Kehidupan Ayunda naraya dan Edward alexandra berjalan seperti biasanya, bahkan mereka terlihat romantis. Hingga disuatu hari ayunda harus menerima fakta yang menyakitkan, ia merasa dibohongi habis-habisan oleh suaminya sendiri.
Bagaimana kisah kehidupan ayunda selanjutnya?? Kepoinn terus cerita ini yaa...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaacy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
🌷Happy Reading🌷
Mereka terus menyusuri jalanan desa hingga tiba di depan sebuah rumah seperti tak layak huni, dinding bambu yang bolong, atap rumah yang terbuat dari daun rumbia itu sudah hampir hancur karena termakan oleh usia.
"Kamu sudah datang rupanya, Ndra."
Reflek ayunda dan rahendra langsung menoleh kebelakang, seorang wanita berbaju lusuh serta wajah kotor terkena tanah berjalan kearah mereka, namun sorot matanya tajam.
"Mbak Dania, ini ayunda." Tunjuk rahendra
kepada ayunda yang berdiri disebelahnya.
"Ayunda, mbak." Ujar ayunda dibalas anggukan oleh mbak dania.
"Ayo masuk sebelum anak buahnya melihat keberadaan kita."
Rahendra dan ayunda mengangguk, mereka berjalan mengikuti mbak dania masuk kedalam rumah itu.
Ayunda terpaku saat masuk kedalam rumah yang terlihat bersih serta nyaman walaupun dindingnya bolong di beberapa bagian. Sangat jauh berbeda dengan keadaan diluar rumah yang seperti tak terawat, sampah dimana mana, serta tumpukan kayu api yang sudah berjamur.
Mbak dania keluar dari dalam kamar, ia sudah berganti baju kaos hitam serta celana hitam, wajahnya sudah tidak kotor lagi, sepertinya ia sudah mencuci wajahnya terlebih dahulu.
Mbak dania duduk dihadapan mereka berdua, tatapan wanita itu begitu dalam kearah ayunda.
"Ada apa mbak?" Tanya ayunda merasa tak nyaman ditatap sedemikian rupa.
Huftt
Terdengar suara helaan napas panjang mbak dania, ia mengeluarkan sebuah album usang dari dalam tas hitam miliknya.
Album itu diletakan tepat dihadapan ayunda dan rahendra.
"Buka albumnya." Perintah mbak dania
Ayunda langsung membuka album usang itu, di halaman pertama empat foto tersusun rapi, dua foto pernikahan lalu duanya lagi adalah foto wanita sedang hamil besar.
Dibawah foto itu tertulis nama 'Melani wiratama dan dewangga pratama'
Degg!!
Darah ayunda berdesir saat membaca kedua nama itu, entah mengapa ia ingin menangis saat menatap ke empat foto itu.
Halaman kedua dibuka menunjukan lima foto yang tersusun rapi. Tiga foto diambil dirumah sakit saat melani ingin melahirkan dan dewangga menggendong seorang bayi cantik yang baru saja lahir, sedangkan dua lainnya menunjukan saat melani dan dewangga tersenyum lebar seraya menggendong bayi mereka.
Halaman ketiga dibuka lagi oleh ayunda, menunjukan empat foto bayi cantik yang dipakaikan oleh bando sedang tertidur tenang didalam box bayi.
Ayunda membuka halaman terakhir yang menunjukan seorang wanita kurus bersama bayi di sampingnya, wanita itu terlihat depresi sembari menatap kearah jendela.
"Ini siapa?" Tanya ayunda menunjuk kearah foto wanita itu.
"Ini melani, ibu kamu."
Deg!!
Ayunda merasakan jantungnya berdetak lebih cepat, matanya berkaca kaca siap menumpah kan air mata.
"Jadi bayi itu?...."
Mbak dania mengangguk." Bayi itu adalah kamu saat masih kecil dulu, segala momen diabadikan oleh ayah kamu di dalam album ini, kecuali foto tante melani saat sedang depresi karena kehilangan om dewangga, foto itu diambil oleh ayah rahendra lalu diberikan kepadaku."
Air mata ayunda luruh begitu saja, ia merasakan sesak di dadanya akibat menerima fakta ini. Sedangkan rahendra hanya diam sembari mengelus kedua bahu ayunda.
"Kenapa ayah meninggal mbak? Apa beliau sakit?"
Mbak dania menggeleng pelan, mata nya berkaca kaca saat mengingat pristiwa kelam itu.
"Ayah kamu bukan sakit, tapi dibunuh!!."
"Dibunuh? Siapa orang yang udah bunuh ayah aku mbak?" Tanya ayunda seraya memegang dadanya yang sesak menahan amarah.
Pandangan mbak dania lurus ke depan, ia mulai menceritakan pristiwa yang merenggut nyawa kedua orang tuanya serta ayah ayunda.
"Waktu itu kedua orang tua kamu sedang berbahagia karena kelahiran kamu ke dunia, bayi yang sudah mereka nantikan selama sepuluh tahun. Namun kebahagian itu harus sirna tak kala para orang orang biadap itu mendatangi rumah kalian, menembak om dewangga tepat di kepala serta dadanya hingga mati, lalu mengejar tante melani yang lari ke hutan. Aku yang berusia 10 tahun kala itu ingin menolong dan berteriak, namun aku tak punya keberanian. Aku memutuskan untuk pulang ke rumah untuk mengabari ayah dan ibu, namun aku mendengar suara pekikan ibu serta disusul dengan suara tembakan beruntun, aku mendekat kearah rumah dan mengintip dari balik jendela, bisa ku lihat jika kedua orang tua ku sudah bersimbah darah. Aku melihat semuanya, hatiku hancur sejak saat itu, sebelum orang biadap itu pergi, aku sempat melihat mobil jeep yang memiliki lambang bunga anggrek hitam."
Mbak dania mengakhiri ceritanya dengan pipi yang sudah basah oleh air mata. Ayunda dan rahendra tak dapat menahan air mata mereka, terutama ayunda.
"Setelah itu apa yang terjadi, mbak?" Tanya ayunda.
"Aku masuk kedalam rumah, berteriak, menangis, serta memeluk kedua tubuh ibu dan ayah setelah itu menguburkan mereka tepat di belakang rumah, aku juga udah mencari keberadaan tante melani di hutan berharap ketemu, namun nggak pernah ketemu. Aku kembali kerumah om dewangga untuk menguburkan mayatnya, namun aku ngeliat seorang pria sedang menggali lubang dibelakang rumah, lalu menguburkan mayat ayah kamu, aku mendatangi pria itu, ia memperkenalkan dirinya sebagai raharja yang membantu tante melani malam itu." Ujar mbak dania menjelaskan.
Ayunda menatap rahendra." Raharja itu ayah kamu kan?"
Rahendra mengangguk." Iya nda, waktu itu ibu kamu minta sama ayah buat datang ke desa ini buat nguburin jasad ayah kamu."
Ayunda menunduk dalam, ia menangis tergugu, hatinya begitu sakit saat mengetahui jika ayah nya telah di bunuh dan ibunya yang sudah meninggal dunia.
"Mbak bilang sempat melihat mobil jeep berlambang anggrek hitam?"
Mbak dania mengangguk, wanita itu mengeluarkan sketsa dari dalam tas nya, gambar sebuah mobil jeep serta anggrek hitam.
"Aku tau siapa pemilik mobil ini."
"Siapa?"
"Keluarga wijaya, setiap mobil pribadi serta anak buahnya memilik lambang anggrek hitam dibelakang mobil mereka." Ucap ayunda seraya menjukan foto mobil dan gambar papa wijaya kehadapan mbak dania dan rahendra
Ayunda mengepalkan kedua tanganya, napas wanita itu memburu, ia begitu yakin jika dalang dari semua ini adalah wijaya, ayah dari edward.
"Kalo itu benar, lawan kita bukan orang sembarangan, bisa di lihat dari foto ini jika pria yang bernama wijaya itu licik." Ucap rahendra.
Ayunda dan mbak dania mengangguk membenarkan ucapan rahendra.
"Besok pagi aku bakalan kerumah kamu ndra, buat bahas ini semua." Ucap mbak dania.
Ayunda dan rahendra mengangguk, mereka berpamitan kepada mbak ayunda untuk pulang karena hari sudah beranjak sore.
"Kalian hati hati dijalan ya?."
"Iya mbak, kami pulang dulu."
Rahendra dan ayunda langsung pergi meninggalkan rumah mbak dania, mereka berlari agar cepat tiba di depan gapura desa.
Sakit di bagian siku serta badan ayunda yang sempat terjatuh itu tak lagi dihiraukan, yang paling penting adalah cepat sampai ke desa selojati sebelum malam menjelang.
Duk Duk Duk
Suara hentakan kaki kuda menggema dibelakang mereka, ayunda dan rahendra langsung menepi membiarkan andong itu lewat. Namun ternyata andong tersebut berhenti tepat di samping mereka berdua.
Seorang kusir menghampiri mereka, "Kalian mau kemana?" Tanya kusir itu.
"Kami mau ke desa selojati, pak." Jawab rahendra sopan.
"Saya juga mau ke desa itu, tepatnya kerumah pak rt herman. Kalo mau kalian bisa menumpang saya."
Ayunda dan rahendra saling pandang, mereka mengangguk cepat.
"Kami mau pak." Jawab keduanya serempak.
"Nama saya surya." Ujar pak surya selaku kusir andong memperkenalkan diri kepada mereka.
"Yasudah kalo begitu ayo naik." Lanjut pak surya, rahendra dan ayunda langsung naik kedalam andong.
Kereta andong itu langsung meleset pergi meninggalkan desa alas pinus menuju desa selojati.