.” Ucap Pak Adi. Pak surya menepuk pundak Pak Adi dengan ramah sebelum mereka berpisah. “Alhamdulillah…” ucap Pak Adi, menatap pak surya yang kian menjauh.

Herman sudah tidak ada di tempatnya, untung saja percakapan antara Pak Adi dan pak surya, tidak di dengar oleh salah satu anggota keluarga di rumah ini.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!