NovelToon NovelToon
Pemburu Para Dewa

Pemburu Para Dewa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Sistem / Kelahiran kembali menjadi kuat / Akademi Sihir / Harem / Elf
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Ex_yu

Mati sebelum kematian, itulah yang dirasakan oleh Jeno Urias, pria usia 43 tahun yang sudah lelah dengan hidupnya. keinginannya hanya satu, mati secara normal dan menyatu dengan semesta.

Namun, Sang Pencipta tidak menghendakinya, jiwa Jeno Urias ditarik, dipindahkan ke dunia lain, Dunia Atherion, dunia yang hanya mengenal kekuatan sihir dan pedang. Dunia kekacauan yang menjadi ladang arogansi para dewa.

Kehadiran Jeno Urias untuk meledakkan kepala para dewa cahaya dan kegelapan. Namun, apakah Jeno Urias sebagai manusia biasa mampu melakukannya? Menentang kekuasaan dan kekuatan para dewa adalah hal yang MUSTAHIL bagi manusia seperti Jeno.

Tapi, Sang Pencipta menghendaki Jeno sebagai sosok legenda di masa depan. Ia mendapatkan berkah sistem yang tidak dimiliki oleh siapa pun.

Perjalanan panjang Jeno pun dimulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ex_yu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11. Arena Kebebasan dan Harga Diri.

Bab 11. Arena Kebebasan dan Harga Diri.

Langit Kota Velden tergantung dalam keheningan magis yang mencekam. Awan jingga pucat yang melayang di atas kota seolah menjadi saksi bisu dari pertempuran yang akan mengubah tatanan dunia. Namun di arena, suasana justru membara dengan intensitas yang hampir tak tertahankan.

Ratusan jiwa berkumpul di sekeliling arena batu kuno: struktur bangunan yang telah berdiri selama berabad-abad, menyaksikan lahir dan matinya para legenda. Batu-batu arena yang kusam kini seolah berdenyut dengan energi primordial, seakan menunggu darah yang akan membasahi permukaannya.

Bendera Serikat Petualang Kerajaan Naga Perak, dan Lumina berkibar dengan gagah, namun angin yang menggerakkannya terasa asing, terlalu dingin untuk sore yang hangat, terlalu berbisik dengan janji-janji yang tak dapat dipahami oleh pikiran fana.

Para petualang dari berbagai ras hadir: Elf bertelinga runcing dengan mata mereka yang tajam menyipit penuh perhitungan, Dwarf yang menggenggam segelas bir besar sambil menggeram penilaian, Drakekin yang tubuhnya kekar dari ras naga, Beastkin yang mengendus-endus udara dengan insting mereka yang terasah, bahkan beberapa bangsawan berpakaian mewah yang datang dengan kereta berlapis emas, semuanya terhipnotis oleh satu hal:

Duel antara dua kekuatan yang tidak seharusnya bertemu.

Di satu sisi: Jeno Urias, si pria muda misterius dari Pegunungan Pemangku Dunia, entitas yang keberadaannya sendiri merupakan anomali dalam hukum alam.

Di sisi lain: Amelia Silverleaf, Penyihir Agung Kerajaan Lumina, manifestasi dari kekuatan tertinggi yang dapat dicapai manusia.

Di kursi kehormatan yang diukir dari marmer putih, Justus duduk dengan ketenangan yang dipaksakan. Segelas anggur merah berusia seratus tahun terayun-ayun di tangannya yang bergetar halus, satu-satunya tanda kegelisahan dari seorang pria yang telah menyaksikan ribuan pertempuran.

"Duel ini," bisiknya pada dirinya sendiri, "akan mengubah hegemoni kekuasaan kerajaan di Atherion."

Tidak jauh dari sana, Rinka duduk di kursi penonton dengan tubuh yang tegang seperti dawai biola yang siap putus. Jari-jemarinya yang lentik mencengkram lutut dengan kekuatan yang membuat buku-buku jarinya memutih. Mata emasnya, warisan darah Darewolf menatap ke arena dengan campuran kecemasan dan harapan yang memilukan.

"Jeno..." bisiknya, suara yang terdengar seperti doa. "Kumohon, jangan kalah dari kesombongan kerajaan!"

Teman-temannya, Ren memeluk perisai besi dengan ekspresi wajah gelisah, Kael si pemanah berambut merah melihat sekelilingnya, Toma si pelacak yang gelisah memainkan belati, dan Doru si Mage yang membaca aura dengan intens, semuanya ikut tegang dalam antisipasi yang mencekik.

Di antara kerumunan, perdebatan bergema seperti guntur yang mendekat:

"Amelia Silverleaf! Tidak ada yang bisa mengalahkan sihir tingkat Archmage!"

"Tapi Jeno itu mengalahkan Bugbear dengan pukulan telanjang!"

"Itu keberuntungan! Penyihir Agung tidak bisa dikalahkan!"

"Kalian tidak merasakan auranya... Ada yang tidak beres dengan pemuda itu..."

Lonceng kuningan berbunyi dengan nada yang bergema, menggetarkan jiwa setiap orang yang mendengarnya. Suara itu bukan hanya sinyal dimulainya pertarungan, ini adalah panggilan takdir.

Dua sosok melangkah ke tengah arena dengan langkah yang membelah realitas itu sendiri.

Dari sisi kiri, Amelia Silverleaf muncul bagaikan dewi perang yang turun dari kahyangan. Jubah biru gelap yang membalut tubuhnya berkilau dengan ukiran sihir yang berpendar: rune-rune kuno yang ditulis dengan tinta mana murni. Setiap langkahnya meninggalkan jejak cahaya kebiruan yang menghilang sedetik kemudian.

Di punggungnya, tergantung tongkat kristal Mithril yang bergetar dengan kekuatan yang terpendam, itu adalah artifact legendaris yang konon dibuat dari hati gunung berapi dan air mata naga. Aura mana di sekitarnya begitu pekat hingga udara bergetar seperti gelombang panas, dan tanah di bawah kakinya berubah menjadi kristal es yang berkilau.

Matanya memancarkan kebencian yang murni, tapi bukan hanya karena hinaan yang diterimanya, tapi karena sesuatu yang lebih dalam. Sesuatu yang berbisik di telinga jiwanya bahwa lawan di hadapannya adalah ancaman eksistensial terhadap dunia yang dia kenal.

Dari sisi kanan, Jeno Urias melangkah dengan kemalasan yang menipu. Mantel kulit usang yang membalut tubuhnya berderak pelan, sepatu lusuh yang tampak akan hancur kapan saja, dan tatapan mata yang seolah melihat segalanya namun tidak peduli terhadap apapun.

Tidak ada senjata. Tidak ada sihir yang terlihat. Tapi justru di situlah letak kengerian yang sesungguhnya. Di mana seharusnya ada aura Mana sihir, hanya ada kekosongan yang menakutkan. Seolah-olah Jeno bukan bagian dari realitas ini, seperti sebuah lubang hitam yang menyerap segalanya tanpa memberikan apapun sebagai gantinya.

Para penyihir di antara penonton merasakan sesak yang mendalam. Sistem deteksi sihir mereka berteriak dengan alarm yang tidak dapat dijelaskan.

Justus berdiri dari tempat duduknya, suaranya menggema dengan otoritas yang tak terbantahkan: "Peraturan seperti biasa: dilarang saling membunuh. Duel ini akan berlangsung sampai salah satu menyerah, tidak sadarkan diri, atau wasit menghentikan pertarungan."

Amelia menyeringai yang mengubah wajah cantiknya menjadi topeng malaikat maut: "Siapkan dirimu, bocah. Kau akan merasakan kekuatan yang tak bisa dijangkau makhluk seperti—"

BOOM!

Kata-katanya terputus seketika.

Angin mendadak meledak di sekitar Jeno dengan kekuatan yang melebihi badai topan. Tanah arena retak dalam pola geometris yang sempurna, seolah realitas sendiri yang pecah. Pasir berhamburan dalam pusaran yang membentuk simbol-simbol yang tidak dikenal manusia.

Penonton di kursi depan terdorong mundur dengan kekuatan yang hampir melemparkan mereka ke luar arena. Beberapa penyihir level rendah langsung pingsan karena tekanan aura yang tak dapat dijelaskan.

Amelia memucat seperti mayat hidup. Sistem deteksi sihirnya berteriak dengan peringatan yang memekakkan telinga:

[SISTEM DETEKSI: AURA EKSISTENSI LAWAN MEMICU EFEK "DISTORSI REALITAS MINOR". PENGGUNA DIANGGAP BUKAN BAGIAN DARI SISTEM MANA ATHERION.]

[PERINGATAN: LEVEL ANCAMAN TIDAK DAPAT DIHITUNG]

[REKOMENDASI: MUNDUR SEGERA]

"K-kau..." suaranya bergetar seperti daun di angin kencang. "Belum menyerang, tapi... kenapa tekanan sihirmu... Tidak, ini bukan sihir. Ini... apa ini?"

Jeno mengangkat tangan dengan gerakan yang sangat sederhana, namun gerakan itu membuat seluruh arena bergetar. "Tenang. Aku belum apa-apa."

Suaranya tenang, hampir bosan. Seolah dia sedang berbicara tentang cuaca, bukan tentang kekuatan yang cukup untuk menghancurkan kota.

Amelia mengertakkan gigi sampai bunyi bergemeretak. Kebanggaannya sebagai Penyihir Agung tidak mengizinkannya untuk mundur, meskipun setiap sel dalam tubuhnya berteriak untuk lari.

Dengan gerakan yang elegan namun penuh kebencian, ia menghantamkan tongkat kristal Mithril ke tanah. Suara yang dihasilkan bukan hanya bunyi fisik, ini adalah simfoni kekuatan yang menggetarkan jiwa.

"Pembekuan Absolut... Es Surga yang Kekal!"

Sihir tingkat tinggi melesat dari bola kristal di tongkatnya. Pilar-pilar es raksasa muncul dari tanah dengan kecepatan yang melebihi panah: setiap pilar berdiameter tiga meter dan tinggi sepuluh meter, terbuat dari es yang lebih keras dari berlian dan lebih dingin dari kekosongan antariksa.

Puluhan pilar merayap dengan cepat ke arah Jeno dalam formasi yang sempurna, dirancang untuk menjebak dan menghancurkan apapun yang terjebak di dalamnya. Udara di sekitar arena langsung membeku, napas para penonton mengeluarkan uap putih, dan beberapa tanaman layu seketika.

"Ini baru level 3." Bisik Jeno ketika menggunakan kekuatan sistemnya, ia segera mengayunkan pukulan.

ZRAAK! BOOM!

Satu pukulan ke udara dari Jeno. Hanya satu pukulan sederhana, seperti seseorang yang mengusir lalat. Namun efeknya menciptakan ledakan udara yang memecah seluruh pilar es dalam sekejap mata. Ribuan ton es yang lebih keras dari berlian hancur menjadi debu kristal yang berkilau di udara seperti salju berlian. Dan, tak satu pun serpihan es menyentuh kulit Jeno Urias.

1
strivee
sampah najis ktl bnhgst bertele2tlrplr
black swan
...
Kang Comen
Udh OP malah gk bisa terbang ????
Situ Sehat ??!
Kang Comen
lah mkin trun jauh kekuatan nya....
Buang Sengketa
masih pingin baca petualangan excel 😁
Stra_Rdr
kerennnn🔥🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!