Naora, seorang wanita yang dijadikan taruhan oleh suaminya yang sering menyiksanya selama dua tahun pernikahan. Ia dengan tega menyerahkan Naora pada lawannya yang seorang penguasa.
Damian, seorang Bos mafia yang kejam seketika menaruh rasa iba pada Naora saat melihat luka-luka di tubuh Naora.
Sikap Damian yang dingin dan menakutkan tidak ada ampun pada lawannya tapi tidak sedikitpun membuat Naora merasa takut. Hatinya sudah mati rasa. Ia tidak bisa merasakan sakit dan bahagia. Ia menjalani hidup hanya karena belum mati saja.
Namun tanpa diduga, hal itu malah membuat Damian tertarik dan ingin melepaskan Naora dari jerat masa lalunya yang menyakitkan.
Akankah Damian bisa melakukannya dan terjebak dalam rasa penasarannya ?
Minta dukungan yang banyak ya teman-teman 🫶 Terimakasih 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aida, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wajah Putus Asa
Naora diam sambil melihat kearah Aldric dan Almire yang menatapnya dengan tanpa perasaan.
"Kau sungguh tidak berguna". Kata Aldric meninggalkan dapur sambil menggandeng Almire.
Naora masih diam. Tatapannya sayu. Tidak ada sesuatu yang bisa menggambarkan betapa remuk hatinya saat ini. Untuk kesekian kalinya selama tiga bulan ini Aldric benar-benar merendahkan nya di depan wanita lain.
Meskipun Aldric tidak pernah sekalipun memperlakukan Naora dengan baik, tapi ia sangat mencintai Aldric. Baginya, Aldric adalah tempatnya pulang. Walau rumah itu bagaikan neraka.
Selalu ada saja penyiksaan atau hinaan yang Naora dapatkan setiap harinya. Apalagi jika bisnis Aldric mengalami masalah. Pasti Naora yang dijadikan pelampiasan amarahnya.
Tapi sejak tiga bulan yang lalu, tepatnya saat Aldric pertama kali membawa Almire ke dalam mansionnya. Saat itulah Naora menyadari, cinta untuk Aldric sudah menguap entah kemana.
Hampir dua tahun ia mencoba bertahan dan bersabar. Berharap Aldric akan melihat kearahnya dan membalas cintanya.
Naora menarik nafasnya dengan perlahan. Rasa nyeri mulai menjalar ke hatinya. Ia berjalan menuju toilet di dekat dapur. Mengguyur tubuhnya yang terasa melepuh.
Guyuran air di shower bercampur menjadi satu dengan air mata. Seberapa berusaha nya ia untuk tidak menangis, tapi ia tidak bisa. Ia juga seorang wanita yang butuh pelampiasan.
Dirabanya punggungnya yang masih terdapat bekas operasi satu bulan yang lalu. Operasi yang harus ditanggungnya akibat ulah Aldric dan Almire juga.
Teringat saat itu, Almire menjerit keras saat berada di balkon. Ia dengan sengaja menangis ketakutan dan mengundang kedatangan Aldric yang tidak tau apa-apa. Almire mengatakan jika Naora sengaja ingin mendorongnya dan kini ia sangat takut.
Tanpa memberi kesempatan Naora untuk menjelaskan, Aldric segera mendorong Naora sampai tubuhnya melayang melewati pagar pembatas.
Saat itu, Noara sudah berpikir bahwa dirinya akan tiada. Namun harapan nya belum dikabulkan Tuhan. Ia terbangun di Rumah Sakit dalam keadaaan sakit luar biasa di seluruh tubuhnya setelah efek biusnya habis pasca operasi di punggungnya. Ia mengalami patah tulang belakang dan harus menjalani operasi untuk memulihkan nya.
"Aku ingin bebas". Ucapnya dalam tangis yang tertahan.
Tok tok tok
Pintu kamar mandi diketuk dari luar. Suara seorang wanita mengatakan bahwa ia membawa handuk untuk Naora.
"Terimakasih". Ucap Naora setelah kepala pelayan itu membantu mengeringkan tubuhnya.
Kepala pelayan yang berusia setengah baya itu tidak menjawab apa-apa. Ia hanya diam. Matanya berkaca-kaca melihat tubuh Naora yang sangat mengenaskan.
"Bibi kenapa menangis ?" Tanya Naora.
"Jika kau ingin pergi, Bibi akan membantumu". Kata Bibi Ashley dengan suara lirih.
"Itu berarti, Bibi harus siap menerima kemarahan Aldric nantinya".
"Tidak apa-apa. Bibi hanya hidup sebatang kara dan sudah tua. Jika Tuan Aldric memb*nuh Bibi tidak masalah. Tapi kau masih muda. Masa depanmu masih panjang. Apa kau akan menjalani hidup seperti ini selamanya ?". Berkali-kali Bibi Ashley mengatakan siap membantu Naora pergi. Tapi Naora selalu menolak.
Ia tau seberapa kejamnya Aldric dalam memberikan hukuman kepada orang yang mengkhianatinya. Ia tidak mau karena kebebasan harus mengorbankan nyawa orang lain.
Naora sudah sering kali mencoba melarikan diri. Tapi selalu berakhir dengan hukuman yang menyakitkan. Dicambuk, dikurung dalam ruangan pendingin, dibiarkan berada diluar saat salju turun. Bahkan Naora pernah dihukum dengan cara dimasukkan ke dalam kolam yang terdapat buaya yang kelaparan.
Tidak terbayang betapa besar rasa takut dan trauma yang Aldric berikan.
Naora juga pernah mencoba mengakhiri hidupnya sendiri akibat tidak sanggup menanggung rasa sakit ini. Ia pernah mencoba mengir*s pergelangan nadinya sendiri satu tahun setelah pernikahannya.
Ia juga pernah menenggelamkan diri di dalam bathtub. Tapi tetap saja ia selamat. Entah mengapa maut sepertinya enggan mendekatinya.
"Aku tidak apa-apa Bi. Aku senang, setidaknya masih ada yang mengkhawatirkan ku". Kata Naora mencoba tersenyum.
Bibi Ashley bukannya membalas senyum Naora, ia malah menangis sesenggukan. Ia mencium kening Naora dan mengelusnya. Masih terdapat bekas jahitan akibat pukulan Aldric dengan guci beberapa waktu ini.
"Apa ini masih sakit ?" Tanya Bibis Ashley.
Naora menggeleng. "Sudah tidak. Hanya terasa sedikit gatal".
"Bagaimana dengan punggung mu ? Apa masih sering nyeri ?"
"Terkadang. Tapi tidak apa-apa. Seiring waktu semua luka ini akan hilang. Itupun jika Aldric tidak menciptakan yang baru lagi". Tatapan Naora benar-benar menggambarkan keputusasaan.
Ia benar-benar terbelenggu. Tidak bisa berlari jauh hanya untuk mencari pertolongan.
"Ayo, biar ku antar kau kembali ke kamar". Bibi Ashley menuntun Naora yang sudah memakai handuk kimono. Ia menuju kamar yang selama dua tahun ini Naora tempati.
Kamar yang bagus. Memang agak jauh dari kamar milik Aldric. Awalnya, Aldric sengaja menempatkan Naora di kamar pelayan. Tapi kemudian ia berubah pikiran.
Aldric memberi Naora kamar yang bagus agar jika ia mendatangi Naora bisa segera melepaskan hasrat nya dan tidak perlu membawa Naora ke kamarnya sendiri.
"Beristirahatlah. Bibi akan mengambilkan makanan untukmu. Jangan lupa, oleskan salep ini pada lukamu". Kata Bibism Ashley penuh perhatian.
"Baik Bibi. Terimakasih".
Setelah kepergian Bibi Ashley, Naora merebahkan dirinya diatas ranjang. Matanya terasa berat. Tubuhnya terasa lelah.
Tapi yang mengalami luka paling parah adalah hatinya yang seolah tidak merasakan apa-apa.
Ia pejamkan mata indahnya. Sangat nyaman sebelum sayup-sayup suara terdengar di telinganya dan semakin jelas.
Brukk
Tubuh Naora terlempar dengan keras dari atas ranjang. Ia segera membuka matanya. Tampak Aldric yang duduk diatas ranjang dengan sebuah rokok yang mengepulkan asapnya.
"Ada apa, Al ?" Naora bangkit dan bertanya tanpa rasa takut. Sepertinya kejadian beberapa waktu yang lalu saat Aldric menyiramnya dengan puding panas benar-benar tidak mempengaruhinya.
"Malam ini ikutlah denganku. Rias wajahmu secantik mungkin. Jangan permalukan aku". Kata Aldric sambil melempar paperbag ke wajah Naora.
Naora menangkap paperbag itu. Ternyata isinya sebuah gaun dan kotak perhiasan. Seperti biasanya, mungkin Aldric akan mengajaknya menghadiri pesta atau jamuan bersama rekannya.
Naora memang memiliki wajah yang cantik. Kharisma nya begitu kuat dan memikat. Entah kebetulan atau hanya hoki, saat Aldric mengajak Naora ia selalu memenangkan kerja sama bersama klien.
Seandainya Aldric menyayangi nya, maka ia akan sangat bahagia mendapatkan barang-barang bagus dan mewah seperti itu. Tapi apalah artinya kemewahan yang bersanding dengan rasa sakit setiap waktu.
Jika bisa, Naora ingin menukar sebuah kebebasan dengan kemewahan yang diterimanya selama menjadi istri Aldric. Ia rela hidup serba kekurangan asalkan tenang.
Aldric menatap Naora yang akhir-akhir ini tidak menunjukkan kesedihannya. Biasanya wanita itu akan meraung-raung dan memohon belas kasihnya. Tapi sejak kedatangan mantan kekasihnya yang sekarang menjadi selingkuhannya, Naora seperti bukan Naora yang dikenalnya.
"Sandiwara apa yang sedang kau mainkan ? Dimana air mata buayamu yang kau gunakan sebagai senjata ? Apa sudah habis ?" Aldric mendekati Naora dan menjambak rambut panjangnya.
Naora meringis kesakitan. Wajahnya tidak bisa dibohongi jika ia memang merasakan sakit. Tapi memang tidak ada lagi suaranya untuk meminta dilepaskan. Seolah ia membiarkan dirinya disakiti oleh Aldric.
..
Hai teman-teman, othor minta tolong dukungannya ya. Jangan bosan-bosan kasih like, komen dan subscribe karya ini😘😘
sakit parah dianya yah