NovelToon NovelToon
Kesempatan Kedua Sang Duchess

Kesempatan Kedua Sang Duchess

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Mengubah Takdir / Romansa
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: KazSil

Elena Ivor Carwyn hidup sebagai Duchess yang dibenci, dihina, dan dijadikan pion dalam permainan politik kaum bangsawan. Namun ketika hidupnya direnggut secara tragis, takdir memberinya kesempatan kedua kembali satu tahun sebelum kematiannya. Kali ini, Elena bukan lagi wanita naif yang mudah dipermainkan. Ia bertekad membalikkan keadaan, mengungkap pengkhianat di sekitarnya, dan melindungi masa depan yang pernah dirampas darinya.

Namun di balik senyuman manis para bangsawan, intrik yang lebih mematikan menanti. Elena harus berhadapan dengan konspirasi kerajaan, perang kekuasaan, dan rahasia besar yang mengancam rumah tangganya dengan Duke Marvyn Dieter Carwyn pria dingin yang menyimpan luka dan cinta yang tak pernah terucap. Di antara cinta, dendam, dan darah, Elena akan membuktikan bahwa Duchess Carwyn bukan lagi pion melainkan ratu di papan permainannya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KazSil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kebangkitan

Elena sontak bangkit dari tidurnya. Matanya membelalak, tubuhnya dibasahi keringat, dan napasnya tersenggal.

"Apa anda tidak apa-apa, Nyonya?" suara tegas terdengar dari balik pintu kamar.

Brakk!

Pintu kamar terbuka dengan paksa. Seorang pelayan menerobos masuk tanpa menunggu izin. Wajahnya panik.

"Maafkan ketidaksopanan saya! Apakah anda baik-baik saja, Nyonya?" tanyanya cepat.

Elena tidak segera menjawab. Matanya masih kebingungan, pikirannya kacau. Ia memandang kosong sebelum akhirnya bersuara cepat, "Tanggal berapa sekarang?" Mata hijaunya yang berkilau seperti zamrud menatap tajam ke arah pelayan itu.

"Sekarang tanggal enam belas, bulan ketiga... menurut kalender kerajaan," jawab sang pelayan dengan gugup.

Elena membeku sejenak. Napasnya tercekat.

"Satu tahun sebelum pesta keluarga Marquess Bernard... jadi ini artinya... aku kembali ke masa lalu? Tapi, bagaimana bisa... ?" ucapnya lirih, nyaris seperti gumaman yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.

Elena terlihat kebingungan, bibirnya terus bergumam pelan. Sikapnya yang aneh membuat pelayan itu gentar. Tanpa menunggu lagi, pelayan tersebut segera berlari keluar kamar. Sementara itu, Elena masih terperangkap dalam pikirannya yang kacau, mencoba memahami kenyataan tak masuk akal yang baru saja ia alami.

....

Ruang kerja Mervyn

"Tuan!" ucap pelayan terburu-buru, ia bahkan lupa untuk mengetuk pintu.

Melirik seseorang yang baru saja masuk dengan tidak sopan, Mervyn memberinya tatapan tajam. "Ada apa?" Balasnya.

Pelayan berkeringat... "saya mendapat kabar, nyonya bertingkah aneh."

Ruangan seketika tampak hening tatapan tajam Mervyn berubah seketika, ia terlihat kebingungan dan khawatir. Kertas dan alat tulis yang ia pegang langsung diletakan, ia berdiri dari duduknya dan berlari keluar dari ruangan.

...

Kamar Elena

"Ahh... benar-benar menyejukan" serunya sambil tersenyum bahagia.

Sinar matahari pagi yang tidak terlalu panas menyentuh Elena seperti memeluknya dengan kehangatan, aroma bunga di taman terbawa oleh angin hingga bisa di cium oleh Elena. Ia duduk di atas balkon, menggoyangkan kedua kakinya sambil tersenyum bahagia.

Brakk!

"Nyonya..." pelayan yang tadi keluar dari kamar Elena datang kembali sambil membawa Dokter, kedua orang itu sangat terkejut dengan apa yang mereka lihat.

Tak... takk...

Suara langkah itu sangat cepat, Mervyn masuk ke kamar Elena, napasnya sedikit tidak teratur, ia langsung mencari Elena, alangkah terkejutnya dengan apa yang dia lihat, tanpa sadar ia memanggilnya dengan keras.

"Elenaa... "

Elena sangat kaget. "Mervyn?" Ucapnya.

Ia menatap Mervyn yang kini berdiri di hadapannya. Dulu, pria itu tak pernah sekalipun memanggil namanya dengan nada panik seperti tadi. Hatinya terasa hangat, sekaligus getir.

"Apa yang kamu lakukan di sini, Mervyn?"

tanya Elena, alisnya mengernyit bingung. Ia menoleh ke sekeliling, menyadari kehadiran para pelayan dan seorang pria tua yang tampak seperti dokter. Lalu ia turun dari balkon dan melangkah mendekat.

Mervyn mengembuskan napas panjang, menutupi sebagian wajahnya dengan tangan seolah baru saja terlepas dari mimpi buruk. Sorot matanya yang tegang perlahan melunak. Ia menoleh ke arah sang dokter, memberi isyarat halus agar segera memeriksa kondisi istrinya.

Tanpa menunda, dokter itu bergerak cepat menghampiri Elena.

Meski masih dipenuhi kebingungan, Elena menuruti dengan patuh. Diam-diam ia mencoba mencerna semua yang terjadi sambil membiarkan sang dokter memeriksa dirinya.

"Kenapa kau tidak memanggil Alwen?" tegur Mervyn dengan nada tajam pada pelayan di depannya.

Pelayan itu langsung menegang. Tangannya gemetar hebat, wajahnya pucat pasi. Ia tidak sanggup menjawab, bibirnya bahkan tak mampu membentuk sepatah kata pun.

Mervyn menghela napas berat, jelas terlihat kesal. Sorot matanya tajam menusuk, lalu ia memalingkan pandangannya.

"Alwen? Bukankah itu dokter pribadi Mervyn... Mana mungkin pelayan itu bersusah payah memanggilakannya untukku," batin Elena, getir.

Setelah dokter memastikan kondisi Elena baik-baik saja, Mervyn berbalik tanpa sepatah kata pun dan meninggalkan kamar. Sang dokter dan pelayan pun ikut pamit, setelah Elena sendiri yang menyuruh mereka pergi.

Elena duduk diam. Tapi pikirannya terus berputar.

"Aku harus mulai menyusun langkah. Pertama-tama, para pelayan itu harus dibereskan. Dan aku harus bersiap menghadapi para bangsawan. Untuk itu, aku harus berubah."

Waktu makan pun tiba.

Seperti biasa, Elena duduk di dalam kamarnya. Para pelayan selalu mengatakan bahwa Duke tidak ingin makan bersamanya, dan ia sudah terlalu sering mempercayainya begitu saja.

Beberapa pelayan masuk membawa makanan tanpa sedikit pun menunjukkan rasa hormat. Mereka bahkan tidak mengetuk pintu.

Elena mengerutkan kening, matanya menyapu seluruh ruangan dengan waspada.

"Ini makanan anda," ucap salah satu pelayan sambil menyodorkan nampan dengan kasar. Piring nyaris tergelincir, sup di dalamnya hampir tumpah.

Elena menatap isi piring itu. "Seperti biasa, makanan ini tak layak. Sayurnya busuk, kuahnya encer dan berbau. Bahkan air yang mereka bawa pun keruh, seperti diambil dari genangan kotor,"gerutunya dalam hati.

Tawa mencemooh keluar dari mulut para pelayan, tanpa rasa takut, tanpa rasa malu tepat di hadapan Elena.

Elena meletakkan sendoknya perlahan, lalu bertanya datar, "Apa Duke ada di ruang makan?"

Para pelayan tampak saling berpandangan, sejenak ragu, namun salah satu dari mereka menjawab, "Tentu saja."

Elena mengangguk. "Kalau begitu, aku akan ke sana."

Ia bangkit berdiri, gaunnya menyapu lantai dengan anggun saat melangkah keluar kamar.

Para pelayan sontak panik, mencoba menghentikannya seolah Elena tidak berhak ke ruang makan. Namun Elena tidak menggubris.

Langkahnya tetap tegap dan tenang.

Ruang makan

Riuh... riuh...

Suara kegaduhan samar terdengar dari balik pintu.

Brak!

Pintu ruang makan terbuka dengan kasar.

Elena masuk tanpa menunggu izin. Semua mata tertuju padanya, termasuk Mervyn yang duduk di ujung meja. Tatapan mereka bertemu sejenak sebelum Elena mengalihkan pandangannya dan duduk tepat di sebelah pria itu.

Mervyn masih menatapnya, alisnya sedikit berkerut.

"Kenapa kamu ke sini?" tanyanya datar.

Elena menoleh cepat padanya, lalu kembali menatap piring kosong di hadapannya. "Aku hanya mencari makanan yang layak."

"Makanan layak?" Mervyn mengulang dengan bingung, namun Elena tidak menanggapi lebih lanjut.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Elena mulai menyantap hidangannya dengan tenang. Mervyn memperhatikannya sejenak sebelum kembali melanjutkan makannya sendiri.

Beberapa menit berlalu dalam keheningan yang aneh, sebelum akhirnya Mervyn kembali bicara.

"Tumben sekali kamu mau makan bersamaku."

Elena menoleh, matanya menusuk. "Bukannya kamu yang selalu menolak makan bersamaku? Itu yang selama ini kudengar."

Mervyn menoleh pelan. Ada kerutan samar di antara alisnya. Tatapannya tak lagi tenang. Seolah ia sedang menghubungkan titik-titik dalam pikirannya.

Namun Elena tidak peduli. Ia melanjutkan makannya, berusaha tetap tenang meski jantungnya berdegup cepat.

Apa dia sedang mengujiku? Atau hanya ingin melihat reaksiku sekarang? Pikirnya.

Mervyn telah selesai makan, tapi tidak juga beranjak dari kursinya. Ia hanya duduk diam, memperhatikan Elena yang masih sibuk menyuap makanannya.

Elena berusaha bersikap biasa, walau pipinya mulai memerah. Ia mempercepat suapan terakhirnya. "Tanpa sadar aku makan banyak sekali" dalam batinnya

Mereka masih tidak bergerak dari tempat duduk masing-masing. Ruangan terasa kaku. Para pelayan yang berdiri rapi di sepanjang dinding hanya bisa saling melirik, kebingungan. Butiran keringat mulai muncul di pelipis mereka karena atmosfer yang mencekam.

Dret...

Elena akhirnya mendorong kursinya dan berdiri. Wajahnya masih memerah, matanya menghindari pandangan siapa pun.

"Ka-kalau begitu... aku pergi dulu," ucapnya gugup, buru-buru berjalan keluar tanpa menoleh.

Mervyn menatap punggung Elena yang menjauh. Sudut bibirnya terangkat tipis.

Ia berdiri, lalu menyusul keluar dari ruang makan.

Taman

Tak... tak...

Langkah Elena terdengar cepat di koridor batu menuju taman belakang. Wajahnya masih merah, matanya sibuk menunduk menatap rerumputan.

Tanpa sadar, ia sudah tiba di dekat air mancur taman.

"Wah... wah... bukankah ini Duchess?"

Sebuah suara lembut namun menyengat memecah lamunannya.

Elena mengangkat wajah. Di hadapannya berdiri seorang wanita cantik dengan gaun mahal penuh perhiasan. Riasannya nyaris sempurna, tapi senyumnya terlalu manis untuk dianggap tulus.

Ekspresi Elena berubah seketika. Matanya menajam, dagunya sedikit terangkat.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!