Mikayla, wanita pekerja keras yang telah mengorbankan segalanya demi keluarga, justru terbaring sendiri di rumah sakit karena sakit lambung kronis akibat kelelahan bertahun-tahun. Di saat ia membutuhkan dukungan, keluarganya justru sibuk menghadiri pernikahan Elsa, anak angkat yang mereka adopsi lima tahun lalu. Ironisnya, Elsa menikah dengan Kevin, tunangan Mikayla sendiri.
Saat Elsa datang menjenguk, bukan empati yang ia bawa, melainkan cemooh dan tawa kemenangan. Ia dengan bangga mengklaim semua yang pernah Mikayla miliki—keluarga, cinta, bahkan pengakuan atas prestasi. Sakit hati dan tubuh yang tak lagi kuat membuat Mikayla muntah darah di hadapan Elsa, sementara gadis itu tertawa puas. Tapi akankah ini akhir cerita Mikayla?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Angkut Semua Barang
Puluhan tas branded kini memenuhi tempat tidur, lantai, bahkan sofa panjang di sudut ruangan. Kardus-kardus besar terbuka, siap menampung koleksi mewah yang telah menemani Mikayla.
Sementara seorang wanita dengan seragam rumah sederhana membantu melipat kertas pelindung.
“Mbak Kiki, yang ini masukin ke box nomor tiga, ya,” ujar Mikayla sambil menyerahkan sebuah tas Chanel berwarna hitam matte.
Mbak Kiki mengangguk, ekspresinya masih tampak ragu. “Nona, ini beneran mau dijual semua? Sayang banget, loh. Ini kan koleksi kesayangan Mbak.”
Mikayla tersenyum samar. Senyuman yang tak sampai ke matanya. “Iya, Mbak. Biarin aja. Aku nggak butuh semua ini lagi.”
“Lho, tapi yang ini tuh… yang waktu itu Nona rebutan pas di Paris, kan? Yang limited itu, cuma ada dua puluh Di dunia?” suara Kiki tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
Mikayla mengangguk tanpa menoleh. “Iya. Tapi sekarang… dia cuma jadi barang. Barang yang terlalu berharga kalau akhirnya jatuh ke tangan yang salah.”
Mbak Kiki mengerutkan dahi. Tangan yang salah? Siapa yang dimaksud? Tapi ia tak berani bertanya.
“Baiklah, Nona…” ujarnya pelan sambil memasukkan tas tersebut ke dalam box.
Setelah semua tas masuk rapi dalam kardus dan diberi label sesuai, Mikayla mengambil ponselnya dan membuka aplikasi ekspedisi langganannya. Ia memesan pengambilan barang ekspres, lengkap dengan asuransi penuh dan perlakuan khusus sebagai barang koleksi.
Setelah selesai, ia menekan nama kontak:
Dinda – Sahabat / Asisten.
Tut… tut…
Klik.
“Mik? Wah, tumben banget nelepon pagi-pagi begini.”
“Pagi dari mana? Ini sudah hampir siang. Huh!”
“Iya, iya. Mikayla. Ada apa?”
“Di, kamu bisa ke mansion sekarang?” suara Mikayla tenang, tapi ada tekanan halus di sana.
“Hmm? Bisa sih… Tapi kamu kenapa? Suaramu aneh.”
“Aku butuh bantuan kamu. Tolong bawa beberapa orang.”
“Hah? Orang? Banyak? Buat apa?” Diana jelas makin bingung.
“Angkut semua koleksi perhiasanku. Gelang, cincin, kalung, anting. Yang di laci, di brankas, di etalase juga. Semua nya!”
“Apa? Kamu serius? Untuk apa?”
“Sudah, jangan banyak tanya!”
“Hm, baiklah. Aku akan segera kesana!”
Setelah itu, telfon ditutup.
Mikayla segera mengetik sesuatu di ponselnya, dan mengirimkan nya ke Dinda.
Mbak Kiki masih berdiri terpaku di depan tumpukan kardus berisi tas-tas branded yang sudah dibungkus rapi. Suasana kamar yang biasanya elegan kini terasa seperti gudang ekspedisi.
Dengan hati-hati, ia membuka suara, “Nona Mikayla… maaf ya, saya nanya, emangnya keluarga Nona bangkrut, ya?”
Mikayla menoleh sambil terkekeh kecil. “Hahaha... nggak, Mbak Kiki. Nggak bangkrut kok. Aku cuma lagi mau beli koleksi tas yang baru.” jawabnya ringan, seolah menjual puluhan tas limited edition itu bukan hal besar.
Mbak Kiki mengangguk-angguk ragu. “Oh… saya kira keluarga Nona bangkrut. Soalnya tadi denger Nona juga minta perhiasan diangkut semua. Saya sampai mikir, jangan-jangan lagi dikejar utang...” gumamnya setengah bercanda, setengah serius.
Belum sempat Mikayla menjawab, suara ketukan terdengar dari pintu.
Tok… tok… tok…
Pintu terbuka perlahan, memperlihatkan sosok Bi Nini, salah satu pengurus rumah yang sudah mengabdi cukup lama di keluarga Mikayla.
“Nona Mikayla… Tuan dan Nyonya sudah datang,” katanya pelan, dengan nada hati-hati.
Mikayla tersenyum tipis. “Ah… akhirnya. Elsa sudah datang, ya?” gumamnya dalam hati, lalu ia mengangguk pada Bi Nini. “Terima kasih, Bi.”
Tapi Bi Nini masih berdiri di ambang pintu, tampak ragu seolah ingin mengatakan sesuatu.
Mikayla menatapnya langsung. “Ada apa, Bi?”
“Tadi... Tuan dan Nyonya datang bawa seorang gadis, Nona. Saya kurang tahu siapa... Tapi mereka tampak... dekat.”
Mikayla mengangguk pelan. Tak ada ekspresi terkejut di wajahnya, seolah ia sudah menebak.
“Baiklah, Bi. Aku akan segera turun.” ucapnya sambil merapikan ujung bajunya dan berjalan melewati Bi Nini.
Bi Nini tampak ragu. Ia menoleh ke arah Mikayla yang sudah hendak melangkah keluar kamar.
“Nona…”
Mikayla menoleh. “Ada apa lagi, Bi?”
Bi Nini menelan ludah. “Gadis yang bersama mereka, sepertinya akan tinggal di sini.”
Mikayla terdiam sebentar. “Begitu ya?” suaranya datar. “Baik, aku mengerti.”
Lalu Mikayla pergi meninggalkan kamar, tanpa satu pun ekspresi di wajahnya.
Begitu Mikayla menghilang dari pandangan, Mbak Kiki langsung mendekat ke Bi Nini. “Bi… siapa gadis yang datang bersama Tuan dan Nyonya?”
“Entahlah. Aku juga nggak kenal. Tapi dari cara Tuan dan Nyonya bersikap, sepertinya penting.”
Lalu matanya tertuju pada tumpukan kardus di sudut ruangan. “Lho… ini semua, bukankah barangnya Nona Mikayla, ya? Kenapa semua di kardusin?”
“Iya,” angguk Mbak Kiki. “Tas-tas Nona Mikayla dijual semua.”
“Dijual?? Kamu Serius, Ki?” Bi Nini nyaris memekik. “Lho… ini kan tas mahal-mahal semua! Bini pernah lihat yang warna merah itu harganya bisa buat DP rumah!”
“Hehe, iya... katanya mau dikirim ke alamat temannya. Udah dibeli semua.”
Bi Nini masih tercengang. “Ya ampun! tapi kenapa dijual, ya?”
“Makanya tadi aku kira keluarga ini bangkrut,” Mbak Kiki menambahkan dengan canggung.
Bi Nini melotot kecil. “Sembarangan kamu kalau bicara! Mana mungkin keluarga ini bangkrut. Jangan sembrono kalau ngomong.”
“Iya, iya, maaf, Bi,” ujar Mbak Kiki cepat. “Cuma… aneh aja. Semua koleksi dijual, sekarang perhiasan juga mau diangkut. Nona Mikayla kelihatan… beda banget dari biasanya.”
“Apa? Perhiasannya juga?”
“Em, aneh kan?”
Bi Nini menganggukkan kepalanya sambil melihat kardus-kardus itu.
Langkah Mikayla menuruni tangga terasa berat. Suara canda tawa dari ruang tamu menyambutnya bahkan sebelum ia tiba di anak tangga terakhir. Cahaya dari lampu gantung berkilau mewah, tapi tak bisa menghangatkan dada Mikayla yang justru terasa beku.
Ia menghentikan langkahnya sejenak di pertengahan tangga.
Di bawah sana, duduk di sofa utama ruang tamu, tampak Papa Julio dan Mama Vivi. Mereka tertawa bersama Elsa. Gadis itu duduk di tengah mereka, mengenakan gaun pastel sederhana yang memberi kesan polos dan manis.
Papa Julio merangkul bahu Elsa dengan akrab, sedangkan Mama Vivi menggenggam tangan Elsa seperti seorang ibu kandung menyambut anak perempuannya yang lama pergi.
“Elsa, jangan terlalu khawatir,” ucap Mama Vivi sambil tersenyum lembut. “Mikayla itu anak yang sangat baik. Tante yakin dia akan menerima kamu dengan hangat.”
Elsa menunduk, pura-pura canggung, lalu menggigit bibir bawahnya pelan. “Tapi... bagaimana kalau Kak Mikayla tidak menyukai aku, Tante? Aku takut, Kak Mikayla merasa aku merebut tempatnya.”
“Astaga, sayang... tidak mungkin,” ujar Papa Julio sambil menepuk pelan punggung Elsa. “Kamu itu sudah seperti anak kandung kami sendiri. Dan Mikayla pasti mengerti itu. Dia kan kakakmu sekarang.”
Elsa menatap Papa Julio dengan mata yang sedikit berair. “Tapi aku tahu diri kok, Om... Aku nggak akan pernah bisa menggantikan Kak Mikayla. Aku cuma takut keberadaan aku menyakiti dia.”
Papa Julio dan Mama Vivi menatap Elsa dengan perasaan campur aduk.
buktikan bahwa kamu bisa bahagia dan menjadi orang besar tanpa harus memakai embel embel nama keluarga tocix itu
pingin tak tabok pke sandal.swalloy itu si ratu drama terus tak lempari telur bosok
suwun thor udah bikin emosi qt turun naik 😀
pingin tak tabok pke sandal.swalloy itu si ratu drama terus tak lempari telur bosok
suwun thor udah bikin emosi qt turun naik 😀
Mikayla semangat 💪
bakal nyesel nanti keluarganya.