Spin-off dari Istri Amnesia Tuan G
Dalam beberapa jam, Axello Alessandro, seorang aktor terkenal yang diidamkan jutaan wanita jatuh ke titik terendahnya.
Dalam beberapa jam, Cassandra Angela, hater garis keras Axel meninggal setelah menyatakan akan menggiring aktor itu sampai pengadilan.
Dua kasus berbeda, namun terikat dengan erat. Axel dituduh membunuh dua wanita dalam sehari, hingga rumah tempatnya bernaung tak bisa dipulangi lagi.
Dalam keadaan terpaksa, pria itu pindah ke sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Tapi rumah itu aneh. Karena tepat pukul 21.45, waktu seakan berubah. Dan gadis itu muncul dengan keadaan sehat tanpa berkekurangan.
Awalnya mereka saling berprasangka. Namun setelah mengetahui masa lalu dan masa kini mereka melebur, keduanya mulai berkerjasama.
Cassie di masa lalu, dan Axel di masa kini. Mencoba menggali dan mencegah petaka yang terjadi.
Mampu kah mereka mengubah takdir? Apakah kali ini Cassie akan selamat? Atau Axel akan bebas dari tuduhan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11 ~ Buku Tua
Di sisi lain, Axel yang sudah memejamkan mata menunggu bogeman mentah itu mulai membuka sebelah matanya. Pria itu merasakan beban di atas tubuhnya menghilang, dan kepalan tangan Cassie juga tidak sampai-sampai ke wajahnya.
"Eh?" gumamnya saat tidak melihat siapa pun. Tangannya menekan di atas lantai untuk bangun, pria itu lalu duduk dengan linglung.
"Aku baru saja kelahi sama setan?" gumamnya bingung. Tapi kenapa terasa sangat nyata?
Teringat sesuatu ia buru-buru bangkit dan berlari ke kamar. Semuanya sudah tampak semula, kamarnya yang kosong dan rapi.
Ia segera meraih ponsel di atas meja dan menghidupkan layarnya. Waktu menunjukkan jam 10 lewat 30 menit malam, tanggal 15 Januari 2025.
"Sama persis, semua keanehan muncul di jam yang sama setiap hari. Dan setelah 45 menit, semuanya kembali normal." Axel bermonolog sendiri, pria itu memang sudah mengamati sejak kemarin malam. Dan hari ini ia semakin yakin akan rentang waktu terjadinya hal tidak masuk akal ini.
"Apa jangan-jangan dia bukan setan? Tapi dia dari masa lalu. Ah, apa yang aku pikirkan sih?" Axel memukul kepalanya pelan, semua yang terjadi membuatnya tidak bisa berpikir normal sekarang.
"Besok aku harus cari Profesor Kresna. Mungkin dia bisa bantu jelasin apa yang terjadi."
Malam itu juga ia meminta Hugo untuk mengantarkan motornya. Saat pagi tiba, Hugo sudah datang sembari mengendarai sepeda motor milik pria itu.
"Makasih, Kak." Axel mengusap motor besarnya yang sudah lama tak ia jumpai itu. Ternyata ia cukup rindu dengan benda yang sering menemaninya saat ada waktu senggang dulu.
"Untuk apa kau memintaku membawanya? Aku sampai harus mengendap-endap agar tidak ketahuan para penguntitmu." Hugo berbicara kesal sembari menghela napas kasar.
Padahal Axel sama sekali tidak boleh sembarang keluar. Tapi pria itu malah memintanya membawa kuda besi kesayangannya ke mari.
"Aku rindu padanya, Kak. Kau lihat, rumah ini begitu kosong. Tiap dilihat itu hampa sekali, aku benar-benar kebosanan tanpa bisa buat apa-apa. Kalau ada Blacky di sini kan, aku setidaknya bisa merawatnya setiap hari."
Hugo menghela napas lelah, apa yang dikatakan Axel tidak mengherankan. Pria itu memang sangat menyayangi motor hitam miliknya yang diberi nama Blacky itu.
"Baiklah. Maaf, aku enggak bisa menemanimu akhir-akhir ini."
Axel tersenyum dan menggeleng pelan. "Enggak perlu minta maaf, Kak. Kesehatan bibi lebih utama. Sekarang lebih baik kau kembali menemani bibi." Axel sedikit mendorong tubuh Hugo yang awalnya masih ingin duduk.
Pria itu mengernyit, kali ini sedikit heran dengan keanehan yang ditunjukkan pria di depannya. Matanya seketika berubah jadi tajam. "Apa yang kau rencanakan?"
"Enggak ada. Bukannya kau mau menemani bibi? Jarang-jarang kita senggang kan, lebih baik waktunya kau curahkan pada bibi agar lebih cepat sembuh. Selama ini kan kita terlalu sibuk, sampai bibi selalu sendirian di rumah."
Tatapan Hugo yang tajam tadi meredup saat mendengar penuturan Axel. Pria itu entah kenapa terasa lebih dewasa sekarang. Ia lalu mengembangkan senyum. "Baiklah, kau jangan kemana-mana, ya! Aku udah beli makanan dan beberapa bahan. Kau bisa masak sendiri juga nanti."
Axel mengangguk, membalas senyum itu dengan tipis.
Setelah Hugo benar-benar pergi, Axel membalikkan tubuhnya yang mengintip dari jendela. Senyum yang dari tadi terus terpatri hilang dalam sekejap. Sekarang ia menatap serius pada motor di depannya.
.
.
.
Pintu kayu itu berderit saat Axel mendorongnya pelan. Ia sudah mengetuk beberapa kali, namun tidak ada balasan hingga pria itu berinisiatif sendiri. Siapa yang sangka pintu itu tidak dikunci sama sekali.
"Prof... Prof Kresna," panggil Axel sembari melangkahkan kakinya masuk.
Namun sejauh ia melangkah, orang yang ia cari tidak menampakkan dirinya. Axel memandang rumah yang hampir penuh diisi oleh buku itu. Dengan matanya yang jelalatan, ia mengerutkan kening saat melihat sebuah buku tua yang begitu menarik perhatian.
"Resonansi Waktu," gumam Axel sembari membaca judul buku itu.
Pria itu lalu duduk di salah satu kursi kayu. Membuka lembar demi lembar dan membaca dengan serius.
Benda yang menyimpan resonansi waktu tidak bekerja seperti mesin. Ia menyimpan jejak emosional, kematian, kehilangan, penyesalan mendalam, dan memadatkannya seperti lapisan. Pada momen tertentu, ketika kondisi alam, ruang, dan waktu sejajar, celah terbuka. Masa lalu tidak hanya muncul, ia menyusup, perlahan menyatu dengan masa kini.
Axel mengerutkan kening dalam. Penjelasan dalam buku ini, sedikit banyak membuatnya mengerti. Pertemuan dengan Cassie dan semua yang terjadi terasa sedikit masuk akal sekarang.
"Kau ke sini?" Tiba-tiba sebuah suara serak yang tak muda lagi menyapa pendengaran Axel. Pria itu menoleh, mendapati orang yang ia cari berdiri di depan pintu.
"Prof."
.
.
.