 
                            Keputusan gegabah membuat Sekar harus menderita, suami yang ia terima pinangannya 5 tahun lalu ternyata tak membawanya ke dalam kebahagiaan. Sekar harus hidup bersama ibu mertua dan kedua iparnya yang hanya menganggapnya sebagai pembantu.
Sekar yang merasa terabaikan akhirnya memilih kabur dan menggugat suaminya. Bagaimana kisah selanjutnya?
Ikuti ceritanya setiap episode. Aku mohon jangan di lompat. Terima kasih 🙏🏼
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian Kelimabelas
Sepulang kerja, Maya datang menemui Sekar dikediaman Hanna. Kehadiran Maya membuat Sekar senang karena dirinya bisa mengobrol panjang dengan temannya itu. Apalagi suami dan keluarganya sedang berada di luar kota mengantarkan Lala.
Ya, Lastri akhirnya mengizinkan Lala bekerja di restoran yang ditawarkan Ayu kepada mereka beberapa hari lalu.
"Kamu tidak bekerja hari ini?" tanya Sekar sebab biasanya hari Minggu toko kue sangat ramai.
"Aku sedang cuti, kemarin malam aku baru balik dari kampung," jawab Maya.
"Wah, benarkah? Bagaimana sekarang kampung kita?" tanya Sekar tampak semangat.
"Ya, begitulah. Rumah-rumah semakin bertambah dan warga juga makin banyak," jawab Maya.
"Aku jadi semakin rindu dengan kampungku," kata Sekar mengingat masa kecilnya.
"Sekar, apa kamu ada waktu?" tanya Maya.
"Iya, aku banyak waktu hari ini. Suami dan mertuaku lagi ke luar kota," jawab Sekar.
"Memangnya mereka ke mana?" tanya Maya lagi.
Sekar lalu menjelaskan keberangkatan Reno dan keluarganya keluarganya dan Maya yang mendengarnya mengangguk paham.
"Kita ke warung bakso biasa, ya. Ada Kak Anjani yang mau ketemu denganmu," kata Maya.
"Kak Anjani anaknya Paman Ridwan?" tanya Sekar memastikan.
"Iya," jawab Maya.
"Ya ampun, aku sudah lama sekali tidak bertemu dengannya!" Sekar tampak begitu senang. "Kenapa kalian bisa bertemu? Memangnya dia tinggal di kota ini?" cecar Sekar.
"Nanti kita bicarakan di warung saja!" kata Maya. "Ayo naik!" lanjutnya mengajak naik motor.
Sesampainya di warung bakso, sepupunya Sekar belum kelihatan. Mereka pun menunggunya sembari memesan 2 porsi bakso.
Selang 10 menit kemudian, Anjani datang bersama kedua anaknya. Sekar dan kakak sepupunya saling berpelukan melepaskan rindu, mereka lalu bercerita.
"Paman dan bibi di kampung sangat rindu, Kar. Mereka bilang kamu sudah sukses dan sombong karena tak pernah memberikan kabar. Tapi, sejak aku mengetahui semuanya dari Maya aku segera menghubungi mereka dan memberitahu semuanya," tutur Anjani.
"Maafkan aku, Kak. Jujur aku sangat rindu dengan mereka, aku ingin sekali pulang ke kampung. Mas Reno dan mertuaku selalu melarangku, alasan mereka kalau aku pulang kampung hari raya siapa yang akan menjaga rumah dan beberes," ujar Sekar.
"Mereka tega sekali denganmu," kata Anjani iba.
"Aku sebenarnya sudah enggak sanggup lagi, Kak!" mata Sekar berkaca-kaca.
"Begini saja, coba kamu minta izin kepada mereka pulang kampung dua hari atau tiga hari saja. Bilang pada mereka kalau ongkosnya sudah ditanggung majikanmu. Nah, jika mereka kasih izin kabarin aku dan kita pulang sama-sama ke kampung," kata Anjani memberikan saran.
"Bagaimana kalau mereka tidak mau memberikan izin?" tanya Sekar.
"Kamu kabur dan gugat suamimu!" jawab Anjani. "Tapi, kalau kamu masih mempertahankan dia maka aku akan mundur dan membiarkanmu menikmati kesusahanmu," lanjutnya menasehati.
Sekar terdiam dan berpikir.
"Benar apa kata Kak Anjani, Sekar. Kamu mau begini atau melanjutkannya, suamimu itu sudah enggak sayang lagi denganmu," sahut Maya.
"Dia lebih mementingkan ibunya dan adik-adiknya. Memang tidak salah juga peduli dan menyayangi orang tua dan saudara kandung, tetapi dia sudah tidak memperlakukan kamu secara baik. Kamu dinikahi bukan dijadikan pembantu," kata Anjani.
"Pembantu saja digaji dan ada hari liburnya," sahut Maya.
"Kamu istrinya Reno, seharusnya kamu cukup melayani suamimu saja. Bukan seluruh anggota keluarganya!" kata Anjani lagi.
***
Esok paginya, Sekar menyuguhkan sarapan dihadapan suaminya. Ia duduk di samping Reno dan berkata, "Mas, apa aku boleh pulang ke kampungku?"
"Mau apa pulang kampung?" tanya Reno sembari menyuap nasi ke mulut.
"Aku ingin bersilaturahmi ke rumah saudara dan keluarga ayahku," jawab Sekar.
"Buat apa? Orang tua kandungmu juga sudah tidak ada, lagian untuk apa kamu menemui mereka," kata Reno.
"Meskipun mereka bukan orang tua kandung, tetapi mereka sudah anggap aku seperti anak kandung sendiri. Aku cuma ingin menjaga silaturahmi agar tidak terputus apalagi mereka yang telah merawatku," ucap Sekar.
"Tidak boleh!!" Lastri yang mendengar percakapan anak dan menantunya menghampiri keduanya.
"Kenapa, Bu?" tanya Sekar.
"Bagaimana dengan pekerjaanmu di rumah ini? Siapa yang akan mencuci, memasak, menyapu, mengepel?" Lastri balik bertanya.
"Ibu dan Lulu 'kan ada, lagian cuma dua hari saja," jawab Sekar.
"Kamu menyuruh kami melakukan itu? Oh tidak bisa!!" Lastri berucap sembari berkacak pinggang.
"Bagaimana kalau mereka saja yang berkunjung dan menginap ke sini?" Sekar memberikan usulan.
"Enak saja keluargamu mau datang ke sini!!" sergah Lastri.
"Cuma sehari saja, Bu!" kata Sekar.
"Kamu mau mempermalukan kami di depan keluargamu?" tanya Lastri.
"Aku tidak akan menjelekkan ibu dan Mas Reno, malah aku menceritakan yang baik-baik saja!" jawab Sekar berbohong. Padahal, ia sudah bercerita panjang mengenai perlakuan buruk suami dan keluarganya kepada Bu Hanna, Maya dan Anjani. Bahkan, beberapa tetangga juga mengerti dan paham tentang Sekar yang tanpa sadar keceplosan bercerita.
"Mereka tidak boleh ke sini. Jika, keluargamu datang yang ada kami tidak bisa menyuruhmu!" kata Lastri.
"Aku akan bilang, aku ikhlas melakukannya," ucap Sekar meyakinkan.
"Tetap tidak boleh!" tegas Lastri.
"Mas, kamu mengizinkan aku pulang kampung 'kan atau keluargaku datang kemari?" tanya Sekar kepada suaminya.
"Aku ikut kata ibuku. Kamu tidak boleh pulang kampung dan mereka juga dilarang ke sini," jawab Reno.
"Mas Reno, jahat!" Sekar beranjak dari tempat duduknya dan berlalu dengan perasaan kesal serta kecewa.
Permintaan izin pulang kampung tak disetujui, Sekar melangkah ke warung sembako dengan lunglai.
"Mbak Sekar!" sapa Ryan yang kebetulan baru selesai berbelanja.
"Ya!" Sekar membuyarkan lamunannya.
"Lagi sakit, ya?" tanya Ryan.
"Enggak, kok!" jawab Sekar.
"Wajahnya pucat," kata Ryan.
"Mungkin kurang tidur aja!" Sekar beralasan.
"Oh!" ucap Ryan singkat.
"Mas Ryan, apa boleh aku pinjam ponselnya?" Sekar meminta izin karena kebetulan juga Ryan sedang memegang ponsel.
"Boleh saja," kata Ryan. "Silahkan!" lanjut menyodorkan benda itu.
"Hmm, ada pulsanya, 'kan?" tanya Sekar dengan hati-hati.
"Ada, Mbak!" jawab Ryan tersenyum.
"Aku pakai, ya!" izin Sekar.
Ryan mengangguk mengiyakan.
Sekar mengeluarkan secarik kertas dari kantong celananya, lalu ia menghubungi kakak sepupunya dan memberitahu bahwa ia tak diberikan izin Reno dan mertuanya pulang kampung. Sekar juga meminta Anjani dan Maya menemuinya lagi di tempat biasa nanti sore.
Selesai menelepon, Sekar mengembalikan ponsel Ryan dan menyodorkan uang 10 ribu.
"Apa ini, Mbak?" tanya Ryan melihat uang di tangan Sekar.
"Buat ganti uang pulsa," jawab Sekar.
"Tidak perlu, Mbak!" tolak Ryan mengambil ponselnya dan mendorong tangan Sekar yang memegang uang.
"Tapi, aku sudah menghabiskan pulsanya!" kata Sekar.
"Enggak apa-apa, Mbak. Paling cuma habis sedikit," ucap Ryan.
"Kalau begitu, terima kasih!" kata Sekar tersenyum.
"Sama-sama, Mbak."
"Ya sudah, aku mau ke warung sembako. Sekali lagi terima kasih!" kata Sekar.
"Mbak Sekar, apa ada masalah?" tanya Ryan yang memang mendengar percakapan Sekar saat menelepon.
Sekar menjawabnya dengan senyuman tipis.
"Kalau butuh bantuan, Mbak Sekar bisa bicara dengan kami!" kata Ryan yang mengetahui jika Sekar tidak memiliki keluarga dan saudara di kota ini.
"Aku tidak memiliki masalah, Mas." lagi-lagi Sekar memberikan senyuman tipis dan singkat.
"Ya sudah, kalau begitu. Semoga Mbak Sekar baik-baik saja!" kata Ryan.
"Iya, Mas. Terima kasih, permisi!" Sekar pun melangkah.