bijak dalam memilih bacaan!
"Kamu... siapa?" bisik Zeya lirih, tangan kirinya memegangi kepala yang berdenyut hebat.
Pria itu tersenyum lembut, menatapnya seolah ia adalah hal paling berharga di dunia ini.
"Aku suamimu, sayang. Kau mungkin lupa... tapi tenang saja. Aku akan membuatmu jatuh cinta lagi...seperti dulu."
*****
Zeya, seorang mahasiswi kedokteran, tiba-tiba terbangun di dunia asing. Ia masih dirinya yang sama,nama, wajah, usia..tak ada yang berubah.
Kecuali satu hal, kini ia punya suami.
Ares Mahendra. Dosen dingin yang terlalu lembut saat bicara, terlalu cepat muncul saat dibutuhkan… dan terlalu mengikat untuk disebut sebagai “suami biasa.”
Zeya tidak mengingat apa pun. Tapi dokumen, cincin, dan tatapan Ares terlalu nyata untuk disangkal. Ia pun mulai percaya...
Hingga satu rahasia terkuak,zeya bukan istri nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azida21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19 : Ciuman Dibawah Ancaman.
Zeya masih duduk tegak di bangkunya, mencoba memusatkan perhatian pada penjelasan dosen di depan kelas. Namun, konsentrasinya terusik oleh suasana ganjil yang belum juga hilang. Teman-teman sekelasnya duduk berjauhan darinya, seolah-olah kehadirannya membawa sesuatu yang tak kasat mata… sesuatu yang ditakuti.
Ia menghela napas pelan. Sesekali ia mencatat, tapi lebih sering memandangi halaman kosong buku tulisnya. Pikirannya masih sibuk dengan semua hal aneh yang terjadi sejak pagi.
Pintu kelas tiba-tiba diketuk, lalu terbuka sedikit.
“Permisi, Pak,” ujar seorang pemuda berseragam staf kampus.
“Iya, ada apa?” tanya dosen sambil menoleh.
“Pak Ares memanggil Zeya ke ruangannya sekarang.”
Zeya menegang.
Dosen menatapnya sesaat, lalu mengangguk. “Silakan, Zeya. Tolong sampaikan salam saya pada beliau.”
Zeya mengangguk pelan dan berdiri. Seluruh tatapan kelas kembali tertuju padanya. Kali ini, ada campuran rasa penasaran dan ketakutan yang lebih dalam.
Dengan langkah ragu, ia keluar dari kelas. Perasaannya tidak tenang. Kenapa Ares memanggilku sekarang? Bukankah dia bilang sedang sibuk dengan jadwal operasinya?
Sesampainya di depan kantor Ares, Zeya berhenti sejenak. Ia menatap pintu tertutup itu, menarik napas, lalu mengetuk dengan pelan dan hati-hati.
Sebuah suara dingin terdengar dari dalam.
“Masuklah.”
Zeya mendorong pintu perlahan dan melangkah masuk. Tapi belum sempat ia menutup pintu di belakangnya, tangan Ares tiba-tiba menarik pergelangan tangannya. Dengan cepat, ia menghimpit Zeya di antara tubuhnya dan pintu yang kini tertutup rapat.
“A-Ares...” Zeya terkejut.
“Sayangku...” bisik Ares lirih namun intens, matanya menatap Zeya dengan sorot yang tak bisa ditebak. “Akhirnya kamu datang juga. Aku... sangat merindukanmu.”
Tanpa memberi waktu bagi Zeya untuk merespons, Ares langsung menunduk dan mencium bibirnya. Gerakan yang terlalu cepat, terlalu mendadak, membuat Zeya terperanjat.
“Jangan!” serunya pelan namun panik, lalu mendorong dada Ares dengan kedua tangannya hingga laki-laki itu mundur selangkah.
“Kita di kampus, Ares. Kamu sadar kan di mana kita sekarang?”
Ares menatapnya dalam diam, lalu perlahan berjalan mendekat lagi. Namun kali ini, tatapannya tidak sekadar rindu. Ada kekecewaan yang samar dan kemarahan yang dingin.
“Aku tidak peduli kita di mana,” ucapnya akhirnya, suaranya datar namun mengandung tekanan. “Yang aku pedulikan.... adalah kamu mulai meragukan ku.”ucap nya dengan nada marah dan kecewa yang berusaha ia tahan.
Zeya mematung. Jantungnya berdetak tidak karuan.
“Apa maksudmu?” tanyanya hati-hati.
“Kamu pikir aku tidak tahu isi pesanmu tadi siang?” Ares menyipitkan mata. “Kamu bertanya, seolah-olah aku menyembunyikan sesuatu. Kamu menantang batas kepercayaan di antara kita, Zeya.”
Zeya menggigit bibirnya. Dalam hati ia tahu Ares tidak sepenuhnya salah. Ia memang sedang menyelidiki, tapi ia tak menyangka akan membuat Ares sesensitif ini.
“Aku hanya... butuh kejelasan,” balas Zeya pelan. “Aku merasa semua orang di sekitarku memperlakukan aku seperti... aku bukan aku.”
Ares menatapnya tajam. “Dan karena itu kamu memilih memercayai mereka daripada aku?”
“Aku tidak bilang aku mempercayai siapa pun,” jawab Zeya cepat. “Tapi kamu juga tidak bisa melarang ku untuk mencari tahu sendiri, Ares. Apalagi kalau aku bahkan tidak bisa mengingat apa pun tentang diriku sendiri sebelum ini.”
Ares mendekat lagi. Tangannya menyentuh pipi Zeya, namun sentuhannya terasa dingin.
“Aku sudah menyelamatkanmu dari masa lalu yang kelam. Membawamu ke dunia yang lebih tenang. Kenapa kamu harus mengungkit kembali sesuatu yang sudah mati?”
Zeya menahan napas. Kalimat itu... terasa ganjil.
"Sesuatu yang sudah mati."
Ares menunduk, menempelkan dahinya ke dahi Zeya. “Jangan buat aku kecewa, Sayang. Kamu tahu aku bisa melakukan apa pun untukmu... termasuk hal-hal yang tidak akan kamu mengerti.”
Zeya berdiri kaku. Nafasnya memburu. Ia merasa jantungnya tidak berdetak sebagaimana mestinya. Ada sesuatu yang mencekam di balik setiap kata Ares. Rasa sayang yang terlalu dalam… bisa berubah menjadi perangkap.
Ia tahu, ia harus berpura-pura tenang.
“Aku... minta maaf,” ucap Zeya akhirnya, meski tidak sepenuhnya tulus. “Aku hanya bingung. Itu saja.”
Ares menatapnya lama, sebelum akhirnya tersenyum. Senyum yang dingin, nyaris menyerupai topeng.
“Aku tahu kamu akan kembali patuh padaku,” ucapnya. “Dan aku akan pastikan... kamu tidak akan pernah melupakan tempatmu. Di sisiku.”
Zeya menunduk. Ia tahu, pembicaraan ini belum selesai. Tapi untuk saat ini, ia harus diam. Bertahan. Sampai ia benar-benar tahu siapa Ares Mahendra sebenarnya.
Dan siapa sebenarnya... Zeya yang selama ini mereka kira telah mati?
Apakah ia hanyalah bayangan dari masa lalu yang terlupakan, atau seseorang yang sengaja dibangkitkan kembali… dengan identitas yang sudah diatur ulang?
Zeya belum tahu jawabannya. Tapi satu hal kini ia yakini,dirinya yang sekarang mungkin bukanlah diri yang dulu.
Dan perlahan… ia mulai sadar, bahwa rahasia itu tidak hanya disembunyikan darinya.
Tapi juga… ditanamkan ke dalam dirinya.
*
*
Jangan lupa like dan komen❤️