Apa yang kalian percaya tentang takdir? Bahwa sesuatu hal yang tidak akan pernah bisa kita hindari bukan? Takdir adalah hal yang mungkin saja tidak bisa diterima karena berbeda dengan apa yang kita harapkan. Tapi percayalah, rencana Allah itu jauh lebih indah meski kadang hati kita sangat sulit menerima nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RJ Moms, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pulang sekolah
“Bete banget anak papa. Kenapa, sayang? Ada yang bikin kamu bete?”
“Masih dengan urusan yang sama, Pa.”
“Karina lagi? Kenapa lagi dia hari ini?”
“Biasalah. Selalu berusaha memojokkan gak jelas. Kadang kasian sama dia, capek loh benci sama orang tanpa alasan yang penting tuh. Masa gara-gara adek gak mau gabung sama genk dia, terus dia jadi jauhin adek. Gak masuk akal. Adek tuh gak mau pilih-pilih temen. Hanya karena kita sesksama orang berada terus harus satu circle, harus jauh-jauh dari temen di bawah kita gitu? Sorry, it’s not my style.”
“Keren anak papa.”
“Nge batin tapi aku jadiny.”
“Nanti sampe rumah bete kamu pasti hilang, kok.”
“Kenapa emang?”
“Papa mau kasih kamu kejutan.”
“Mau kasih kejutan kok bilang-bilang? Bukan kejutan lagi itu sih namanya. Papa tuh, ya, bocor emang.”
“Terlalu jujur bukan sih?”
“Beda, beda banget jujur sama bocor tuh, Pa.”
Alex tertawa melihat betapa imutnya sanga anak saat dia sedang kesal.
Begitu sampai halaman rumah, Amelia langsung membuka sepatu dan menyimpannya di rak. Setelah membaca salam, dia menghampar ibunya, Ira. Mencium punggung tangan wanita itu dengan buru-buru.
“Eh, mau ke mana? Makan dulu, Nak.”
“Solat dulu, mama. Keburu habis waktunya.”
Ira menggelengkan kepala bangga atas sikap anaknya.
Brakkk! Amelia membuka pintu kamarnya dengan kasar karena dia kebelet buang air kecil. Dan ….
“Abangggggg.” Gadis itu berlari menghampiri kakaknya lalu memeluknya erat.
“Kapan pulang? Kok gak bilang-bilang? Ihhhh kangen banget tau. Tega banget sih dua bulan gak pulang ke rumah.”
“Sibuk, adek. Ini kalau gak sibuk mah kan abang pulang.”
Amelia tertawa sambil menengadahkan wajah dan menatap penuh kerinduan pada kakaknya. Kemudian sekali lagi dia memeluk Rehan.
“Han, gue gak bawa parfum, bagi dong.”
Amelia perlahan melepaskan pelukannya dan menoleh bersamaan dengan rehan ke arah sumber suara.
“Oh, ambil aja. Kayaknya ada di atas meja deh.”
“Oke. Itu Amelia ya, adek lo?”
Amelia dan rehan saling menatap.
“Iya, dia adik gue. Jelek ‘kan?”
“Cantik.”
Tiba-tiba wajah Amelia terasa panas dan memerah. Dia juga merasa tubuhnya sangat sulit digerakkan dan hanya bisa diam dengan tatapan melongo.
“Heh, adek. Kenapa? Terpesona kamu sama ketampanan Harlan?”
Harlan? Apa itu nama pria tadi? Ohhhh, jadi namanya Harlan.
“Yah, malah tambah diem. Adeekkkkkk …..” Rehan mengguncangkan wajah Amelia dengan kedua tangannya.
“Ihhhhh sakit tau!” Amelia memukul tangan kakaknya.
“Habisnya kamu diem aja kayaknya orang kesurupan.”
“Awas, ah! Aku mau solat. Keluar gih.”
“Solehahnya adek abang.” Ujar Rehan sambil ndusel-dusel pipi Amelia.
“Mamaaaaa ….”
“Kaboooorrrr”
Niat hati hanya ingin ganti baju lalu solat, Amelia mendadak ingin mandi, solat lalu berdandan rapi. Berkali-kali dia berdiri, memutar badan ke kiri dan kanan, memastikan jika tidak ada celah keburukan dalam berbusananya.
Semerbak wangi parfum menyeruak, menusuk rongga hidung orang tua, kakak dan teman Rehan yang menunggu sejak tadi di meja makan.
“Buseeet, kamu pake parfum sebotol tumpah ruah, Dek? Apa gimana?”
Amelia memukul pundak Rehan, lalu duduk di samping Ira, tepat berhadapan dengan Harlan. Sesekali dia mencuri pandang pada pria tampan yang ada di hadapannya. Gaya makan Amelia pun mendadak kalem dan like a princess.
Rehan tertawa geli melihat tingkah adiknya. Dia tau jika Amelia sedang caper pada temannya.
“Berarti rumahmu cuma dua jam dari sini, ya?” Tanya Alex pada Harlan.
“Iya, Om.”
“Rencananya besok aku mau anterin Harlan pulang sekalian manasin si blacki.”
Hah? Besok kak Harlan pulang? Cepet amat. Apa aku ikut aja ya.
“Dek, ikut gak?”
“Ke mana?” Tanya Amelia jutek, berpura-pura. Rehan menahan tawa.
“Seriusan gak mau ikut ke rumah Harlan? Sekali-kali naik motor lah. Sinar matahari tuh bagus buat kulit, asal jangan tengah hari aja berjemur.”
“Gimana besok aja, deh.”
“Ya udah, kita berdua aja ya, bro. Lo pake motor gue yang merah.”
Yang merah? Itu kan bisa boncengan. Kalau kakak bawa si blacki itu artinya aku dibonceng sama kak Harlan dong? Si blacki kan cuma muat satu orang doang.
“Gimana? Jadi ikuta gak?” Ledek Rehan.
“Boleh, deh. Cuma dua jam kan? Adek bisa kok.”
“Mama sih gak yakin.”
“Papa juga.”
“Ih, kenapa memangnya? Adek mau kok. Bisa pakai jaket, helm, sepatu juga kan? Pake masker sama kacamata juga.”
Ira dan Alex hanya saling melirik, lalu tertawa kecil. Amelia si anak dengan imun tubuh yang ringkih, akan mudah masuk angin jika berkendara dengan roda dua. Dia bahkan akan muntah-muntah dan besoknya akan sakit.