Tak pernah terbersit di pikiran siapapun, termasuk laki-laki rasional seperti Nagara Kertamaru jika sebuah boneka bisa jadi alasan hatinya terpaut pada seorang gadis manja seperti Senja.
Bahkan hari-hari yang dijalaninya mendadak hambar dan mendung sampai ia menyadari jika cinta memang irasional, terkadang tak masuk akal dan tak butuh penjelasan yang kompleks.
~~~
"Bisa-bisanya lo berdua ada main di belakang tanpa ketauan! Kok bisa?!"
"Gue titip anak di Senja."
"HAH?!!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29# Maru
~Maru~
Pagi ini, Maru bangun lebih awal. Mengguyur tubuhnya dengan air dingin demi menyentak kewarasannya kembali ke dunia. Hari ini ia harus menghadiri sidang putusan kliennya dengan kasus tindak pidana penganiayaan.
Stelan gelap yang sudah ia cuci di laundry ia lepas dari hangernya. Entahlah...warna gelap memang favoritnya sejak dulu, selain dari memberi kesan tenang, namun ia percaya bisa mendongkrak karakternya jika sedang berhadapan dengan lawan bicara.
Maru baru saja tiba di pengadilan negri Jakarta Pusat, bersama tiga orang rekannya sebagai tim kuasa hukum dari Jeremy, dimana ia adalah seorang aktivis kemanusiaan yang didakwa kasus penganiayaan.
Ia berjalan membersamai kliennya yang baru saja keluar dari tahanan, ada waktu sebentar untuknya sekedar memberikan kalimat penenangan di sidang putusan praperadilan ini.
Lihatlah wajah yang sarat akan rasa gugup itu, menanti penentuan nasib lewat ketukan palu hakim.
"Sudah makan pak?" tanya Salaman, paralegal Maru bersama Wiyoko yang berperan menjadi associate lawyer dan seorang staf administrasi bernama Danang.
"Sudah. Sarapan pagi ini saya dikasih tahu sama tempe." Akui Jeremy menerima.
"Alhamdulillah, kita sudah sejauh ini. Lepas ini, insyaAllah bisa bekerja kembali, bertemu dengan keluarga..." mantap Wiyoko, lantas ia menepuk Maru sebagai lead lawyernya, "abang kita satu ini sudah tak perlu diragukan lagi."
Maru menarik senyuman tipisnya demi membalas ucapan memuji yang terlalu membumbung dari Wiyoko itu.
"Tenang saja, pengajuan eksepsi dan praperadilan kita insyaallah sah dan dikabulkan pihak mahkamah konstitusi. Dimana bukti konkrit sudah menunjukan jika tidak ada tindakan sarkasme atau tindak penyerangan yang sengaja dilakukan. Apa anda ingin mengajukan tuntutan balik? Pencemaran nama baik?" tawar Maru yang kemudian kembali membuat sang klien merenung, "sebenarnya saya lelah dengan proses hukum bang, tapi---"
Maru mengangguk paham, "semua keputusan ada di tangan anda." Wajah datarnya itu tetap tenang, tak menunjukan satu kegelisahan apapun apalagi ketakutan. Toh saat pembacaan eksepsi dan pledoi, dapat berjalan lancar. Ia teringat dengan tahapan sidang-sidang sebelumnya yang cukup membuat lelah fisik dan mengikis mental sang klien.
\*\*\*\*
"*Terimakasih. Yang mulia, ijinkan kami menyampaikan keberatan atas beberapa narasi yang bernada emosional terkesan menuduh, dari pihak penggugat terhadap klien kami..." Maru mulai berbicara menghadap ke arah panitera dan majelis hakim dengan sesekali menatap kliennya yang terlihat gusar, "sebab, kami melihat apa yang disampaikan pihak penggugat itu belum sepenuhnya utuh, sehingga terkesan seperti hanya cerita dari sebagian sudut pandang saja*." *Jedanya singkat*.
"*Sebagaimana kita tau, klien kami adalah seorang publik figur sekaligus aktivis yang bergerak di bidang kemanusiaan, dimana sudah menjadi tugas, visi dan misinya membela sifat-sifat dasar hak manusia. Melakukan tugas-tugas mulia yang berdasarkan norma dan nilai kemanusiaan*."
"*Atas dasar ini, klien kami tentu menolak adanya kekerasan, mengingat setiap perbuatannya akan menyentuh ranah hati nurani serta karier publik, yang menuntut tingkah laku terpuji di setiap kesempatan*."
*Ia menatap seperti sungai yang tenang pada pihak penggugat termasuk kuasa hukum, tak ada sorot mengintimidasi apalagi mengancam, "apalagi, mengingat pihak penggugat sendiri adalah orang yang sudah lama dikenalnya, dan seharusnya sudah tau bagaimana tindak tanduk serta pribadi dari sosok klien kami*..."
*Maru dan tim segera menyusun laporan pemohonan praperadilan sebelum pokok perkara disidangkan*.
*Sejumlah bukti percakapan, video terjadinya aksi yang diduga penganiayaan turut ditampilkan*.
\*\*\*\*
Namun diantara jeda waktu fokusnya mengolah kejadian lalu itu demi mengingat kembali setiap langkahnya, sekilas ucapan Mahad tempo hari turut terputar cantik di otaknya. Tentang Senja. Tentang masalahnya. Tentang loyalitas dan kejujuran, yang sedikitnya mengusik pikiran saat ini.
Panitera pengganti, rohaniawan, saksi ahli, jaksa penuntut umum dan seluruh perangkat sidang mulai masuk satu persatu hingga terakhir adalah para majelis hakim.
Tak ada sedikit pun gentar di wajah pihak tergugat, justru harap cemas dan wajah pucat ditunjukan dari pihak penggugat, yang jelas-jelas lawan Jeremy.
"Majelis hakim memasuki ruangan sidang, hadirin dimohon berdiri." Maru turut berdiri bersama tim kuasa hukum.
Jeremy yang duduk di kursi terdakwa ikut berdiri dalam busana kemeja putihnya sambil menunduk diantara pengawasan saksi ahli dan pengunjung sidang yang didominasi oleh keluarganya.
"Hadirin dipersilahkan duduk kembali."
"Baiklah, sidang putusan praperadilan tindak pidana atas nama terdakwa saudara Jeremy Tatiana, terbuka untuk umum." Ucap hakim ketua sambil mengetuk palunya sekali.
Bunyi kertas file di meja hakim ketua menjadi nada awal dibacakannya naskah isi putusan bergantian dengan hakim anggota, "putusan nomor XX tahun 202X Pengadilan Negri Jakarta Pusat, demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, pengadilan kelas A yang mengadili perkara praperadilan saudara bernama Jeremy Tatiana, lahir di Jakarta 10 september 198X...."
"Didampingi, kuasa hukum 1. Nagara Kertamaru, M.H. 2. Salaman Ragil, S.H. 3----"
Sementara isak tangis keluarga sudah terdengar dari bangku pengunjung sidang meski hanya sayup teredam masker dan tisu.
Poin-poin perkara selama persidangan dibacakan secara singkat dari 100 halaman.
"Menimbang hal itu, praperadilan pemohon sah dan dikabulkan mahkamah konstitusi seluruhnya dan oleh karena itu seluruh biaya perkara sepenuhnya dibebankan pada negara...."
Ada tangis pecah dan pelukan haru bahkan Jeremy sendiri sudah bersujud sukur, dan menghampiri Maru untuk memeluknya, mengucapkan terimakasihnya banyak-banyak untuk sang kuasa hukum.
Ketukan palu sebanyak 3 kali menandakan berakhirnya kasus ini dengan kemenangan Jeremy.
Ada ledakan sukur di luar ruang sidang, meski Jeremy belum sepenuhnya kembali saat itu juga. Bahkan tim kuasa hukum masih mengurus kelengkapan administrasi.
"Bang Maru, makasih banyak!" sang istri sampai mengucapkannya berkali-kali dimana putra-putri mereka turut dibawa menyaksikan sang ayah yang tengah membela nasibnya di kursi pesakitan.
"Salim sama bang Maru, nak." perintah istri Jeremy, membuat Maru berinisiatif berjongkok afar bocah 5 tahun itu bisa berhadapan dengannya, "sekarang ayahnya sudah bisa pulang lagi ke rumah."
Bahkan tak segan keluarga Jeremy sudah mengirim tumpeng beserta lauknya ke firma hukum SetyaDarma and partners demi kesuksesan Maru dan kawan-kawan membela Jeremy Tatiana.
Ada tawa lepas dari sang ayah yang kini menepuk-nepuk pundaknya bangga.
"Abis ini job langsung ngalir deres bang, dari tadi banyak calon klien telfon minta jadwal mas Maru. Katanya pengen ditanganin sama advokat satu ini." mbak Gita ikut terkekeh bersama name tag yang berlarian ketika ia sibuk mengambil lauk nasi tumpeng.
"Kasih istirahat dulu lah, anak saya bukan robot. Abis ini ambil kasus kecil-kecil dulu, yang ringan."
Ting!
Ia merogoh ponselnya dari saku celana samping, menemukan notifikasi dari seseorang yang belakangan ini membuatnya menunggu-nunggu kabar.
Aluna Senja
Aku ada di depan apartemen kamu, Ru. Kamu lagi diluar ya?
"Pah, aku pamit keluar dulu. Ada urusan urgent." Maru meninggalkan tempat acara yang masih cukup ramai bersama rasa lapar yang telah menggaruk dinding lambung demi menemui Senja.
"Hallo, Nja? Tunggu sebentar...aku udah ada di deket apartemen." Ujarnya memandang di kejauhan mobilnya yang terparkir, namun bukan...bukan mengarah ke mobilnya, ia justru meminjam motor security firma demi mengejar waktu dan jarak.
"Oke. 10 menit. Tunggu sekitar 10 menit." Pinta Maru.
Ia benar-benar mengemudikan motor Salaman dengan menyalip beberapa kendaraan, cukup membuatnya panik sebab jam pulang kantor begini, tak ada jalanan Jakarta yang tak padat. Untungnya jarak dari firma tidak terlalu jauh. Normalnya jika ia memakai mobil, 45 sampai 60 menit sampai jika macet begini.
Semua tentang perasaannya, semua tentang harapannya kembali melangitkan asa. Waktu tunggunya telah terjawab. Jika saat ini, Senja sudah selesai dengan diamnya.
Ckitt!
Untung saja ia mengerem pakem motor yang ia kendarai, meski di belakang sana, motor lain sempat menabrak spakbor belakang motor.
"Duh, bang...jangan rem dadakan." Omel pengguna jalan di belakangnya. Maru hanya menoleh dan mengangguk meminta maaf, "sorry."
Sepertinya ia juga membutuhkan kata maaf pada security nanti, gara-gara kini spakbornya itu retak.
Ia kembali mengemudikan motor ke arah apartemennya, mencegah Senja menunggu lebih lama lagi. Terbayang wajah manyun Senja jika seandainya ia melebihi janji.
Bahkan langkahnya seolah tak berjejak ketika memasuki lift, langkah-langkah besar yang ia ayunkan demi menangkap sosok seorang wanita yang terduduk di depan apartemennya benar-benar bersila di bawah, seluruh perasaan lelahnya meluruh.
.
.
.
ikut bahagia dan mendoakan aja demi kebahagiaan Maru sama teh Nja, jangan kasih celah untuk menghindar atau lari lagi Ru, kamu jangan lempeng aja, mulai aksi atuh lah ah.
mksh teh Sin updatenya, sehat selalu teteh syantik yang suka berbagi kebahagiaan 🤲🤲😇
udahlaaahh jngn lama..langsung tembak..tak sabar aq tunggu ke uwuan hubungan pacaran kalian..mksh teh up nya..sehat berkah y teh..🙏🙏
anakmu ini sukses dunianya , mapan jabatan nya , matang usianya, tinggal cari konco turu ...
biasanya siang update, terus malam update
pokoknya update novel teh sin kayak lagi minum obat🤣 ini tumben jadwal siang update sore munculnya
beuuhhhh bahasan nya bikin pala pening🤕
sehat² ya teh sin, terimakasih update nya
tinggal main cantik untuk meluluhkan hati maminya Jojo